Translate

Sabtu, 24 Juni 2017

Aliran Rasa Komunikasi Produktif

Tak sedikit buku-buku tentang manajemen keluarga telah saya beli dan baca. Dari sana teori-teori telah saya pelajari. Saya menjadi tahu banyak hal.

Namun, menjadi tahu saja ternyata belum cukup. Hal yang lebih penting adalah bisa menerapkan apa-apa yang sudah saya tahu itu ke dalam kehidupan nyata. Di kelas Bunda Sayang ini saya "dipaksa" untuk menerapkan ilmu yang saya peroleh menjadi aksi nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Sebulan mempelajari materi Komunikasi Produktif di kelas Bunda Sayang ini, saya mendapat banyak sekali keterkejutan. Beberapa kali saya mesti mengucapkan kata "ternyata"

Ternyata, menerapkan satu rumus Komunikasi Produktif saja pun, yaitu 7-38-55, bisa memberikan efek positif pada pola komunikasi antara saya dengan suami. Ternyata, jika saya "dipaksa" untuk menerapkan ilmu yang saya pelajari, ilmu tersebut bisa lebih terinternalisasi dalam alam bawah sadar saya sehingga ketika saya berhadapan dengan situasi tertentu, saya reflek menerapkan materi tersebut. Ternyata, walaupun anak saya belum lahir, saya berhasil menerapkan teori komunikasi produktif pada anak senior saya di kantor.

Saya ingin terus menerapkan materi komunikasi produktif ini dalam kehidupan nyata. Tantangan kedepannya adalah menerapkannya pada skala yang lebih luas, yaitu keluarga besar saya dan suami. Semoga saya bisa.

#AliranRasa
#Komunikasi produktif

Jumat, 09 Juni 2017

Kalimat Positif - Komunikasi Produktif #10

Tiga hari kemarin suami saya mendapat tugas lapangan untuk mendampingi petugas provinsi memverifikasi calon penerima bantuan ternak dan lahan penanaman pakan ternak. Malam ini saya menanyakan kepada suami tentang detail  pelaksanaan kegiatan tersebut.

Mendengar penjelasan suami, saya kemudian menanggapi, "Semoga bantuannya gak salah sasaran ya Mas." Saya merasa ada yang kurang tepat dengan kalimat yang baru saja saya ucapkan. Saya teringat salah satu kaidah dalam komunikasi produktif yaitu, mengatakan apa yang diharapkan dengan kalimat postitif.

Saya segera meralat kalimat saya. "Bukan itu kalimat yang seharusnya aku ucapkan Mas. Tapi gini, semoga bantuannya tepat sasaran ya Mas."

Setelah benar-benar saya resapi, penggunaan kalimat positif ternyata akan menciptakan imajinasi yang positif, begitu pula sebaliknya. Dengan mengatakan, "Semoga bantuannya tepat sasaran", otak kita akan membayangkan bantuan yang tepat sasaran. Lain halnya jika kita mengatakan, "Semoga bantuannya gak salah sasaran", maka justru otak kita akan membayangkan bantuan yang salah sasaran.

#level1
#day10
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Kamis, 08 Juni 2017

Coklat dari Ghifari - Komunikasi Produktif #9

Seperti hari kemarin, setelah jam penitipan anak berakhir, senior saya membawa Ghifari, putra semata wayangnya ke ruang kerja kami. Masih sama seperti kemarin juga, hari ini kami pulang agak lembur karena cukup banyak pekerjaan menanti diselesaikan.

Saat masuk ruangan, Ghifari membawa setoples coklat. Spotan saya bertanya, "Apa yang Abang bawa?" Ghifari pun menjawab singkat, "coklat".

"Boleh Tante Dita minta satu?", tanya saya dengan nada lembut dan senyum manis ke arahnya. " Boleh!", jawab Ghifari yang kemudian diiringi gerakan tangannya membuka tutup toples berisi coklat itu.

"Waaa... Makasih banyak ya Abang," kata saya setelah menerima coklat dari Ghifari. Tak disangka, anak ini kemudian membagi-bagikan coklat yang ia bawa itu kepada orang-orang yang ada di ruang kerja kami. Semua orang pun menerima dengan senang hati dan membalasnya dengan ucapan terima kasih.

Setelah membagi-bagikan coklat, Ghifari duduk di kursi sebelah saya. Saya lalu berkata, "Abang baik ya, mau berbagi coklat buat banyak orang." Tak ada respon kata-kata darinya, hanya seuntai senyum ke arah saya.

#level1
#day9
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Rabu, 07 Juni 2017

Suatu Sore Bersama Ghifari - Komunikasi Produktif #8

Hari ini saya mencoba mempraktikkan Komunikasi Produktif kepada Ghifari (5 tahun), anak salah seorang senior saya di kantor.

Setelah mengabiskan 1 kotak susu UHT kemasan kecil, Ghifari meletakkan bungkusnya di karpet tempat dia duduk. Melihat itu, saya kemudian berkata, "Abang Ghifari, bolehkan Tante Dita minta tolong?" Anak yang baru akan bersekolah di TK ini justru kembali bertanya, "Minta tolong apa?" Saya mengulangi pertanyaan saya sehingga Ghifari menggangguk.

"Ini sampah kan, Bang?" kata saya sambil menunjuk pada bungkus susu UHT. "Iya," jawabnya singkat. "Bolehkah Tante Dita minta tolong Abang untuk membuang sampah ini ke tempat sampah?" Di luar dugaan, anak ini dengan cepat merespon, "Iya, ini juga sampah, dibuang juga?" sambil menunjuk bungkus biskuit. "Iyaa, minta tolong ya abang".

Selesai Ghifari membuang sampah, saya mengajaknya "tos". Ia pun menyambut dengan semangat. "Abang pintar ya, sudah bisa membuang sampah pada tempatnya", kata saya sambil tersenyum pada Ghifari.

Dalam satu kesempatan tersebut, saya bisa langsung menerapkan 3 kaidah komunikasi dengan anak yaitu KISS (Keep Information Short and Simple), menggunakan intonasi yang ramah dan memberikan pujian. Saya senang karena ketiga kaidah tersebut berhasil membuat Ghifari memberikan respon positif.

#level1
#day8
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Selasa, 06 Juni 2017

Tidak Sulit, Tapi Menarik - Komunikasi Produktif #7

Saat menghadapi situasi yang kurang menyenangkan, sebagaian orang akan memberikan respon negatif. Demikian juga saya selama ini.

Hari ini, saya menghadapi situasi yang kurang menyenangkan di kantor. Karena saya sudah belajar tentang salah satu point penting dalam Komunikasi Produktif, yaitu mengubah kata "sulit" menjadi "menarik", maka saya kemudian berusaha menangkis hal yang kurang menyenangkan tersebut. Bersama teman saya, saya memilih menertawakan hal tersebut. Kami jadikan hal tersebut sebagai bahan lelucon pengusir penat.

Bagi saya, bisa tetap tenang saat menghadapi situasi yang sulit/kurang menyenangkan adalah sesuatu yang masih perlu terus saya latih. Terlebih lagi saat mengomunisakan hal ini pada suami. Sebagai orang yang punya kecenderungan menceritakan apapun (termasuk cerita yang kurang menyenangkan) kepada suami, saya mesti lebih banyak belajar bagaimana mengomunikasikan ini dengan bahasa dan intonasi yang tepat agar tidak mempengaruhi emosi suami.

#level1
#day7
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Senin, 05 Juni 2017

Saya Mau Cari Tahu - Komunikasi Produktif #6

Salah satu dokumen yang harus saya persiapkan untuk pengajuan mutasi adalah Daftar Riwayat Pekerjaan. Tadi malam saya dan suami sempat membahas tentang ini dan kami memang sama-sama tidak yakin seperti apakah dokomen tersebut. Daripada berlama-lama dalam ketidaktahuan, saya  kemudian berkata dengan kalimat produktif, "Besok aku cari tahu ya Mas."

Maka, hari ini pun saya temukan jawabannya. Langsung saja saya membuatnya dan mengirimkannya kepada suami. "Mas, boleh minta tolong tanyakan pada orang BKD apakah ini udah benar?" Suami mengiyakan. Berselang beberapa jam, ada pesan masuk dari suami saya, "Daftar Riwayat Pekerjaannya udah benar, Sayang."

Saya senang. Ternyata, berkomunikasi menggunakan kalimat produktif, intonasi dan ekspresi yang tepat dapat membantu memperlancar pekerjaan. Kami bisa lebih efektif berdiskusi membahas sesuatu. Selanjutnya, kami bisa langsung action mengerjakannya.

#level1
#day6
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Minggu, 04 Juni 2017

Kabar Penting - Komunikasi Produktif #5

Hari Ahad setelah dzuhur adalah waktu dimana suami saya menghabiskannya dengan istirahat siang (baca:tidur). Siang ini, saya memiliki kabar yang harus saya sampaikan kepada suami saat itu juga, tidak bisa ditunda lagi. Selain itu, saya memerlukan persetujuan suami tentang apa yang akan saya putuskan saat itu.

Saya berniat untuk segera menelpon suami. Di satu sisi, mungkin saya melanggar salah satu kaidah komunikasi produktif yaitu, "memilih waktu yang tepat". Siang seperti ini suami saya pasti sedang bersiap untuk tidur siang. Tepatkah jika saya menyampaikan kabar penting ini saat ini juga?

Pelan-pelan saya memulai pembicaraan, "Sudah mau tidur siang ya Sayang?" Suami mengiyakan. "Hmm.. bolehkan aku menyampaikan sesuatu yang penting sekarang? Sebentaaar saja", bujuk saya pada suami. "Iya, boleh." Saya pun mulai bercerita dengan suara lembut namun singkat.

Akhirnya suami pun memberikan persetujuan. "Makasih banyak ya Sayang. Pun monggo tidur siang lagi", saya mengakhiri pembicaraan.

Ternyata, jika kita pintar memilih kata, intonasi dan ekspresi yang tepat, lawan bicara pun akan menanggapi dengan baik. Jika kita tambahkan dengan "pemilihan waktu yang tepat" bisa jadi respon yang kita terima pun akan setingkat lebih baik.

#level1
#day5
#tantangan10hari
#komunikasi produktif
#kuliahbunsayiip

Sabtu, 03 Juni 2017

Masalah Vs Tantangan - Komunikasi Produktif #4

Salah satu opsi yang akan saya dan suami ambil setelah saya melahirkan adalah mengurus mutasi saya dari kantor yang sekarang ke daerah dimana suami sekarang bertugas. Kami sudah mencari tahu segala persyaratan dan prosesnya. Dalam bayangan saya, sepertinya itu nampak rumit dan akan cukup menguras energi. Dengan kata lain, saya menganggap bahwa akan ada potensi masalah yang mesti kami hadapi.

Terngiang dalam benak saya kata-kata Bu Septi yang intinya, "Gantilah kata masalah dengan tantangan". Mendengar kata-kata tersebut saya kemudian berfikir bahwa saya perlu mengubah cara pandang saya terhadap segala yang saya khawatirkan di atas. Bahwa yang saya anggap sebagai masalah, mesti saya ganti dengan "tantangan".

Saya kemudian meraih ponsel dan segera menelpon suami. Setelah mengobrol beberapa tema, saya mulai masuk ke tema mutasi. Masih menggunakan kaidah 7-38-55, kami membahasnya. Meski dalam keadaan lemas (karena puasa hehe), saya mencatat satu persatu. Obrolan kami berakhir setelah suami tiba-tiba kedatangan pasien.

Meski obrolan kami belum tuntas, saya lega. Semoga kedepannya saya lebih optimis melihat masalah sebagai tantangan.

#level1
#day4
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kelasbunsayiip

Jumat, 02 Juni 2017

Kabar Kurang Menyenangkan - Komunikasi Produktif #3

Sore ini Bagian Kepegawaian di kantor saya mengabarkan bahwa cuti tahunan saya untuk lebaran tahun ini tidak disetujui. Alasannya adalah karena saya menggabungkan cuti tahunan dengan cuci bersalin yang mana ini secara peraturan tidak diperbolehkan. Peraturan yang mana? Naluri skeptik saya muncul. Tapi sudahlah, diiyakan dulu saja. Belum tepat waktunya untuk menyanggah. Nanti Senin diurus lagi.

Jujur, saya kecewa dengan kabar ini. Saya harus segera mengabarkannya pada suami agar kami segera mencari alternatif solusi. Bagi saya, mengomunikasikan sesuatu yang mengecewakan saya kepada pasangan adalah tantangan tersendiri. Sejak sore saya menyiapkan hati dan waktu yang tepat agar saya tidak larut dalam emosi saat menyampaikannya.

Saat suami menelpon, saya dengan lembut (sambil menekan rasa kecewa) memulai topik ini, "Aku ada kabar penting, Mas." Lalu suami menjawab, " Kabar apa, sayang?" Pelan-pelan saya menerangkan kabar tersebut secara detail. Di ujung sana suami menyimak. "Ya udah, gak apa2, sayang. Nanti coba diurus alternatif solusinya", saran suami saya menenangkan.

Dalam kehidupan rumah tangga, hampir tiap hari sepertinya kita akan dihadapkan dengan masalah-masalah yang menuntut untuk dikomunikasikan dengan cara yang tepat. Beruntung saya menerima pelajaran tentang 5 kaidah komunikasi produktif dengan pasangan ini. Baru satu saja yang saya praktikkan, yaitu kaidah 7-38-55, saya sudah bisa mengatasi tantangan komunikasi antara saya dengan suami.

#level1
#day3
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Kamis, 01 Juni 2017

Multi Tafsir - Komunikasi Produktif #2

Hampir setahun menjalani pernikahan jarak jauh dengan suami membuat saya berkesimpulan bahwa masalah komunikasi adalah salah satu hal penting yang perlu diperjuangkan. Komunikasi yang seringnya hanya bisa melalui media obrolan daring (WA/Line/ SMS) dan telepon, kadang menimbulkan interpretasi yang multi tafsir atau tidak sesuai dengan maksud komunikator. Bahkan, prasangka negatif terkadang datang membututi.

Setelah mempelajari materi Komunikasi Produktif di Kelas Bunda Sayang pekan ini, saya seolah mendapatkan jalan solusi permasalahan yang saya hadapi selama hampir setahun ini. Kaidah 7-38-55 sepertinya tepat untuk mengatasi masalah komunikasi saya dengan suami.

Pagi ini, saya membuka kembali history percakapan WA saya dengan suami.  Saya baru menyadari bahwa selama ini suami saya lebih sering menggunakan kata "sayang" daripada saya. Maka, mulai hari ini saya bertekad untuk lebih sering menggunkan kata "sayang" atau "cinta". Saya pun segera memulai percakapan melalui WA dengan suami saya,"Udah sahur, Sayang?" 

Hingga menjelang dzuhur, tak ada balasan dari suami saya. Saya sempat agak kecewa. Tapi, mungkin ini ujian untuk pelajaran komunikasi yang sedang saya praktikkan. Saya kemudian coba kembali mengirim pesan, "Gimana kabarnya, Abi Sayang?" Tak lama berjeda, datang balasan, "Alhamdulillah, Sayang." Hati saya berbunga-bunga. Berlanjutlah percakapan kami membahas tema-tema lain. 

Bagi saya, memilih diksi yang baik saat berkomunikasi dengan suami adalah kegiatan yang menarik sekaligus menyenangkan. Terbukti sudah bahwa umpan kata-kata positif akan melahirkan tanggapan kata-kata yang positif juga. Selain itu, meggunakan kata-kata positif ternyata membuat pikiran dan perasaan menjadi positif.

Walaupun pemilihan kata-kata hanya mengambil peran 7% dari keberhasilan sebuah komunikasi, bagi saya ini sudah sangat berarti karena kondisi saya yang berjauhan dengan suami. Ingin saya mempraktikkan bagian yang 35%, yaitu penggunakan intonasi yang tepat. Akan tetapi, belum bisa intens saya terapkan karena keterbatasan jam telepon dengan suami. Seperti hari ini, kami hanya baru sempat bertelepon beberapa menit saja. Sebisa mungkin saya menggunakan intonasi dan ekspresi yang lembut. Tidak ada saya lontarkan pertanyaan-pertanyaan bernada menyelidik, komplain atau semacamnya. 


#level1
#day2
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip