Sebagai alumni Pengajar Muda (PM), secara berkala saya memperoleh e-journal yang berisi cerita perubahan yang terjadi di daerah dimana PM ditugaskan. Saya selalu antusias membaca cerita perubahan itu, terutama cerita dari Bima, tempat saya dulu bertugas. Dan tahun ini, rasa-rasanya cerita semakin menarik karena PM di Bima sudah memasuki tahun ke-5, tahun terakhir. Dari cerita perubahan yang ditulis para PM itu jelas tergambar perubahan apa yang terjadi dengan para aktor daerah (siswa, guru, kepala sekolah, pemangku kepentingan dan aktor-aktor terkait lainnya) selama keberadaan PM lima tahun di daerah tersebut.
Cerita perubahan semacam ini adalah salah satu alat untuk mengukur outcome pengiriman PM di daerah. Dari cerita-cerita tersebut dibuat peta besar yang menggambarkan perubahan yang dihasilkan dari keberadaan PM. Dalam bahasa sebuah gerakan, ini dikenal dengan istilah outcome mapping.
Saya tidak akan membahas tentang outcome mapping dalam tulisan ini karena saya tak punya kapasitas yang cukup untuk membahasnya. Sebenarnya sebagai orang yang sekarang bekerja di sebuah kantor yang kata salah seorang senior saya, mengurusi kaum melarat, saya perlu mempelajari lebih dalam tentang outcome mapping. Karena, baik gerakan maupun program sosial seharusnya memang punya alat ukur yang jelas untuk mengetahui sejauh mana gerakan/program tersebut berdampak. Maka, sembari melakoni peran saya sebagai figuran di kantor sebesar ini, sepertinya pelan-pelan saya perlu mempelajari "peta keluaran" itu. Mungkin, suatu hari nanti akan bermanfaat.
Bagi saya pribadi, saya belajar banyak dari skema cerita perubahan yang menjadi sumber outcome mapping itu. Tiap kali menerima kiriman e-journal dari para PM on service, ada semacam daya yang mendorong saya untuk merefleksikannya dalam kehidupan saya. Perubahan apa yang sudah saya hasilkan hari ini, minggu ini dan tahun ini? Sudahkah ada perbaikan-perbaikan yang saya buat untuk diri saya dan orang-orang di sekitar saya? Atau justru yang saya buat adalah kemunduran?
Sebagai seorang muslim, sudahkah saya mengamalkan perkataan Rasulullah, "Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia beruntung. Barang siapa yang hari ini sama dengan kemarin, maka ia merugi. Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemari, maka ia celaka."? Nah, bahkan jauh sebelum orang-orang merumuskan teori tentang outcome mapping, Rasulullah sudah mewanti-wanti kita agar menjadi orang yang selalu memperbaiki diri dari hari ke hari.
Namun, memperbaiki diri itu ternyata merupakan usaha panjang dan tak mudah. Kita butuh teman-teman yang saling mendukung dalam kebaikan. Kita butuh melangkahkan kaki ke majelis-majelis ilmu yang mengukuhkan iman kita di kala iman itu melemah. Dan ternyata, melangkahkan kaki ke majelis ilmu pun terkadang tak mudah. Ada banyak godaan dari kemalasan hingga pekerjaan yang kesannya sangat menumpuk padahal jika kita benar-benar berikhtiar untuk mengelola waktu, kita tetap bisa meluangkan waktu untuk menghadiri majelis ilmu.
Kawan, walaupun semua ini tak mudah, semoga Allah SWT selalu menjaga kita dalam hidayah-Nya ya!
Cerita perubahan semacam ini adalah salah satu alat untuk mengukur outcome pengiriman PM di daerah. Dari cerita-cerita tersebut dibuat peta besar yang menggambarkan perubahan yang dihasilkan dari keberadaan PM. Dalam bahasa sebuah gerakan, ini dikenal dengan istilah outcome mapping.
Saya tidak akan membahas tentang outcome mapping dalam tulisan ini karena saya tak punya kapasitas yang cukup untuk membahasnya. Sebenarnya sebagai orang yang sekarang bekerja di sebuah kantor yang kata salah seorang senior saya, mengurusi kaum melarat, saya perlu mempelajari lebih dalam tentang outcome mapping. Karena, baik gerakan maupun program sosial seharusnya memang punya alat ukur yang jelas untuk mengetahui sejauh mana gerakan/program tersebut berdampak. Maka, sembari melakoni peran saya sebagai figuran di kantor sebesar ini, sepertinya pelan-pelan saya perlu mempelajari "peta keluaran" itu. Mungkin, suatu hari nanti akan bermanfaat.
Bagi saya pribadi, saya belajar banyak dari skema cerita perubahan yang menjadi sumber outcome mapping itu. Tiap kali menerima kiriman e-journal dari para PM on service, ada semacam daya yang mendorong saya untuk merefleksikannya dalam kehidupan saya. Perubahan apa yang sudah saya hasilkan hari ini, minggu ini dan tahun ini? Sudahkah ada perbaikan-perbaikan yang saya buat untuk diri saya dan orang-orang di sekitar saya? Atau justru yang saya buat adalah kemunduran?
Sebagai seorang muslim, sudahkah saya mengamalkan perkataan Rasulullah, "Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia beruntung. Barang siapa yang hari ini sama dengan kemarin, maka ia merugi. Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemari, maka ia celaka."? Nah, bahkan jauh sebelum orang-orang merumuskan teori tentang outcome mapping, Rasulullah sudah mewanti-wanti kita agar menjadi orang yang selalu memperbaiki diri dari hari ke hari.
Namun, memperbaiki diri itu ternyata merupakan usaha panjang dan tak mudah. Kita butuh teman-teman yang saling mendukung dalam kebaikan. Kita butuh melangkahkan kaki ke majelis-majelis ilmu yang mengukuhkan iman kita di kala iman itu melemah. Dan ternyata, melangkahkan kaki ke majelis ilmu pun terkadang tak mudah. Ada banyak godaan dari kemalasan hingga pekerjaan yang kesannya sangat menumpuk padahal jika kita benar-benar berikhtiar untuk mengelola waktu, kita tetap bisa meluangkan waktu untuk menghadiri majelis ilmu.
Kawan, walaupun semua ini tak mudah, semoga Allah SWT selalu menjaga kita dalam hidayah-Nya ya!
Sumber gambar: agusnuramin.wordpress.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar