4. Buku "Panduan Kehamilan Muslimah" karya Dr.dr. Imam Rasjidi, Sp.OG (K)Onk
Translate
Minggu, 26 Februari 2017
Tugas Ke-5, "Membuat Desain Pembelajaran"
4. Buku "Panduan Kehamilan Muslimah" karya Dr.dr. Imam Rasjidi, Sp.OG (K)Onk
Minggu, 19 Februari 2017
Tugas ke-4, "Mendidik dengan Kekuatan Fitrah".
Kelas matrikulasi yang saya ikuti ini berlangsung selama 8 pekan yang mana pekan ini sudah memasuki pekan ke-4. Ibarat sebuah perjalanan, kami sudah sampai di setengahnya. Sebelum melanjutkan perjalanan selanjutnya—yang kelihatannya lebih menantang—, kami seolah diminta untuk berhenti sejenak agar menengok kembali perjalanan yang telah kami lalui. Maka, diberilah kami tugas untuk menjawab dan merenungkan beberapa hal ini.
Kami diminta untuk kembali melihat "tugas pertama" kami, apakah hingga pekan ini, jurusan ilmu yang ingin kami tekuni masih sama dengan apa yang kami tuliskan di ,"tugas pertama". Saya pribadi, masih sama, bahkan semakin mantap. Saya ingin menekuni ilmu tentang pengasuhan (pendidikan) anak dan ilmu tentang keluarga.
Lalu, sudahkah jurusan ini terjabarkan dalam langkah-langkah nyata di "tugas ke-2"? Ya, sudah. Saya sudah mempunyai alokasi waktu khusus untuk mempelajari bidang ilmu yang ingin saya pelajari tersebut yaitu dengan membaca artikel tentang pendidikan anak dan keluarga minimal sehari 1 artikel, membaca buku minimal 25 halaman sehari, berlangganan Majalah Ummi dan menonton kajian keislaman minimal 3 judul seminggu. Namun, karena pekerjaan saya yang kadang harus menuntut saya bertugas keluar kota, saya cukup kesulitan untuk bisa konsisten membaca buku minimal 25 halaman sehari.
Selama sebulan ini, alhamdulillah saya sudah bisa konsisten melaksanakan lebih dari 80% rencana aksi yang sudah saya tuliskan di tugas ke-2. Kedepannya, saya akan berusaha lebih keras pada diri saya untuk melaksanakan rencana aksi tersebut. Kenapa? Karena saya mantap untuk mewujudkan misi hidup saya yaitu mendidik dan mengispirasi minimal untuk keluarga kecil saya di bidang ilmu pendidikan anak dan ilmu keluarga.
Oleh karena itulah, saya perlu melewati tahapan sebagaimana yang telah dirumuskan oleh ibu Septi berikut ini:
1. Bunda sayang: saya perlu mempelajari ilmu-ilmu tentang pengasuhan anak. Ini akan saya pelajari 2 tahun pertama dengan rincian, setengah tahun pertama saya akan mengalokasikan 1 jam perhari untuk mempelajarinya. Setelah nanti anak saya lahir dan saya berhenti bekerja dari ranah publik, insyaAllah saya akan berikan 7-8 jam sehari untuk mempelajari, mempraktikkan dan mengevaluasi ilmu ini.
2. Bunda cekatan: di tahun ke-3, saya akan lebih fokus mempelajari ilmu-ilmu seputar manajemen pengelolaan diri dan rumah tangga.
3. Bunda produktif: minat dan bakat saya di bidang pengajaran dan bisnis akan lebih saya kembangkan di tahun ke-4.
4. Bunda shaleha: jika saya sudah selesai dengan diri dan keluarga, di tahun ke-5 saya akan belajar tentang ilmu berbagi manfaat kepada banyak orang. Saya akan belajar untuk mengembangkan gerakan sosial yang memang sudah saya minati dan jalankan sejak saya di bangku kuliah.
Saat ini ini usia saya hampir 28 tahun. Jika saya mengambil usia ini sebagai titik 0 km, langkah awal saya untuk mencapai semua itu, maka insyaAllah di usia 33 tahun nanti saya akan menjadi seorang ibu rumah tangga yang sayang kepada keluarga, cekatan, produktif, dan bermanfaat untuk banyak orang. Aamiiin.
Sabtu, 11 Februari 2017
Surat Cinta untuk Suamiku
Setelah tugas pertama dan ke-2 di Kelas Matrikulasi IIP aku tuntaskan, sekarang aku mendapat tugas baru yang membuat hatiku berdebar-debar, Mas. Bagaimana tidak, semua peserta diminta untuk membuat surat cinta untuk suami masing-masing. Sekali lagi Mas, surat cinta!
Mas tau betul bahwa keikutsertaanku dalam kelas ini tak lain tak bukan, hanya karena ingin belajar menjadi individu, istri sekaligus ibu yang lebih baik. Maka, mengerjakan semua tugas yang diberikan di kelas matrikulasi adalah salah satu ikhtiar untuk mewujudkan mimpiku itu.
Jujur, aku sangat bahagia karena Mas selalu mendukungku untuk belajar menjadi lebih baik. Tanpa dukungan Mas, tentu aku tidak akan belajar sesemangat ini. Doakan semoga aku istiqomah ya Mas!
Maka, ketika tugas membuat surat cinta itu datang, tak sabar aku ingin segera duduk manis di depan laptop, merangkai kalimat-kalimat indah untuk Mas, lelaki terbaik yang Allah kirimkan menjadi penggenap agamaku. Sudah siap membaca kata demi katanya, Mas?
Bulan ini usia pernikahan kita memasuki bulan ke-7. Kondisi kita yang masih harus tinggal berjauhan ternyata tidak mudah ku jalani, Mas. Tapi puji syukur, Allah masih membukakan mataku bahwa banyak hikmah yang bisa kita ambil dari kondisi ini. Hal yang sederhana misalnya, tiap sebulan sekali kita bertemu, aku merasakan seperti pengantin baru terus. Rasanya, cintaku pada Mas selalu diperbarui setiap sebulan sekali itu, ibarat gadget yang terus diperbaharui ke versi yang semakin bagus, hehe. Apakah Mas merasakan hal yang sama?
Aku bersyukur mendapatkan suami yang begitu sabar seperti Mas, terlebih saat masa-masa kehamilanku ini. Ketika tengah malam aku tiba-tiba terbangun dan sulit tidur lagi misalnya, Mas selalu bersedia aku telepon dan mendengarkan curhatanku sampai rasa kantuk menghampiriku. Lalu, ketika Mas pulang ke Jakarta dan aku tak bisa menyiapkan makanan untuk Mas karena kondisiku yang melemah saat kehamilanku masih trimester pertama, Mas tak menuntut harus aku yang menyiapkannya. Justru Mas yang menyiapkan makanan untuk kita.
Aku juga sangat bersyukur karena Mas adalah tipe orang yang sangat rapih dalam merencanakan sesuatu, terutama merencanakan masa depan kita. Mas bukan hanya seorang konseptor yang baik, melainkan juga orang yang pandai mewujudkan konsep tersebut. Misalnya untuk mempersiapkan kepindahanku menyusul Mas ke tanah Borneo, Mas begitu sigap menyiapkan semuanya, dari merenovasi rumah, menyiapkan bisnis untukku, hingga memberiku ruang untuk menata hati dan menyiapkan ilmu yang diperlukan.
Bagiku, Mas adalah suami sekaligus coach. Dengan hati-hati Mas membantuku menemukan potensiku sehingga aku menjadi orang yang lebih percaya diri berkarya melalui potensi yang aku miliki. Mas melihat bahwa aku bisa menjadi pengajar yang baik, makanya Mas menyarankanku untuk menjadi ibu rumah tangga yang langsung mendidik anak-anak kita kelak. Jika memang aktivitas di rumah masih bisa kita siasati bersama, Mas mengizinkanku untuk bisa mengajar di ranah publik dalam waktu yang tidak seharian penuh.
Untuk di lingkungan kemasyarakatan, saat ini aku memang belum bisa berkarya nyata. Aktivitasku sebagai pekerja kantoran dari pagi hingga sore membuatku memiliki keterbatasan waktu untuk bersosialisasi dengan masyarakat dimana saat ini aku tinggal. Aku memang belum bisa melakukan banyak hal. Namun, bisa mengajak teman-teman kantorku untuk menghadiri kajian rutin di Masjid Al-Azhar, Istiqlal, BI dan AQL adalah hal sederhana yang wajib aku syukuri.
Lebih dari 3 tahun hidup indekos di Jakarta dengan lingkungan yang sangat individualis membuatku kurang percaya diri ketika nanti memasuki kehidupan bermasyarakat. Tapi, Mas selalu meyakinkanku bahwa aku bisa. Bahwa ilmuku yang selama ini aku pelajari suatu saat akan bermanfaat untuk orang-orang di sekitar tempat tinggal kita nanti. Bahwa ketakutanku menghadapi profesi ibu rumah tangga yang tidak lagi bekerja kantoran bisa diatasi dengan karya nyata untuk masyarakat sekitar. Terlebih, tempat tinggal kita nanti masih di daerah pedesaan yang insyaAllah akan membuatku bisa memberi manfaat.
Ternyata sudah panjang sekali surat ya Mas. Terima kasih untuk semua yang sudah Mas berikan untuk keluarga kecil kita. Semoga Allah memberkahi dan merahmati keluarga kita sehingga nanti di surga kita bisa berkumpul kembali. Aamiiin.
Dari yang mencintaimu, istrimu di seberang pulau.
Sabtu, 04 Februari 2017
Tugas Ke-2: Indikator Profesionalisme Perempuan
Tugas ke-2 perkuliahan di Institute Ibu Profesional lebih menantang daripada tugas pertama. Kali ini, sebagai calon ibu profesional, kami diingatkan bahwa kami harus menggenggam erat indikator utama keberhasilan ibu profesional yaitu, "Menjadi Kebanggaan Keluarga". Indikator utama ini dipecah ke dalam indikator turunan yang lebih SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound). Berikut ini indikator turunan yang sudah coba saya buat dan insyaAllah akan saya laksanakan sehingga nanti bisa terukur tingkat keberhasilan saya sebagai ibu profesioanal.
A. Sebagai individu/hamba Allah
- Berusaha sholat fardhu di awal waktu.
- Sholat tahajud minimal 2x seminggu.
- Sholat dhuha minimal 4 raka'at sehari.
- Sholat rawatib minimal 2x sehari.
- Puasa? belum bisa karena sering lapar, maklum ibu hamil, hehee..
- Sedekah minimal 5% dari gaji dan tunjangan per bulan.
- Tilawah minimal 1/2 juz sehari (baca arab dan artinya).
- Mendengarkan murotal Alquran setiap setelah Sholat Subuh.
- Membaca buku minimal 25 halaman sehari.
- Bulan ini belajar bisnis kepada minimal 2 orang mentor yang sudah berhasil dalam bisnisnya.
- Mendengarkan kajian di youtube minimal 3 judul kajian perminggu.
- Belajar lebih bersabar dan banyak tersenyum; memperbaiki sikap dan tutur kata dengan orang-orang sekitar.
- Menjaga silaturahim dengan keluarga besar dan teman-teman dekat: berinterikasi via WA/SMS/Medsos minimal dua minggu sekali.
- Mendoakan hal-hal baik untuk suami minimal setelah sholat fardhu.
- Tidak membantah perintah suami selama tidak bertentangan dengan syariat Islam.
- Selalu meminta izin kepada suami setiap akan keluar rumah.
- Berusaha berdandan di depan suami (selama ini sangat malas berdandan, baik di rumah maupun di luar rumah, hehe).
- Berlangganan Majalah Ummi setiap bulan untuk meningkatkan kapasitas diri sebagai individu, istri dan ibu.
- Menelpon mertua minimal seminggu sekali.
- Membacakan buku cerita buat dedek bayi di perut minimal 10 menit tiap hari.
- Membaca artikel di internet tentang tumbuh kembang/kesehatan/pendidikan anak minimal 1 artikel sehari.
- Membeli buku tentang tumbuh kembang/kesehatan/pendidikan anak minimal 1 buku sebulan.
- Makan minimal 2 jenis buah sehari agar dedek bayi tumbuh sehat.
- Memperbanyak jalan kaki agar nanti bisa melahirkan dengan normal.
- Mengikuti senam ibu hamil minimal 2 minggu sekali.