Translate

Rabu, 27 Januari 2016

Perjalanan ke Tanah Impian

Pesawat yang saya tumpangi tinggal landas dari Bandara Soekarno Hatta 15 menit lebih lambat dari jadwal yang tertera pada tiket. Saya duduk di kursi yang dekat dengan jendela. Dua kursi di samping saya kosong. Syukurlah, dengan begitu saya bisa menikmati perjalanan ini tanpa harus berbasa-basi dengan penumpang lain. Terkadang saya memang lebih suka mengadakan perjalanan sendiri karena saya bebas meresapi nilai dari perjalanan itu.

Melihat cakrawala yang terbentang luas selalu membuat saya berimajinasi tentang banyak hal. Apalagi, perjalanan kali ini adalah perjalanan yang sudah saya impikan sejak lama. Selama 90 menit penerbangan, imajinasi saya terus mengangkasa, memutar ulang impian yang pernah tertancap kuat di hati ini. Beberapa menit setelah pesawat mengudara, sempat saya bertanya pada diri sendiri, "Apakah perjalanan ini nyata atau hanya bunga tidur?"

Saya melahab sajian makan siang yang diangsurkan oleh pramugari. Semua penumpang melakukan hal yang sama. Beberapa di antara mereka asyik mengobrol sembari menikmati santap siang. Dialek yang mereka pakai seolah menjadi jawaban bahwa saya memang sedang menuju ke tanah itu, tanah impian. Saya tengok wajah beberapa penumpang yang masih dalam jangkauan sapuan mata saya. Wajah-wajah itu, wajah khas masyarakat di tanah yang saya impikan.

Pilot memberikan pengumuman bahwa dalam beberapa menit ke depan pesawat akan mendarat di bandara tujuan. Mata saya nyaris tak lepas dari kaca jendela. Pegunungan yang berbaris-baris,  garis pantai yang mengular indah, seperti menyihir saya. Nampak pula pulau-pulau kecil yang seperti sedang mengapung damai di hamparan lautan yang tenang tak berselimut ombak. Dalam hati saya berbisik, "Duhai Allah, sungguh indah alam ciptaan-Mu ini!"

Semakin hampir menjangkau daratan, lanskap kota mulai jelas terlihat. Kota yang nampak damai. Tak ada gedung-gedung pencakar langit macam di Ibukota. Pepohanan hijau pun masih banyak menghiasi kota. 

Pesawat sudah berhenti sempurna dan penumpang dipersilakan untuk turun. Saya yang duduk di bagian agak belakang memilih untuk tetap duduk sembari menunggu penumpang lain turun terlebih dahulu. Mata saya kembali mengarah ke luar jendela pesawat. Kali ini yang terlihat adalah bentangan tanah luas yang ditumbuhi rerumputan. Di kejauhan nampak pula pegunungan yang berdiri kokoh membentang, bak benteng yang tak akan runtuh oleh apapun. 

Sepertinya di luar sana sedang berangin. Rerumputan dan tanaman perdu nampak bergoyang lembut ditiup angin. Di sepanjang tepi landasan pesawat, rerumputan setinggi tak lebih dari selutut orang dewasa serentak kompak menari-nari macam ada yang sedang memberi komando. Mereka menari dengan riang dan seolah sedang berkata, "Selamat datang di Tanah Minang!"



Sabtu, 23 Januari 2016

Tami dan Relasi di antara Kami



Barangkali, bacaan Quran saya memang tak sebaik dan seindah Tami, sahabat saya. Tami pernah dua tahun belajar di pesantren, sedangkan saya tidak. Tami memiliki ijazah Qiroati, sedangkan saya tidak.  

Kenyataan itu mendorong saya untuk lebih giat belajar Al-Quran. Saya belajar tutorial tahsin dari situs Youtube. Saya mengikuti dauroh Quran. Saya pun bergabung dengan komunitas para penghafal Quran. 

Fastabiqul khoirat, mungkin itu frasa yang tepat untuk menggambarkan relasi antara saya dan Tami selama ini. Kami saling berlomba, berlomba dalam kebaikan. Kami saling menanyakan atau berkabar tentang perkembangan interaksi kami dengan Al Quran. Dengan mengetahui perkembangan hafalan Tami misalnya, saya seolah mendapat semangat baru untuk memperbaiki hafalan saya.

Kami berlomba sekaligus saling menyemangati. Perlombaan kami bukan untuk saling mengalahkan, melainkan untuk bersama-sama mencapai finish, khusnul khotimah insyaAllah. Jika salah satu dari kami sedang turun motivasinya, maka yang lain akan menyemangati dan mendoakan, diminta ataupun tidak diminta.  

Mungkin jalan hidup kami masih panjang, mungkin juga tidak. Akan ada ribuan orang yang barangkali akan kami jumpai, ribuan tempat akan kami kunjungi, dan entah berapa lagi bilangan peristiwa yang akan kami alami esok hari dan seterusnya. Tidak ada yang bisa menjamin apakah kami akan tetap istiqomah di jalan ini. Namun, setidaknya dengan saling menggenggam jari-jemari sahabat terbaik, kami bisa meneguhkan iman satu sama lain, juga menguatkan langkah saat kaki mulai melemah.

Keberadaan Tami dan relasi yang terbentuk di antara kami ini adalah rezeki yang membuat saya perlu mengucap syukur. Bagi saya, Tami (dan juga teman-teman lainnya) yang terus memotivasi saya dalam kebaikan adalah bukan tokoh yang hadir secara kebetulan dalam kehidupan saya. Mereka adalah perantara yang Allah kirim sebagai pengingat dan motivator bagi saya. 

Tapi, apakah saya juga bisa berperan sebagai pengingat dan motivator bagi mereka? Saya tidak tau, tapi semoga juga bisa.

Selasa, 12 Januari 2016

Keep Writing

Iseng saya membaca buku harian yang saya tulis ketika saya masih kuliah. Ternyata, saya merekam cukup banyak kejadian yang saya alami saat itu. Kejadian yang jika saya tidak kembali membaca buku harian itu, mungkin saya sudah sama sekali melupakannya. Dengan membaca tulisan-tulisan di dalam buku harian itu, kejadian-kejadian masa silam seolah hidup kembali di ruang memori saya.

Pada tulisan tertanggal 4 Desember 2010, saya menulis seperti ini, 

Di sebuah mushola, ketika menunggu seorang teman. Pagi itu memang beda. Aku yang sudah beberapa kali datang terlambat dalam suatu janji, memutuskan untuk tidak akan membuat temanku menungguku pagi itu. Lima menit duduk sembari membaca terjemahan Al-Quran, tiba-tiba seorang Bapak masuk ke mushola dan tanpa basa-basi bertanya padaku, "Kamu sedang apa?" Ku jawab, "Menunggu teman". Beliau lanjut bertanya Fakultas Apa? Jurusan Apa? Lalu ku jawab singkat. Tanpa respon apapun, Si Bapak melanjutkan langkahnya ke dalam mushola dan sholat dhuha sepertinya.

Sepuluh menit berjalan, teman yang ku tunggu belum juga datang. Aku masih dalam keadaan semula. Si Bapak yang baru saja menyelesaikan sholat keluar dari mushola. Tiba-tiba Si Bapak bilang padaku, "Kamu biasakan ya sholat dhuha! Bagus itu!" Begitu kata beliau tanpa melihat responku. Beliau bergegas meninggalkan mushola. "Oh, iya Pak!", jawabku sedikit terlambat karena masih bingung mengapa Si Bapak tadi berkata begitu padaku.

Beberapa saat ku pikirkan, betapa indahnya cara Allah mengingatkan hamba-Nya. Tanpa kita sadari terkadang nasihat-nasihat seperti itu datang melalui orang yang tidak disangka-sangka. 

Membaca tulisan ini, beberapa ide cerita yang sempat melintas di benak, ingin cepat-cepat saya eksekusi menjadi tulisan. Di sekitar saya, amat banyak orang yang kisah hidupnya terlalu sayang jika tidak diabadikan ke dalam tulisan yang bisa dibaca oleh banyak orang. Terlalu banyak serpihan inspirasi yang jika tidak dikumpulan dan dibuatkan etalase, maka hanya akan menjadi serpihan tanpa makna. Karenanya, saya mau terus menulis. Entah sekarang atau di masa mendatang, saya yakin akan ada para pembaca yang mengambil barang secuil atau sejumput hikmah. 

                                                                                                              ***
Tiba-tiba saya teringat dengan salah seorang teman saya yang sekitar dua minggu lalu mengirimi pesan singkat pada saya. Ia menanyakan tentang kegiatan Kelas Inspirasi di Indonesia Mengajar. Di akhir pembicaraan ia mengungkapkan, "Karena aku ingin bisa mengispirasi."

Saya menangkap maksud terdalam teman saya ini. Dalam segala kenyamanan yang ia miliki selama ini, ada satu ruang kosong yang ingin ia isi. Ruang kosong yang jika diisi ia akan merasa hidupnya berarti untuk orang lain.  

Saya kemudian berkaca pada diri saya sendiri. Apakah selama ini hidup saya sudah cukup menginspirasi bagi orang-orang sekitar? Sudahkah saya menciptakan makna atas keberadaan saya bagi mereka? Sepertinya memang belum. Maka, dengan menyebarkan kisah-kisah inspiratif dari orang-orang di sekitar melalui tulisan, itu bisa menjadi jalan agar keberadaan saya membawa arti bagi orang lain. Semoga. 

sumber gambar: likesuccess.com

Minggu, 10 Januari 2016

Memetik Hikmah dari Film Tausiyah Cinta

Sudah nonton Film Tausiyah Cinta? Kalau saya, sudah! Hehe. Kalau kamu belum nonton, cepat nonton! Mumpung masih diputar di beberapa bioskop.

Menurut saya, secara teknis pembuatannya, film ini kurang menarik. Dari pengambilan gambarnya misalnya, film ini lebih mirip sinetron. Terlalu banyak adegan yang diambil secara close-up. Kemampuan acting para pemainnya juga ada beberapa yang masih sangat kaku. Ya, maklum lah, banyak cast-nya adalah pendatang baru. Coba saya yang memainkan peran itu, pasti berantakan deh! Hehe.. Tapi, siapa juga yang mau meminta saya jadi pemainnya? *Ngomong sama kaca.

Kalau dilihat dari segi ceritanya, film ini bagus. Banyak pesan yang ingin disampaikan. Dari hal yang sangat teknis seperti tentang ta'aruf dan bagaimana cara naik ojek yang syar'i, sampai pada hal yang menyangkut pemahaman yang melibatkan hati seperti tentang mencintai orang tua dan keluarga, ikhlas menerima ketentuan Allah sepahit apapun itu, dan bagaimana menjadi pemuda yang aktif dalam kegiatan positif yang menebar kemanfaatan.

Oh iya, ada satu pesan lagi yang menurut saya sangat kuat disampaikan lewat film ini yaitu tentang keutamaan menghafal Quran. Azka (diperankan oleh Hamas Syahid Izzuddin), salah satu tokoh utama di film tersebut digambarkan sebagai seorang arsitek muda yang pintar dan kaya akan karya sekaligus seorang penghafal Quran. Di sela-sela pekerjaannya, Azka masih meluangkan waktu untuk menghafal Quran. Secara berkala ia menyetorkan hafalannya pada sang guru. Ia juga menyempatkan waktu duduk di masjid untuk mengulang-ngulang hafalannya. 

Pada suatu ketika, di sebuah masjid, saat Azka kesulitan mengingat ayat yang sedang ia ulang hafalannya, beberapa pemuda membantu Azka melanjutkan hafalannya secara estafet, berganti-ganti dari orang satu ke orang selanjutnya. Semua yang menonton adegan ini, tentu akan bergetar hatinya, tak terkecuali saya.

Azka yang seorang penghafal Quran ini ternyata memiliki Ibu yang seorang penghafal Quran juga. Selain itu, ia juga mempunyai seorang sahabat bernama Fatih (diperankan oleh Irwansyah) yang istiqomah menjaga hafalan Quran di tengah kesibukannya menuntut ilmu di Negeri Jerman. Lingkaran para penghafal Quran inilah yang menurut saya sangat inspiratif.

Saya seperti mendapat semangat baru untuk menambah dan memperbaiki hafalan Quran saya yang masih sangat minim ini. Saya jadi ingat akan target hafalan yang saya buat di Grup WhatsApp alumni Dauroh Quran bersama Syeikh Ali Jaber, 26 Desember lalu. Tanggal 31 Januari adalah deadline saya memenuhi target itu. Bismillah, saya menjadi lebih bersemangat menghafal setelah nonton Tausiyah Cinta. Terima kasih pada semua yang berperan di pembuatan film ini. Sungguh-sungguh menginspirasi!


sumber gambar: movie.co.id

Jumat, 01 Januari 2016

Phillipus Brown dan Ayat-Ayat tentang Sedekah

"Semua orang adalah teroris di muka bumi ini jika tangan mereka menggenggam kekayaan tanpa menyedekahkannya untuk umat yang terseok-seok kehidupannya. Semua adalah teroris ketika ketamakan terhadap kekuasaan, kekayaan, harta dan rupa-rupa mengungguli empati dan simpati terhadap mereka yang kekurangan."
(Phillipus Brown dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika."

Entah kenapa kutipan perkataan tokoh Philipus Brown itu membuat saya sejenak berhenti membaca novel karya Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra ini. Rasanya saya dipaksa untuk tidak bisa tidak mengendapkannya di kepala, mencerna baik-baik dan secara resmi mempersilakannya masuk ke dalam deretan dogma-dogma yang telah saya yakini selama ini.

Mendadak saya disergap keterkejutan yang luar biasa setelah beberapa jam kemudian saya menemukan ayat-ayat Al-Quran yang beruntutan tentang sedekah. Saya memang sering menemukan ayat-ayat yang menerangkan tentang sedekah, namun kali ini saya baru benar-benar menyadari keberadaan beberapa ayat dalam satu surat yang berurutan membahas perkara sedekah ini, yaitu Surat Al-Baqarah ayat 261-274. 
  
Ayat 261

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.


Ayat 262

Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang dia infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.


Ayat 263

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha Kaya, Maha Penyantun.

Ayat 264

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya'(pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.


Ayat 265

Dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya untuk mencari ridha Allah dan untuk memperteguh jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka embun (pun memadai). Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.


Ayat 266

Adakah salah seorang di antara kamu yang ingin memiliki kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, di sana dia memiliki segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tuanya sedang dia memiliki keturunan yang masih kecil-kecil. Lalu kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, sehingga terbakar. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkannya.


Ayat 267

Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.


Ayat 268

Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat keji (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas, Maha Mengatahui.


Ayat 269

Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang diberi hikmah, sesungguhnya ia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.


Ayat 270

Dan apa pun infak yang kamu berikan atau nazar, maka sungguh, Allah mengetahuinya. Dan bagi orang zalim tidak ada seorang penolong pun.


Ayat 271

Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu adalah baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.


Ayat 272

Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Apa pun harta yang kamu infakkan, maka (kebaikannya) untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu berinfak melainkan karena mencari rida Allah. Dan apa pun harta yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan).Ayat 


Ayat 273

(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia yang tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui.


Ayat 274

Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.

                                                                                                       
                                                                                                               ***
Saya percaya bahwa di dunia ini tidak ada yang kebetulan. Maka adalah bukan suatu kebetulan mengapa di hari yang sama Allah menakdirkan saya membaca kutipan tokoh filantropi itu dengan ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang infak dan sedekah. Bisa jadi, hari itu memang dirancang Allah agar saya kembali belajar tentang anjuran seorang muslim untuk menafkahkan sebagian hartanya bagi orang-orang yang membutuhkan. Saya pun berketetapan untuk menuliskan semua ini agar menjadi pengingat bagi saya yang masih sering merasa berat hati untuk sekedar menginfakkan beberapa rupiah saja. Pengingat agar tidak menjadi teroris sebagaimana yang dikatakan Brown.  

sumber gambar : dainusantara.com