Translate

Minggu, 17 Desember 2017

Aliran Rasa Level 6: Math Around Us

Dulu, ketika SMA, saya bertanya-tanya untuk apa saya susah-susah belajar integral? Apa iya, saya akan memakai perhitungan integral dalam kehidupan sehari-hari? Suatu hari, saya akhirnya berkesimpulan bahwa pelajaran matematika di sekolah banyak tidak berdaya guna bagi kehidupan saya.

Di sekolah, kami terlalu banyak belajar teori matematika yang konsep dasarnya tidak kami pahami. Mungkin ini jadi salah satu sebab mengapa banyak siswa tidak menyukai matematika. Jika suka saja tidak, bagaimana siswa bisa matematika?

Selama 2 bulan di camp Indonesia Mengajar, saya diajari cara mengajar dengan metode konstrak. Dalam metode konstrak, siswa tidak ujug-ujug diajari tentang sebuah teori. Siswa difasilitasi untuk menemukan sendiri suatu teori. Proses fasilitasi sebisa mungkin melalui kegiatan yang dekat dengan kehidupan siswa. Dari sini, saya merasa menemukan apa yang sebelumnya saya cari, yaitu bahwa matematika itu seharusnya banyak manfaatnya untuk kehidupan sehari-hari.

Memasuki materi ke 6 di Kelas Bunda Sayang ini, saya senang sekali. Saya belajar banyak tentang bagaimana membuat anak-anak menyukai matematika dengan hal-hal sederhana sehari-hari.

#Tantangan10hari
#Level6
#KuliahBunsayIIP
#ILoveMath
#MathAroundUs

Kamis, 07 Desember 2017

Tantangan Level 6: Math Around Us #10

Sejak saya memulai tantangan ke-6 Kelas Bunda Sayang ini, saya setiap hari mengajak Alif berhitung. Beberapa hari belakangan ini Alif saya ajak memulai sesuatu dengan hitungan aba-aba 1, 2, 3.

Saat mau meletakkannya dari gendongan ke kasur, saya ayun tubuhnya dengan hitungan aba-aba 1, 2, 3. Saya ulangi aba-aba tersebut dua atau tiga kali.

Aba-aba juga saya berikan sebelum saya menggendong Alif dan sebelum saya menaikkannya ke atas stroller. Alif belum menunjukkan respon spesial dengan aba-aba ini. Sepertinya saya masih perlu mengulang-ulanginya agar Alif sampai pada "Aha!momen".

#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIIP
#ILoveMath
#MathAroundUs

Minggu, 03 Desember 2017

Tantangan Level 6: Math Around Us #9

Long weekend ini abinya Alif pulang ke Jakarta. Yeaayy!! Alif tentu senang. Umminya pun senang.

Bersama abinya, hari ini Alif membaca buku Halo Balita yang berjudul Aku Sayang Keluarga. Dalam posisi tengkurap, wajah Alif menatap lembar demi lembar cerita yang abinya bacakan.

Selesai membaca buku, Alif diajak abinya menghitung jumlah tokoh yang ada dalam buku tersebut. Tidak hanya sekali, tapi diulang sampai tiga kali.

Sembari makan, saya curi-curi pandang pada Alif dan abinya. Dalam hati saya menggumam doa, mudah-mudahan keluarga kami segera dikumpulkan sehingga setiap hari Alif bisa belajar dan bermain bersama abi dan umminya. Semoga. Aamiiin.

#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIIP
#ILoveMath
#MathAroundUs

Sabtu, 02 Desember 2017

Tantangan Level 6: Math Around Us #8

Dua hari ini Alif nampak suka diajak berhitung. Beberapa aktivitas kami lakukan sambil berhitung. Saat ia kegerahan, saya mengipasinya sambil berhitung. Gerakan kipas saya sesuaikan dengan hitungan.

Saya sengaja mengajaknya berhitung sampai angka delapan terlebih dahulu. Saat tiba di angka delapan, saya memberi penekanan kata yang berbeda dari angka-angka sebelumnya. Ekpresipun saya buat agak lebai di angka delapan ini. Anehnya, Alif selalu tertawa saat hitungan sampai ke angka delapan.

Saat jalan-jalan sambil naik stroller, saya juga mengajaknya berhitung. Setiap setelah mencapai angka delapan, saya hentikan langkah sambil memasang ekspresi tertawa yang agak lebai. Lagi-lagi Alif tertawa. Berkali-kali kami mengulanginya.

Semoga ini adalah pertanda baik bahwa Alif sudah mulai sedikit-demi sedikit memahami konsep dasar berhitung. Aamiiin.

#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIIP
#ILoveMath
#MathAroundUs

Rabu, 29 November 2017

Tantangan Level 6: Math Around Us #7

Kemarin, di laporan tantangan hari ke-6 saya menuliskan bahwa salah satu manfaat senam bayi bagi Alif adalah untuk membuatnya happy. Hari ini saya tertantang untuk mengajaknya senam sampai ia tertawa.

Gerakan yang saya gunakan masih sama dengan kemarin. Pola hitungannya pun sama. Bedanya, setelah hitungan sampai ke angka delapan, saya letakkan tangan Alif ke dadanya sambil menguyel-uyelnya (maaf saya tidak tahu apa Bahasa Indonesia dari uyel-uyel). Hehe.

Tak disangka, Alif tertawa kegirangan. Hitungan saya ulangi sampai ke angka delapan lalu saya menguyel-uyelnya. Alif kembali tertawa. Ketika berganti ke gerakan lain pun Alif kembali tertawa setelah hitungan ke delapan saya menguyel-uyelnya.

Saya berharap Alif benar-benar happy dengan apa yang kami lakukan ini.

#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIIP
#ILoveMath
#MathAroundUs

Tantangan Level 6: Math Around Us #6

Hari ini saya mulai mengajarkan senam bayi pada Alif. Sebagaimana senam pada umumnya, setiap gerakan dihitung dengan pola hitungan 2x8. Saat menghitung, angka-angka saya sebutkan dengan cukup keras dan dengan tempo yang sedang. Saya gunakan juga pelafalan yang jelas dan gerakan bibir yang saya arahkan ke mata Alif.

Gerakan senam yang saya gunakan cukup sederhana. Pertama-tama saya gerakkan tangan Alif ke atas dan ke bawah. Selanjutnya, tangan saya rentangkan ke samping dan ditekuk secara bergantian. Setelah itu beralih ke gerakan kaki dengan pola hitungan yang sama.

Dengan melakukan senam ini insyaAllah banyak manfaat yang Alif dapatkan. Manfaat utama adalah menjaga stamina badannya. Selain itu, pelan-pelan Alif mulai mengenal angka dan konsep dasar berhitung. Dan mudah-mudahan, dengan senam ia menjadi lebih happy.

#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIIP
#ILoveMath
#MathAroundUs

Selasa, 28 November 2017

Tantangan Level 6: Math Around Us #5

Di understood.org dijelaskan bahwa salah satu cara stimulus matematika bagi bayi adalah dengan cara mengajarinya untuk memprediksi urutan sebuah kejadian. "Begin to predict the sequence of events (running water means bath time)", begitu katanya.

Membaca kalimat tersebut saya manggut-manggut. Pantas mata Alif selalu dikedip-kedipkan tanda waspada tiap kali dia mendengar suara tangan saya mengambil air di bak mandi untuk saya sapukan ke wajahnya sebelum mandi. Mungkin ia paham kebiasaan saya mencipratkan air dari bak mandi untuk disapukan ke wajahnya. Oleh karenanya, dia langsung memasang wajah siaga ketika tangan saya sudah meraih air.

Agar Alif semakin pintar memprediksi urutan kejadian, hari ini saya memberinya beberapa stimulus. Tadi, sebelum neneknya sholat asar, saya katakan pada Alif, "Tu dek, Mbah Uti pakai mukena. Itu artinya mbah Uti mau sholat." Saya ulangi sekali lagi, " Mbah Uti mau apa dek?" Sebelum neneknya sholat Maghrib, saya menjelaskan hal yang sama pada Alif.

Selain itu, sejak beberapa hari yang lalu (sebelum menerima materi level 6), saya sebenarnya tanpa sadar sudah memberikan stimulus semacam ini. Setiap Alif mendengar suara air yang neneknya nyalakan untuk Alif mandi pagi, saya selalu katakan, "Mbah Uti lagi nyiapin air dek. Habis ini dedek dimandiin umi ya,"

Termyata hal-hal sederhana semacama itu bisa menstimulus kecerdasan matematika pada bayi ya!

#Tantangan10Hari
#Level6
#KulianBunsayIIP
#ILoveMath
#MathAround

Minggu, 26 November 2017

Tantangan Level 6: Math Around Us #4

Alif sudah bau tangan! Begitu kata orang-orang, menyebut Alif yang sering minta digendong. Alif juga sering baru bisa tidur setelah digendong sambil diayun-ayun dan dinyanyikan lagu anak-anak.

Salah satu lagu favorit saya adalah lagu tentang berhitung. Saya lupa apa judulnya. Liriknya seperti ini:

Satu, dua, tiga, empat
Lima, enam, tujuh, delapan
Siapa rajin ke sekolah
Cari ilmu sampai dapat
Sungguh senang, amat senang
Bangun pagi-pagi sungguh senang

Karena kebetulan tantangan level 6 Kelas Bunda Sayang adalah tentang menstimulus kecerdasam matematika pada anak, hari ini saya mengulang-ulang lagu di atas pada Alif. Sambil menyanyi, saya tunjukkan jari-jari saya sesuai jumlah angka yang saya sebutkan. Begitu terus saya ulang-ulang diselingi obrolan-obrolan tentang angka. Nampaknya, Alif memperhatikan apa yang saya lakukan.

Selain menyanyi lagu tentang angka-angka, hari ini kami juga mengulang kembali kegiatan menghitung jumlah kamar di kos yang kami tempati. Satu persatu kamar kami hitung sambil saya tunjukkan tulisan angka di masing-masing pintu.

#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIIP
#ILove Math
#MathAroundUs

Sabtu, 25 November 2017

Tantangan Level 6: Math Around Us #3

Setelah mengikuti diskusi tantangan level 6 ini, saya baru tahu bahwa ada banyak cara menstimulus kecerdasan matematika pada bayi. Salah satu caranya adalah, mulai mengenalkan pemahaman tentang sebab-sebab sederhana beserta efek yang ditimbulkannya. Sebagai contoh, menggoyangkan boneka rattle bisa menimbulkan suara.

Sejak Alif berusia 2 bulan saya sudah membelikannya boneka dan kaos kaki rattle. Boneka berbentuk gajah tersebut menimbulkan 3 suara yang berbeda. Ketika badannya dipencet, dia mengeluarkan suara "ngek-ngek". Ketika telinganya diremas, suara "kresek-kresek" yang dihasilkan. Lalu, ketika badannya digoyangkan, akan berbunyi "krincing-krincing".

Mainan ini mampu mengalihkan perhatian Alif ketika ia mulai bosan. "Nih dek, pegang telinganya! Keluar bunyi kresek-kresek kan?" Lalu saya ganti dengan bunyi lainnya. Begitu seterusnya berganti-ganti.

Selain bermain boneka rattle, hari ini saya juga memakaikan kaos kaki rattle pada Alif. "Nih dek, bunyi krincing-krincing kan?" kata saya pada Alif sambil menggoyangkan kakinya. Mungkin karena bunyi yang dihasilkan kaos kaki ini tidak terlalu besar, Alif jadi kurang memperhatikan.

Ternyata, mainan sederhana semacam itu mampu menstimulus kecerdasan matematikan pada bayi. Besok insyaAllah kita lanjut ke permainan lainnya ya Dek!

#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIIP
#ILoveMath
#MathAroundUs

Jumat, 24 November 2017

Tantangan Level 6: Math Around Us #2

Hari ini target belajar Alif adalah mengenal konsep ukuran besar dan kecil. Alif saya dudukkan di pangkuan saya. Tangan kirinya menggenggam tangan kiri saya. Saya memulai dengan menunjuk kedua tangannya, "ini tangan", berulang-ulang.

Lalu saya menambahkan, "Ini tangan dedek, ini tangan ummi," berulang-ulang. Saya kemudian mulai menunjukkan ukuran, "Tangan dedek kecil ya? Tangan ummi besar. Nih lihat!" Begitu seterusmya berkali-kali.

Selesai mengeksplore tangan sebagai alat peraga, saya beralih ke kaki. Metodenya sama persis dengan saat menggunakan tangan.

Melihat Alif duduk manis menyimak setiap perkataan saya dan matanya mengikuti gerakan tangan saya, saya sudah cukup puas. Untuk bayi seusia Alif, ia mungkin belum bisa mencipkatan moment "aha" yang jelas terlihat. Tapi saya yakin, apa yang kami pelajari hari ini, kelak tetap bermanfaat untuknya.

#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIIP
#ILoveMath
#MathAroundUs

Kamis, 23 November 2017

Tantangan Level 6: Math Around Us #1

Tanggal 24 November Alif tepat berusia 4 bulan. Milestone perkembangan Alif yang mulai nampak jelas terlihat adalah bisa tengkurap sendiri, mengorol agak lama dan menunjukkan preferensinya pada sesuatu.

Membaca materi dan tantangan level ini, yaitu tentang bagaimana menstimulus matematika pada anak, saya berfikir keras. Apa yang bisa saya lakukan untuk Alif? Dan apakah Alif akan mengerti dengan apa yang saya lakukan.

Pagi-pagi setelah Alif mandi dan menyusu, saya gendong dia sambil jalan-jalan keluar kamar. Saya mengajaknya untuk menghitung jumlah kamar di kos yang saat ini kami tinggal. Kebetulan setiap kamar diberi tulisan nomor kamar yang cukup besar dan terlihat oleh Alif.

"Kita hitung dari kamar Alif ya. Kamar Alif nomor 1. Lalu nomor 2 kamar Tante Ega." Saya meneruskannya sambil berjalan ke kamar yang kami tunjuk. Saya ulangi begitu sampai 3 kali hitungan. Ekor mata Alif selalu mengikuti tangan saya ketika menunjuk kamar-kamar tersebut.

Saya tidak tau apakah Alif paham dengan apa yang baru kami lakukan. Tapi saya percaya bahwa stimulus ini tersimpan dalam memori otaknya. Suatu saat nanti pasti akan ia keluarkan di saat yang tepat.

#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIIP
#ILoveMath
#MathAroundUs

Minggu, 19 November 2017

Aliran Rasa Game Level 5

Saya tidak ingat sejak kapan saya mulai suka membaca buku. Sebagai anak desa, masa kecil saya tidak dihiasi dengan warna-warni buku bacaan laiknya anak-anak kota zaman now. Bermain di sawah, sungai, lapangan, itu keseharian saya sepulang sekolah.

Saat kelas 2 SMP, entah oleh pratanda apa, guru Bahasa Jawa menunjuk saya untuk mengikuti lomba story telling tingkat kabupaten. Tau-tau saya bliau sodori beberapa lembar naskah cerita yang harus saya hafalkan lalu saya ceritakan di acara lomba. Singkat cerita, saya mendapat Juara II.

Berbekal kemenangan itu, saat kelas 3 SMP, Guru Bahasa Indonesia menunjuk saya untuk mengikuti lomba sinopsis roman. Kala itu pilihannya (kalau saya tidak salah ingat) roman berjudul Belenggu karya Armin Pane dan Harimau-Harimau karya Muchtar Lubis. Saya yang masih belia justru memilih Roman Belenggu yang notabene ceritanya sangat dramatis. Singkat kata lagi, saya kembali menang di tingkat kabupaten.

Sejak saat itu, saya mulai suka membaca roman-roman lainnya. Semakin bertambah usia, buku-buku bacaan saya pun semakin beragam. Awalnya hanya meminjam di perpustakaan, lama-lama saya rela menyisihkan uang untuk membeli buku.

Adalah suatu kesyukuran saya dipertemukan dengan guru-guru yang telah menjadi jalan saya menyukai dunia literasi. Tabarakallah untuk Guru Bahasa Jawa saya (Bapak Jangkung Suwargono), Ibu Guru Bahasa Indonesia (mohon maaf saya lupa nama beliau) dan Bapak Aris Yunanto (Guru Sosiologi SMP yang sering meminjami saya buku-buku bergizi).

Kini, setelah saya berkeluarga dan punya anak, saya ingin sekali menghiasi masa kecil anak-anak saya dengan buku-buku cerita. Bahkan sebelum Alif, putra sulung saya lahir, saya sudah membelikannya aneka rupa buku cerita. Saat Alif masih dalam kandungan, saya sering membacakan cerita untuknya.

Adanya Game Level 5 ini, saya menjadi semakin tau banyak hal tentang dunia literasi. Saya pun semakin bersemangat untuk membacakan cerita untuk Alif. Semoga saya konsisten. Aamiiin.

Sabtu, 11 November 2017

Tantangan Level 5: Iqra! Bacalah! #10

Pagi hingga sore hari tadi Alif cukup kooperatif. Pagi hari, saya kembali membacakan buku "Cerdas dan Shaleh Bersama Hafiz". Kali ini, cerita yang saya bacakan untuknya adalah cerita tentang Nabi Idris AS. Lalu, sore hari setelah saya pulang kerja, sembari saya pangku dengan posisi Alif setengah duduk, saya bacakan buku favoritnya, high contrast book yang berjudul "Aku".

Bayi sekecil Alif mungkin belum mengerti apa yang saya bacakan untuknya. Tapi saya keukeh mengajaknya membaca buku. Semoga ini bisa menjadi pembiasaan baik baginya sehingga suatu saat nanti tumbuh kesukaan Alif pada dunia literasi.

#GameLevel5
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingtoChangeIMustChangeFirst

Kamis, 09 November 2017

Tantangan Level 5: Iqra! Bacalah! #9

Selain membaca buku bersama saya, Alif biasanya juga membaca buku bersama neneknya. "Hari ini udah baca buku apa dek?", tanya saya Alif. Lalu neneknya mewakili menjawab, "Baca buku tentang Aku, Mi."

High contrast book berjudul "Aku" ini sudah menjadi buku favorit Alif. Di halaman ke-2, ada lingkaran terbuat dari bahan seperti cermin sehingga Alif bisa melihat cerminan wajahnya di sana. Nampaknya, Alif suka melihat wajahnya dalam kertas cermin tersebut.

Selain itu, Alif menyukai buku ini sepertinya karena adanya paduan warna yang sangat kontras pada tiap-tiap halamannya. Saat satu persatu halaman buku saya buka dan bacakan, Alif melihatnya agak lama. Kadang ia sapukan pandangan matanya pada warna dan bentuk gambar yang berbeda-beda itu. Mungkin dalam benaknya, ia bertanya, " Ini gambar apa ya?Kok bagus banget." Hehe.

#GameLevel5
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst

Tantangan Level 5: Iqra! Bacalah! #8

Beberapa hari yang lalu, Alif dibelikan boneka Hafiz oleh abinya. Sampai dengan hari ini, Rabu 8 November, kami masih fokus mencoba semua fitur suara yang ada dalam boneka tersebut. Saya kemudian teringat bahwa ada Buku Hafiz yang menyertai boneka ini. Seketika saya membuka plastik pembungkus bukunya, saya baru tau bahwa buku ini berisi teks yang diaudiokan oleh Boneka Hafiz.

Buku ini menggunakan bahan kertas yang bagus dan berwarna-warni. Tidak melulu teks saja, tetapi disertai ilustrasi yang menarik. Saya lalu membacakan cerita pertama, yaitu cerita berima tentang Nabi Adam AS, pada Alif.

Cerita berima hanya terdiri dari 3 bait saja kemudian dijelaskan dalam narasi yang lebih panjang, 2-3 halaman penuh. Mengingat rentang konsentrasi Alif yang masih sangat pendek, saya belum membacakan cerita penjelasannya. Saya hanya membacakan cerita berima lalu menambahinya dengan obrolan.

#GameLevel5
#Tantangan10Hari
#KelasBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst

Selasa, 07 November 2017

Tantangan Level 5: Iqra! Bacalah! #7

Sesungguhnya, membacakan buku untuk Alif membuat pengetahuan saya semakin bertambah. Selain itu, dari buku-buku Alif saya jadi semacam diingatkan kembali pada pengetahuan yang sebelumnya sudah saya dapatkan.

Seperti hari ini, saya membacakan cerita berjudul Mengurangi Timbangan di Rubrik Permata Majalah Ummi. Cerita tersebut disarikan dari Quran Surat Al Muthaffifin ayat 1-4. Membacakan cerita tersebut pada Alif mengingatkan saya agar selalu berlaku jujur.

#GameLevel5
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst

Senin, 06 November 2017

Tantangan Level 5: Iqra! Bacalah! #6

Lagi-lagi hari ini saya pulang malam. Sampai di rumah, Alif sedang bermain dengan neneknya. Karena hari ini saya tugas di lapangan, sampai rumah saya langsung mandi baru kemudian "memegang" Alif.

Malam ini kami membaca Rubrik Permata yang ada di Majalah Ummi. Cerita yang kami baca adalah tentang laba-laba. Karena dalam rubrik ini tidak ada banyak gambar, saya biasanya banyak berimprovisasi sembari membacakannya untuk Alif. Mungkin karena Alif sudah mengantuk, sesi membaca buku kali ini hanya kami lakukan beberapa menit saja. Tapi, semoga ini tetap bermanfaat untuk membiasakan Alif membaca buku.

#GameLevel5
#Tantangan10Hari
#KelasBunsayIIP
#ForThingsToChangeIMustChangeFirst

Minggu, 05 November 2017

Tantangan Level 5: Iqra! Bacalah! #5

Semakin hari, Alif menunjukkan minatnya pada buku yang saya bacakan. Hari ini saya membacakan buku, "Khadijah, Muslimah Pertama." Setiap saya menunjukkan gambar yang ada dalam buku tersebut, ekor mata Alif mengikuti tangan saya. "Ini, unta yang membawa dagangan Khadijah. Banyak ya dek!" Saya lalu menghitung jumlah unta yang tergambar. Pandangan mata Alif mengikuti gerakan tangan saya.

Melihat Alif yang sudah mulai belajar meraih benda-benda di sekitarnya, hari ini saya mulai menyentuhkan tangan Alif pada buku yang saya bacakan. Dengan berlatih memegang buku, mudah-mudahan koordinasi jari-jemari Alif semakin berkembang.

#GameLevel5
#Tantangan10Hari
#KelasBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst

Tantangan Level 5: Iqra! Bacalah #4

Di hari ke-4 ini, saya membacakan buku "Umar, Sang Penolong". Kali ini rentang konsentrasi Alif nampaknya sedikit lebih lama. Sembari membacakan buku, saya imbuhi bumbu-bumbu cerita tentang Umar yang selama ini sudah pernah saya dengar.

Sifat Umar yang pemberi, saya jadikan sebagai tema obrolan dengan Alif sampai beberapa menit setelah buku saya bacakan. "Alif kan anak laki-laki, harus jadi pemberani seperti Umar ya Nak", kata saya pada Alif."

#GameLevel5
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst

Jumat, 03 November 2017

Tantangan level 5: Iqra! Bacalah! #3

Masih seperti kemarin, hari ini saya pulang petang. Terkadang saya merasa sedih jika harus meninggalkan Alif terlalu lama seperti ini. Praktis saya melewatkan banyak milestone perkembangan Alif. Tapi kemudian saya ingat alasan saya bekerja di ranah publik. Kedepannya, sepertinya saya perlu mengatur waktu dan jenis pekerjaan agar bisa lebih lama membersamai Alif (dan adik-adinya).

Waktu kebersamaan yang terbatas ini membuat saya menyusun prioritas kegiatan apa saja yang harus saya lakukan bersama Alif. Salah satu prioritas tersebut adalah membaca buku, bahkan sebelum kami memasuki tantangan level 5 ini.

Sore ini, selepas saya mandi dan sholat maghrib, saya membacakan buku berjudul "Hamzah, Singa Allah". Alif memperhatikan gambar yang saya tunjuk dalam buku tersebut. Namun, sebelum buku selesai saya bacakan, Alif sudah gelisah minta digendong. Saya bujuk-bujuk ia untuk menyelesaikan buku tersebut. Akhirnya, buku selesai kami baca.

#GameLevel5
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst

Kamis, 02 November 2017

Tantangan Level 5: Iqra! Bacalah #2

Hari ini saya tiba di rumah pukul 18.45. Alif masih belum tidur. Setelah bersih-bersih sebentar, saya langsung menghampiri Alif. Saya meminta maaf pada Alif karena harus kembali pulang malam. Pada Alif saya ceritakan apa saja yang hari ini saya kerjakan di kantor.

Alif nampak memperhatikan apa yang saya katakan. Saya memang sering mengajak Alif mengobrol meskin mungkin ia belum memahami perkataan saya. Setelah membaca tahapan berbahasa di materi Level 5, yaitu mendengar-berbicara-membaca-menulis, saya makin semangat mengajak Alif mengobrol. Semakin banyak kosakata yang Alif dengar dari saya, semoga bisa menstimulus kemampuan bicara Alif.

Setelah mengobrol sebentar, saya mengajak Alif untuk membaca buku. Buku yang saya ambil berjudul, "Abu Bakar Sang Penyabar". Saat lembar demi lembar halaman buku saya buka dan bacakan untuknya, Alif nampak memperhatikan. Sesekali saya juga mendekatkan buku tersebut pada tangan Alif untuk melatihnya meraih dan memegang benda.

Selesai buku kami baca, saya lalu menuliskan isi buku yang baru saja Alif baca itu ke dalam potongan kertas berbentuk bulat dan berwarna kuning seperti buah jeruk. Lalu, saya tempelkan kertas tersebut di pohon Literasi Alif. "Besok, kita lanjut lagi ya Dek", ucap saya pada Alif.

#GameLevel5
#Tantangan10hari
#KelasBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst

Rabu, 01 November 2017

Tantangan Level 5: Iqra! Bacalah!

Setelah 3 bulan tertatih-tatih beradaptasi dengan aktivitas sebagai ibu baru, terfikir oleh saya untuk mencoba kembali ke Kelas Bunda Sayang. Tak terasa, materi kelas sudah sampai pada materi ke -5, Menstimulus Anak agar Gemar Membaca. Bismillah, saya mencoba menjawab tantangan Level 5 ini.

Sejak Alif berusia 1,5 bulan, saya mulai membacakan buku cerita untuknya. Buku yang kami miliki baru seri Halo Balita, High Contrast Book dan Rubrik Permata di Majalah Ummi. Saya biasanya membakan buku untuk Alif di pagi hari dan atau sore hari setelah Alif mandi dan menyusu. Kedepannya, jadwal tersebut insyaAllah akan saya konsistenkan.

Sesuai dengan apa yang ditugaskan dalam Level 5 ini, saya membuat pohon literasi untuk menempelkan judul buku/materi apa saja yang sudah saya bacakan pada Alif setiap hari. Saya memanfaatkan kertas kado sisa untuk membuat pohon (batang dan daun) literasinya. Sementara untuk buahnya, saya memakai kertas bufalo warna-warni. Pada gambar buah tersebut saya tuliskan pengetahuan apa saja yang ada dalam buku yang Alif baca. Pada buah pertama yang kami tempelkan hari ini, saya tuliskan isi High Contrast Book berjudul "Aku" yang tadi sore (dan hari-hari sebelumnya) sudah saya bacakan untuk Alif.

Dengan demikian, game level 5 baru saja kami mulai. Mudah2an kami istiqomah di hari-hari selanjutnya walaupun di akhir tahun anggaran seperti ini kesibukan kantor tengah mendera.

*maaf bahasa saya kadang-kadang lebai seperti ini. :-D

#GameLevel5
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst

Sabtu, 22 Juli 2017

Melatih Kemandirian #5

Seperti yang saya tuliskan pada postingan sebelumnya, PR terbesar saya dalam melatihkan kemandirian pada Dana adalah melatihkan kemandirian beribadah. Selama ini Dana masih harus diingatkan untuk mengerjakan sholat 5 waktu.

Kemarin siang, saya mencoba berbicara baik-baik pada Dana. Saya gunakan teknik komunikasi produktif padanya. Dengan intonasi yang lembut, saya katakan pada Dana, "Nanti kalau udah merantau kerja, siapa yang mau ingetin Dana buat sholat?" Dana menjawab, "Iya Mbak, nanti Dana sholat kok.

"Anak laki- laki sebenarnya lebih baik sholat di masjid, Dek." Dana diam, saya melanjutkan, "Coba yuk dibiasain sholat di masjid." Tanpa saya duga, jawaban yang Dana berikan adalah, "Ya Mbak, nanti maghrib & isyak Dana mulai sholat ke Masjid."

Saat waktu maghrib tiba, tanpa saya ingatkan, Dana berangkat ke Masjid. Begitu pun saat isyak. Dalam hati saya hanya bisa berdoa, " Semoga istiqomah ya dek."

#level2
#day5
#bunsayIIP
#melatihkemandirian
#tantangan10hari

Melatih Kemandirian #5

Seperti yang saya tuliskan pada postingan sebelumnya, PR terbesar saya dalam melatihkan kemandirian pada Dana adalah melatihkan kemandirian beribadah. Selama ini Dana masih harus diingatkan untuk mengerjakan sholat 5 waktu.

Kemarin siang, saya mencoba berbicara baik-baik pada Dana. Saya gunakan teknik komunikasi produktif padanya. Dengan intonasi yang lembut, saya katakan pada Dana, "Nanti kalau udah merantau kerja, siapa yang mau ingetin Dana buat sholat?" Dana menjawab, "Iya Mbak, nanti Dana sholat kok.

"Anak laki- laki sebenarnya lebih baik sholat di masjid, Dek." Dana diam, saya melanjutkan, "Coba yuk dibiasain sholat di masjid." Tanpa saya duga, jawaban yang Dana berikan adalah, "Ya Mbak, nanti maghrib & isyak Dana mulai sholat ke Masjid."

Saat waktu maghrib tiba, tanpa saya ingatkan, Dana berangkat ke Masjid. Begitu pun saat isyak. Dalam hati saya hanya bisa berdoa, " Semoga istiqomah ya dek."

#level2
#day5
#bunsayIIP
#melatihkemandirian
#tantangan10hari

Kamis, 20 Juli 2017

Melatih Kemandirian #4

Di hari ke-4 ini, saya masih melatihkan kemandirian pada Dana (19 tahun). Sesuai kesepakatan hari sebelumnya, tugas harian Dana adalah mencuci piring di sore hari. Alhamdulillah, kemarin ia mengerjakan pekerjaan tersebut tanpa diingatkan.

Di luar itu, ternyata sampai pagi ini Dana masih konsisten membersihkan tempat tidurnya seketika setelah bangun di pagi hari. Alhamdulillah, tidak ada lagi drama saya mengomel saat mengingatkan Dana untuk membersihkan tempat tidurnya.

PR kemandirian terbesar yang mesti saya latihkan pada Dana adalah kemandirian beribadah. Sampai hari ini, Dana masih sering menunda waktu sholat. Saya atau ibu masih harus mengingatkan Dana untuk mengerjakan ibadah wajib 5 waktu tersebut. Semoga kedepannya Dana bisa lebih bertanggung jawab pada ibadah wajibnya.

#day4
#level2
#bunsayIIP
#melatihkemandirian
#tantangan10hari

Selasa, 18 Juli 2017

Melatih Kemandirian #3

Melatihkan kemandirian pada Dana ternyata secara tidak langsung membuat saya sekaligus kembali mempraktikkan ilmu komunikasi produktif. Sebagai anak yang memiliki sifat agak keras, Dana tidak bisa menerima semua kata-kata yang ia dengar dari orang-orang sekitar. Perlu dipilih diksi, ekspresi, intonasi dan waktu yang tepat agar kata-kata saya bisa diterima oleh Dana.

Seharian ini waktu saya tersita untuk mengerjakan tugas kantor yang harus saya kerjakan meskipun saya sedang cuti hamil. Ini membuat saya tidak sempat menyapu lantai di sore hari. Saya kemudian meminta tolong Dana untuk menyapu. Awalnya Dana menolak. Dia berkelit bahwa kami tadi pagi sudah sepakat tentang tugas masing-masing: Dana menyiram tanaman singkong dan mencuci piring, saya menyapu halaman dan lantai, dan Ibu memasak.

"Dek, Mbak kan lagi capek. Mbak minta tolong Dana yang nyapu lantai sore ini ya," pinta saya pada Dana. Meski dengan ekspresi agak keberatan, diambilnya sapu  dan disapunya lantai. "Makasih ya Dek", saya tersenyum padanya.

#level2
#day3
#bunsayIIP
#melatihkemandirian
#tantangan10hari

Senin, 17 Juli 2017

Melatih Kemandirian #2

Tadi malam, disela-sela mengobrol dengan Dana (19 tahun) saya kembali mengingatkannya tentang kesepakatan yang telah kami buat, yaitu bahwa dia akan selalu membereskan alas dan perlengkapan tidurnya seketika setelah ia bangun pagi. Dana mengiyakan.

Syukur alhamdulillah, tadi pagi ia mengerjakan kesepakatan tersebut. Ketika saya mengecek ruang tengah, tempat ia tidur semalam, kondisinya sudah menjadi rapih. Semoga hari-hari berikutnya Dana dengan sukarela mengerjakan kesepakatan tersebut lagi.

Kondisi saya yang sedang hamil 9 bulan membuat saya menghadapi keterbatasan dalam mengerjakan beberapa hal. Salah satunya adalah menyirami tanaman singkong di kebun. Beberapa hari belakangan ini saya meminta tolong Dana untuk menyirami tanaman singkong tersebut. Dana mengerjakannya walau belum setiap hari.

Kemarin sore setelah Dana mengerjakan tugas tersebut, saya meminta Dana untuk mengerjakan tugas tersebut setiap sore. "Kita bagi-bagi tugas ya dek", kata saya pada Dana. Dana mengiyakan tetapi ada sedikit ekspresi keberatan di wajahnya.

Kondisi Dana yang sudah berusia 19 tahun, baru saja lulus SMA namun belum punya kemandirian ini membuat saya dan ibu merasa agak khawatir. Oleh karena itu, kami terus mencoba melatihkan kemandirian padanya sembari terus berdoa pada Allah SWT semoga Dana menjadi semakin lebih baik setiap hari.

#day2
#level2
#busayIIP
#melatihkemandirian
#tantangan10hari

Minggu, 16 Juli 2017

Melatih Kemandirian #1

Dua minggu ini saya sudah memasuki masa cuti melahirkan. Karena berencana melahirkan di kampung halaman, sejak libur lebaran saya tidak kembali ke Jakarta tetapi tinggal di rumah Ibu.

Sehari-hari, di kampung halaman Ibu tinggal bersama keponakannya (anak adiknya). Sejak kecil anak ini memang sudah beberapa kali dititipkan kepada Ibu saya karena kondisi rumah tangga adik ibu yang broken home.

Kondisi ini membuat Dana (19 tahun), keponakan ibu, mengalami masalah emosional dan kemandirian. Salah satu masalah kemandirian yang dialami Dana adalah tidak mau merapikan tempat tidur setiap bangun pagi. Dan yang paling menjengkelkan, Dana sering tidur di ruang tengah, tepatnya di depan TV karena malamnya suka menonton TV, terutama acara sepak bola.

Setelah bangun tidur Dana langsung beraktivitas dan hampir selalu tidak mau merapikan ruang tengah. Ibu sudah berkali-kali menasihati Dana, tapi Dana hanya sesekali mengerjakan perintah Ibu. Selebihnya Dana "lupa" lagi.

Pagi ini saya membuat kesepakatan dengan Dana. Isinya, Dana akan merapikan tempat tidurnya setiap pagi, terutama jika dia tidur di ruang tengah. Pagi ini dia mengerjakan kesepakatan tersebut. Besok dan seterusnya? Kita lihat nanti.

#day1
#level2
#bunsayIIP
#melatihkemandirian
#tantangan10hari

Sabtu, 24 Juni 2017

Aliran Rasa Komunikasi Produktif

Tak sedikit buku-buku tentang manajemen keluarga telah saya beli dan baca. Dari sana teori-teori telah saya pelajari. Saya menjadi tahu banyak hal.

Namun, menjadi tahu saja ternyata belum cukup. Hal yang lebih penting adalah bisa menerapkan apa-apa yang sudah saya tahu itu ke dalam kehidupan nyata. Di kelas Bunda Sayang ini saya "dipaksa" untuk menerapkan ilmu yang saya peroleh menjadi aksi nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Sebulan mempelajari materi Komunikasi Produktif di kelas Bunda Sayang ini, saya mendapat banyak sekali keterkejutan. Beberapa kali saya mesti mengucapkan kata "ternyata"

Ternyata, menerapkan satu rumus Komunikasi Produktif saja pun, yaitu 7-38-55, bisa memberikan efek positif pada pola komunikasi antara saya dengan suami. Ternyata, jika saya "dipaksa" untuk menerapkan ilmu yang saya pelajari, ilmu tersebut bisa lebih terinternalisasi dalam alam bawah sadar saya sehingga ketika saya berhadapan dengan situasi tertentu, saya reflek menerapkan materi tersebut. Ternyata, walaupun anak saya belum lahir, saya berhasil menerapkan teori komunikasi produktif pada anak senior saya di kantor.

Saya ingin terus menerapkan materi komunikasi produktif ini dalam kehidupan nyata. Tantangan kedepannya adalah menerapkannya pada skala yang lebih luas, yaitu keluarga besar saya dan suami. Semoga saya bisa.

#AliranRasa
#Komunikasi produktif

Jumat, 09 Juni 2017

Kalimat Positif - Komunikasi Produktif #10

Tiga hari kemarin suami saya mendapat tugas lapangan untuk mendampingi petugas provinsi memverifikasi calon penerima bantuan ternak dan lahan penanaman pakan ternak. Malam ini saya menanyakan kepada suami tentang detail  pelaksanaan kegiatan tersebut.

Mendengar penjelasan suami, saya kemudian menanggapi, "Semoga bantuannya gak salah sasaran ya Mas." Saya merasa ada yang kurang tepat dengan kalimat yang baru saja saya ucapkan. Saya teringat salah satu kaidah dalam komunikasi produktif yaitu, mengatakan apa yang diharapkan dengan kalimat postitif.

Saya segera meralat kalimat saya. "Bukan itu kalimat yang seharusnya aku ucapkan Mas. Tapi gini, semoga bantuannya tepat sasaran ya Mas."

Setelah benar-benar saya resapi, penggunaan kalimat positif ternyata akan menciptakan imajinasi yang positif, begitu pula sebaliknya. Dengan mengatakan, "Semoga bantuannya tepat sasaran", otak kita akan membayangkan bantuan yang tepat sasaran. Lain halnya jika kita mengatakan, "Semoga bantuannya gak salah sasaran", maka justru otak kita akan membayangkan bantuan yang salah sasaran.

#level1
#day10
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Kamis, 08 Juni 2017

Coklat dari Ghifari - Komunikasi Produktif #9

Seperti hari kemarin, setelah jam penitipan anak berakhir, senior saya membawa Ghifari, putra semata wayangnya ke ruang kerja kami. Masih sama seperti kemarin juga, hari ini kami pulang agak lembur karena cukup banyak pekerjaan menanti diselesaikan.

Saat masuk ruangan, Ghifari membawa setoples coklat. Spotan saya bertanya, "Apa yang Abang bawa?" Ghifari pun menjawab singkat, "coklat".

"Boleh Tante Dita minta satu?", tanya saya dengan nada lembut dan senyum manis ke arahnya. " Boleh!", jawab Ghifari yang kemudian diiringi gerakan tangannya membuka tutup toples berisi coklat itu.

"Waaa... Makasih banyak ya Abang," kata saya setelah menerima coklat dari Ghifari. Tak disangka, anak ini kemudian membagi-bagikan coklat yang ia bawa itu kepada orang-orang yang ada di ruang kerja kami. Semua orang pun menerima dengan senang hati dan membalasnya dengan ucapan terima kasih.

Setelah membagi-bagikan coklat, Ghifari duduk di kursi sebelah saya. Saya lalu berkata, "Abang baik ya, mau berbagi coklat buat banyak orang." Tak ada respon kata-kata darinya, hanya seuntai senyum ke arah saya.

#level1
#day9
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Rabu, 07 Juni 2017

Suatu Sore Bersama Ghifari - Komunikasi Produktif #8

Hari ini saya mencoba mempraktikkan Komunikasi Produktif kepada Ghifari (5 tahun), anak salah seorang senior saya di kantor.

Setelah mengabiskan 1 kotak susu UHT kemasan kecil, Ghifari meletakkan bungkusnya di karpet tempat dia duduk. Melihat itu, saya kemudian berkata, "Abang Ghifari, bolehkan Tante Dita minta tolong?" Anak yang baru akan bersekolah di TK ini justru kembali bertanya, "Minta tolong apa?" Saya mengulangi pertanyaan saya sehingga Ghifari menggangguk.

"Ini sampah kan, Bang?" kata saya sambil menunjuk pada bungkus susu UHT. "Iya," jawabnya singkat. "Bolehkah Tante Dita minta tolong Abang untuk membuang sampah ini ke tempat sampah?" Di luar dugaan, anak ini dengan cepat merespon, "Iya, ini juga sampah, dibuang juga?" sambil menunjuk bungkus biskuit. "Iyaa, minta tolong ya abang".

Selesai Ghifari membuang sampah, saya mengajaknya "tos". Ia pun menyambut dengan semangat. "Abang pintar ya, sudah bisa membuang sampah pada tempatnya", kata saya sambil tersenyum pada Ghifari.

Dalam satu kesempatan tersebut, saya bisa langsung menerapkan 3 kaidah komunikasi dengan anak yaitu KISS (Keep Information Short and Simple), menggunakan intonasi yang ramah dan memberikan pujian. Saya senang karena ketiga kaidah tersebut berhasil membuat Ghifari memberikan respon positif.

#level1
#day8
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Selasa, 06 Juni 2017

Tidak Sulit, Tapi Menarik - Komunikasi Produktif #7

Saat menghadapi situasi yang kurang menyenangkan, sebagaian orang akan memberikan respon negatif. Demikian juga saya selama ini.

Hari ini, saya menghadapi situasi yang kurang menyenangkan di kantor. Karena saya sudah belajar tentang salah satu point penting dalam Komunikasi Produktif, yaitu mengubah kata "sulit" menjadi "menarik", maka saya kemudian berusaha menangkis hal yang kurang menyenangkan tersebut. Bersama teman saya, saya memilih menertawakan hal tersebut. Kami jadikan hal tersebut sebagai bahan lelucon pengusir penat.

Bagi saya, bisa tetap tenang saat menghadapi situasi yang sulit/kurang menyenangkan adalah sesuatu yang masih perlu terus saya latih. Terlebih lagi saat mengomunisakan hal ini pada suami. Sebagai orang yang punya kecenderungan menceritakan apapun (termasuk cerita yang kurang menyenangkan) kepada suami, saya mesti lebih banyak belajar bagaimana mengomunikasikan ini dengan bahasa dan intonasi yang tepat agar tidak mempengaruhi emosi suami.

#level1
#day7
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Senin, 05 Juni 2017

Saya Mau Cari Tahu - Komunikasi Produktif #6

Salah satu dokumen yang harus saya persiapkan untuk pengajuan mutasi adalah Daftar Riwayat Pekerjaan. Tadi malam saya dan suami sempat membahas tentang ini dan kami memang sama-sama tidak yakin seperti apakah dokomen tersebut. Daripada berlama-lama dalam ketidaktahuan, saya  kemudian berkata dengan kalimat produktif, "Besok aku cari tahu ya Mas."

Maka, hari ini pun saya temukan jawabannya. Langsung saja saya membuatnya dan mengirimkannya kepada suami. "Mas, boleh minta tolong tanyakan pada orang BKD apakah ini udah benar?" Suami mengiyakan. Berselang beberapa jam, ada pesan masuk dari suami saya, "Daftar Riwayat Pekerjaannya udah benar, Sayang."

Saya senang. Ternyata, berkomunikasi menggunakan kalimat produktif, intonasi dan ekspresi yang tepat dapat membantu memperlancar pekerjaan. Kami bisa lebih efektif berdiskusi membahas sesuatu. Selanjutnya, kami bisa langsung action mengerjakannya.

#level1
#day6
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Minggu, 04 Juni 2017

Kabar Penting - Komunikasi Produktif #5

Hari Ahad setelah dzuhur adalah waktu dimana suami saya menghabiskannya dengan istirahat siang (baca:tidur). Siang ini, saya memiliki kabar yang harus saya sampaikan kepada suami saat itu juga, tidak bisa ditunda lagi. Selain itu, saya memerlukan persetujuan suami tentang apa yang akan saya putuskan saat itu.

Saya berniat untuk segera menelpon suami. Di satu sisi, mungkin saya melanggar salah satu kaidah komunikasi produktif yaitu, "memilih waktu yang tepat". Siang seperti ini suami saya pasti sedang bersiap untuk tidur siang. Tepatkah jika saya menyampaikan kabar penting ini saat ini juga?

Pelan-pelan saya memulai pembicaraan, "Sudah mau tidur siang ya Sayang?" Suami mengiyakan. "Hmm.. bolehkan aku menyampaikan sesuatu yang penting sekarang? Sebentaaar saja", bujuk saya pada suami. "Iya, boleh." Saya pun mulai bercerita dengan suara lembut namun singkat.

Akhirnya suami pun memberikan persetujuan. "Makasih banyak ya Sayang. Pun monggo tidur siang lagi", saya mengakhiri pembicaraan.

Ternyata, jika kita pintar memilih kata, intonasi dan ekspresi yang tepat, lawan bicara pun akan menanggapi dengan baik. Jika kita tambahkan dengan "pemilihan waktu yang tepat" bisa jadi respon yang kita terima pun akan setingkat lebih baik.

#level1
#day5
#tantangan10hari
#komunikasi produktif
#kuliahbunsayiip

Sabtu, 03 Juni 2017

Masalah Vs Tantangan - Komunikasi Produktif #4

Salah satu opsi yang akan saya dan suami ambil setelah saya melahirkan adalah mengurus mutasi saya dari kantor yang sekarang ke daerah dimana suami sekarang bertugas. Kami sudah mencari tahu segala persyaratan dan prosesnya. Dalam bayangan saya, sepertinya itu nampak rumit dan akan cukup menguras energi. Dengan kata lain, saya menganggap bahwa akan ada potensi masalah yang mesti kami hadapi.

Terngiang dalam benak saya kata-kata Bu Septi yang intinya, "Gantilah kata masalah dengan tantangan". Mendengar kata-kata tersebut saya kemudian berfikir bahwa saya perlu mengubah cara pandang saya terhadap segala yang saya khawatirkan di atas. Bahwa yang saya anggap sebagai masalah, mesti saya ganti dengan "tantangan".

Saya kemudian meraih ponsel dan segera menelpon suami. Setelah mengobrol beberapa tema, saya mulai masuk ke tema mutasi. Masih menggunakan kaidah 7-38-55, kami membahasnya. Meski dalam keadaan lemas (karena puasa hehe), saya mencatat satu persatu. Obrolan kami berakhir setelah suami tiba-tiba kedatangan pasien.

Meski obrolan kami belum tuntas, saya lega. Semoga kedepannya saya lebih optimis melihat masalah sebagai tantangan.

#level1
#day4
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kelasbunsayiip

Jumat, 02 Juni 2017

Kabar Kurang Menyenangkan - Komunikasi Produktif #3

Sore ini Bagian Kepegawaian di kantor saya mengabarkan bahwa cuti tahunan saya untuk lebaran tahun ini tidak disetujui. Alasannya adalah karena saya menggabungkan cuti tahunan dengan cuci bersalin yang mana ini secara peraturan tidak diperbolehkan. Peraturan yang mana? Naluri skeptik saya muncul. Tapi sudahlah, diiyakan dulu saja. Belum tepat waktunya untuk menyanggah. Nanti Senin diurus lagi.

Jujur, saya kecewa dengan kabar ini. Saya harus segera mengabarkannya pada suami agar kami segera mencari alternatif solusi. Bagi saya, mengomunikasikan sesuatu yang mengecewakan saya kepada pasangan adalah tantangan tersendiri. Sejak sore saya menyiapkan hati dan waktu yang tepat agar saya tidak larut dalam emosi saat menyampaikannya.

Saat suami menelpon, saya dengan lembut (sambil menekan rasa kecewa) memulai topik ini, "Aku ada kabar penting, Mas." Lalu suami menjawab, " Kabar apa, sayang?" Pelan-pelan saya menerangkan kabar tersebut secara detail. Di ujung sana suami menyimak. "Ya udah, gak apa2, sayang. Nanti coba diurus alternatif solusinya", saran suami saya menenangkan.

Dalam kehidupan rumah tangga, hampir tiap hari sepertinya kita akan dihadapkan dengan masalah-masalah yang menuntut untuk dikomunikasikan dengan cara yang tepat. Beruntung saya menerima pelajaran tentang 5 kaidah komunikasi produktif dengan pasangan ini. Baru satu saja yang saya praktikkan, yaitu kaidah 7-38-55, saya sudah bisa mengatasi tantangan komunikasi antara saya dengan suami.

#level1
#day3
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Kamis, 01 Juni 2017

Multi Tafsir - Komunikasi Produktif #2

Hampir setahun menjalani pernikahan jarak jauh dengan suami membuat saya berkesimpulan bahwa masalah komunikasi adalah salah satu hal penting yang perlu diperjuangkan. Komunikasi yang seringnya hanya bisa melalui media obrolan daring (WA/Line/ SMS) dan telepon, kadang menimbulkan interpretasi yang multi tafsir atau tidak sesuai dengan maksud komunikator. Bahkan, prasangka negatif terkadang datang membututi.

Setelah mempelajari materi Komunikasi Produktif di Kelas Bunda Sayang pekan ini, saya seolah mendapatkan jalan solusi permasalahan yang saya hadapi selama hampir setahun ini. Kaidah 7-38-55 sepertinya tepat untuk mengatasi masalah komunikasi saya dengan suami.

Pagi ini, saya membuka kembali history percakapan WA saya dengan suami.  Saya baru menyadari bahwa selama ini suami saya lebih sering menggunakan kata "sayang" daripada saya. Maka, mulai hari ini saya bertekad untuk lebih sering menggunkan kata "sayang" atau "cinta". Saya pun segera memulai percakapan melalui WA dengan suami saya,"Udah sahur, Sayang?" 

Hingga menjelang dzuhur, tak ada balasan dari suami saya. Saya sempat agak kecewa. Tapi, mungkin ini ujian untuk pelajaran komunikasi yang sedang saya praktikkan. Saya kemudian coba kembali mengirim pesan, "Gimana kabarnya, Abi Sayang?" Tak lama berjeda, datang balasan, "Alhamdulillah, Sayang." Hati saya berbunga-bunga. Berlanjutlah percakapan kami membahas tema-tema lain. 

Bagi saya, memilih diksi yang baik saat berkomunikasi dengan suami adalah kegiatan yang menarik sekaligus menyenangkan. Terbukti sudah bahwa umpan kata-kata positif akan melahirkan tanggapan kata-kata yang positif juga. Selain itu, meggunakan kata-kata positif ternyata membuat pikiran dan perasaan menjadi positif.

Walaupun pemilihan kata-kata hanya mengambil peran 7% dari keberhasilan sebuah komunikasi, bagi saya ini sudah sangat berarti karena kondisi saya yang berjauhan dengan suami. Ingin saya mempraktikkan bagian yang 35%, yaitu penggunakan intonasi yang tepat. Akan tetapi, belum bisa intens saya terapkan karena keterbatasan jam telepon dengan suami. Seperti hari ini, kami hanya baru sempat bertelepon beberapa menit saja. Sebisa mungkin saya menggunakan intonasi dan ekspresi yang lembut. Tidak ada saya lontarkan pertanyaan-pertanyaan bernada menyelidik, komplain atau semacamnya. 


#level1
#day2
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Rabu, 31 Mei 2017

Hari yang Melelahkan - Komunikasi Produktif #1

Sesiangan ini, di kantor terjadi masalah yang cukup menyita pikiran saya. Menjelang sore, ingin sekali saya "curhat" pada suami tentang hal tersebut. Saya membuka aplikasi WA, terlihat sejak pagi suami saya tidak membuka WA. Bahkan, pesan saya belum dibacanya. Saya mengela nafas, keinginan untuk "curhat" itu tak seketika terwujud.

Saya mencoba berfikir positif. Hari ini suami saya memang sedang ada tugas di lapangan. Mungkin karena di lokasi tugas tidak terdapat sinyal seluler, dia tidak sempat menghubungi saya.

Selesai jam kantor, saya langsung memesan taksi online menuju klinik tempat saya memeriksakan kehamilan. Seperti biasa, Jakarta sore tak lepas dari kemacetan. Saya tiba di klinik setelah menembus kemacetan selama 40 menit. Padahal, jarak kantor ke klinik tak lebih dari 3 km.

Setibanya saya di klinik, dokter belum datang. Selama 40 menit lagi saya habiskan waktu, kali ini untuk menunggu dokter. Tiba-tiba, perawat menginformasikan bahwa dokter ada keperluan mendadak sehingga tidak bisa datang ke klinik sore itu. Jadwal sore itu akan diganti esok jam 07.00 malam. Saya hanya bisa mematung. Ini adalah kali ke-4 dokter di klinik tersebut membatalkan janji pemeriksaan selama 7 bulan kehamilan saya ini. Apakah semua dokter spesialis kandungan sesibuk itu?

Saya mengirim sms kepada suami saya tentang hal ini. Tak ada balasan. Hati saya semakin kecut. Segera saya memesan taksi online menuju pulang.

Jalanan jauh lebih penuh daripada saat berangkat tadi. Untuk melewati 1 traffic lights saja butuh waktu satu jam! Hal ini karena sedang ada pembangunan underpass di sana. Maghrib menjelang, kuda-kuda besi masih merayap. Respon sms dari suami saya pun tak kunjung datang. Saya semakin gelisah. Lengkap sudah kelelahan hari ini, lelah fisik sekaligus psikis.

Dalam situasi seperti ini, ingin sekali saya marah. Suami saya sesibuk apa sih? Tidakkah ia berempati pada istrinya yang sedang hamil besar ini?

Namun, saya kemudian teringat materi pertama di kelas Bunda Sayang yang harus saya terapkan mulai hari ini hingga 10 hari ke depan, materi tentang Komunikasi Produktif. Kaidah pertama Komunikasi Produktif yang saya ingin terapkan adalah: 7-38-55, yaitu keberhasilan sebuah komunikasi itu 7% dipengaruhi oleh pemilihan diksi, 38% oleh intonasi bicara dan 55% oleh gaya bahasa tubuh.

Ponsel saya berbunyi, ada balasan dari suami saya. "Iya sayang, sabar ya," begitu saja tulisnya. Begitu saja balasannya? Tidak adakah kata-kata yang lebih panjang dan menenangkan? Saya berekspektasi lebih.

Saya kembali menarik nafas panjang, "ingat kaidah 7-38-55!" Dalam situasi seperti itu, bisa saja saya membalas sms suami dengan diksi yang kurang positif dan bernada komplain. Tapi saya menahan diri. Saya pilih kata-kata yang tidak mengandung nada negatif.

Malam harinya pun, saat suami menelpon, saya berusaha berbicara dengan pilihan kata yang baik dan nada yang lembut, bahkan cenderung manja. (Selama ini suami saya sepertinya suka mendengar saya berbicara dengan nada manja. Betul gak, Mas? Hehe).

Akhirnya, hari ini pun kami menutup hari dengan hati bahagia. Tak ada jengkel, dongkol dan marah lagi. Kami masih butuh banyak latihan agar semakin baik komunikasi diantara kami. Semakin baik komunikasi, insyaAllah semakin sakinah keluarga kami.

#level1
#day1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Selasa, 23 Mei 2017

Melanjutkan Langkah, Kelas Bunda Sayang

Satu hal penting yang saya ingat dari perkuliahan Kelas Matrikulasi adalah bahwa segala profesi itu perlu ilmu, termasuk profesi sebagai ibu. Hal inilah yang memacu saya untuk terus belajar, memantas diri menjadi ibu yang berilmu.

Sembilan pekan mengikuti perkuliahan di Kelas Matrikulasi, jujur ini bukan perkara yang mudah bagi saya. Perlu komitmen kuat untuk mengikuti perkuliahan, diskusi dan tugas mingguan. Di atas semua itu, satu hal yang paling butuh komitmen adalah menerapkan materi ke dalam kehidupan nyata.

Awal Mei ini, saya memutuskan untuk melanjutkan langkah yang sudah saya mulai di Kelas Matrikulasi. Kelas Bunda sayang sudah siap menyapa di depan mata. Akan ada teman-teman baru, tantangan baru, juga aktivitas baru yang insyaAllah akan menambah kapasitas saya sebagai ibu yang (menuju) profesional.

Ada dua kekhawatiran ketika saya mulai memasuki Kelas Bunda Sayang ini. Pertama, grub WA yang cukup besar dengan peserta yang sangat aktif di kelas ini terkadang membuat saya tertinggal akan informasi-informasi penting. Kedua, karena jangka waktu pelaksanaan Kelas Bunda Sayang memakan waktu 1 tahun, saya khawatir tidak bisa istiqomah mengikuti perkuliahannya.

Namun, saya yakin fasilitator dan teman-teman akan membatu saya mengatasi kekhawatiran tersebut. Maka, bismillah saya melanjutkan langkah ke Kelas Bunda Sayang.

Minggu, 02 April 2017

Setelah Sembilan Minggu di Kelas Matrikulasi

Bulan Maret tahun lalu, saat saya menjalani proses ta'aruf dengan (calon) suami saya, lelaki yang kini telah menjadi suami saya itu memberikan kesempatan kepada saya untuk menguraikan rencana masa depan saya, termasuk keinginan saya hendak menjadi istri dan ibu seperti apa. Saat itu, di depan beliau dan 3 orang yang membersamai kami, saya dengan lancar menjelaskan bahwa dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya ingin menjadi full time mother, yaitu posisi dimana saya bisa mendidik anak-anak saya secara langsung. 

Selain fokus pada keluarga, saya ingin tetap berkarya dari rumah dengan modal kemampuan mengajar dan menulis saya agar tetap menjadi ibu rumah tangga yang produktif. Saat itu, (calon) suami saya tersebut merespon dengan jawaban bahwa beliau pada dasarnya memberi kebebasan kepada istrinya apakah akan bekerja di ranah publik atau dari rumah dengan catatan keluarga tetap harus yang utama.

Kami pun akhirnya menikah 4 bulan setelah pertemuan tersebut. Kami yang sama-sama berprofesi sebagai PNS, sepakat bahwa untuk sementara kami akan berjauhan dulu mengingat suami bertugas di Kalimantan Selatan, sedangkan saya di Jakarta. Dalam posisi berjauhan tersebut kami terus berusaha mencari informasi dan jalan agar saya bisa mutasi tugas ke Kalimantan Selatan.

Ternyata, menjalani LDM (Long Distance Marriage) tidak semudah yang kami bayangkan. Apalagi saat saya dinyatakan hamil. Kemamilan tentu merupakan kabar bahagia bagi kami. Namun, kehamilan trimester pertama ternyata cukup tidak mudah jika dijalani seorang diri, jauh dari suami. Di tanah seberang pun suami sering merasa khawatir dengan keadaan saya dan janin yang saya kandung.

Qadarullah, proses mutasi kami pun terhambat oleh berbagai kendala yang sangat birokratis. Maka, pertimbangan-pertimbangan lain pun satu persatu bermunculan, salah satunya adalah pilihan untuk saya megundurkan diri dari PNS kemudian hijrah ke tanah Borneo mengikuti suami. Kami beristikhoroh, meminta petunjuk dari Yang Maha Pemberi Petunjuk sembari menganalisis berbagai langkah yang kemungkinan akan kami tempuh.

Suatu hari, saya mendapat pesan terusan dari sebuah grup WA yang saya ikuti. Pesan tersebut ditulis oleh Pak Jamil Azzaini, berjudul "Mengapa Harus LDR?" Membaca judulnya, saya tertegun sejenak. Lalu, kata per kata saya baca baik-baik. Tibalah saya pada paragraf yang serta merta membuat saya ingin kembali membacanya.

"Ketahuilah, berkumpul dengan keluarga itu adalah kenikmatan besar, jauh lebih besar dibandingkan gaji Anda yang terbesar sekalipun. Apalagi saat anak-anak dalam masa pertumbuhan. Mereka memerlukan figur, teladan dan tempat bertanya. Tugas kita bukan hanya melahirkan mereka ke dunia tetapi juga mendidik, mengarahkan dan berusaha menjadi teladan. Mereka perlu sentuhan, mereka perlu pelukan, mereka perlu nasihat, mereka perlu didengarkan. Bahkan mereka perlu ditegur secara langsung saat mereka keliru. Dan itu tak mungkin bisa dilakukan apabila Anda tinggal berjauhan."

Saya meneruskan pesan tersebut ke suami saya dan beliau menjawab dengan satu kata, "Renungkanlah." Saya mematung beberapa detik, tak bisa berkata-kata. Hari-hari berikutnya kegalauan saya terus bertambah. Dalam hati saya berkata, "Ternyata menikah memang tidak mudah ya!" Lalu suara hati yang lain menimpali, "Kalau mudah, maka bobotnya tidak akan senilai dengan setengah agama, Dita!" Saya tersenyum mengamini.

Beberapa hari kemudian, seorang teman membagikan tautan di laman FBnya tentang pembukaan kelas Matrikulasi Institut Ibu Profesional. Saya segera meminta izin suami untuk mengikuti kelas yang akan berjalan selama 9 pekan tersebut. Saya sama sekali tidak tau pelajaran apa yang akan saya terima di kelas Matrikulasi. Bismilah, saya niatkan untuk mencari ilmu, begitu saja.

Menyelami satu persatu materi yang disampaikan dan tugas yang diberikan, saya seolah menemukan kompas yang pelan-pelan membimbing saya mencari jawaban atas kegalauan saya. Arah pertama yang ditunjukkan oleh kompas tersebut adalah tentang misi hidup. Saya dibimbing kembali untuk mengingat dan meluruskan misi hidup saya agar langkah saya ke depan on the track, berpijak pada misi hidup tersebut. 

Selanjutnya, kata-kata Ibu Septi, "Rezeki itu pasti, kemualiaan yang harus dicari", membawa satu titik terang dari kekhawatiran saya akan konsep rezeki. Kata-kata lain yang lebih berdampak bagi saya adalah, "Allah berjanji menjamin rezeki kita. Maka, melalaikan ketaatan pada-Nya, mengorbankan amanah-Nya, demi mengkhawatirkan apa yang sudah dijamin-Nya adalah kekeliruan besar."

Beberapa kekhawatirkan saya ini pun sempat saya utarakan sebagai pertanyaan di grup WA Kelas Matrikulasi. Alhamdulillah, para fasilitator memberikan jawaban yang mencerahkan bagi saya. Teman-teman yang pernah mengalami hal yang senada dengan yang saya alami pun ikut berbagi solusi dan pelajaran berharga. Ini membuat saya merasa sangat bersyukur bisa bergabung dengan komunitas ibu-ibu yang ingin terus berubah menjadi lebih baik ini. Sekali lagi, mengutip kata-kata Ibu Septi, "Mau berubah atau kalah?" Kami memilih untuk berubah! Kami ingin terus belajar.

Setelah 9 pekan membaca materi, merenung dan mengerjakan tugas di Kelas Matrikulasi, keputusan saya pun semakin mantap. Tinggal satu langkah lagi, menunggu takdir terbaik dari Yang Di Langit. 

Sabtu, 25 Maret 2017

Tugas ke-9, "Bunda sebagai Agen Perubahan"

Ini adalah tugas terakhir di kelas Matrikulasi Institut Ibu Profesional (IIP). Kami diajak untuk memasuki tahapan bunda shalehah, yaitu bunda yang keberadaanya bermanfaat bagi dirinya, keluarganya dan lingkungan sekitarnya.

Kami diajak untuk berempati terhadap lingkungan sekitar, melihat masalah apa yang terjadi di sana. Lalu, dengan passion masing-masing, kami diharapkan dapat menemukan solusi atas masalah tersebut. Ibu Septi Peni Wulandari, penggagas IIP, meringkas hal tersebut dalam rumus sederhana, emphaty+passion= social venture. Untuk menuju ke sana, kami diarahkan untuk mengisi langkah-langkah berikut ini,

1. Minat/hobi/ketertarikan
Sebagaimana yang telah saya tulis di tugas-tugas sebelumnya, ketertarikan saya adalah di bidang pendidikan anak (parenting)

2. Skill (hard dan atau soft)
Skill saya antara lain mengajar, mendongeng dan menulis.

3. Isu Sosial
Saat ini banyak orang tua yang kurang peduli terhadap minat baca anak-anaknya. Selain itu banyak pula yang menyerahkan pendidikan anak-anaknya sepenuhnya ke lembaga pendidikan formal.

4. Sasaran
Orang tua, anak-anak

5. Ide sosial
Berdasarkan isu sosial yang saya jabarkan di atas, saya ingin membuka taman belajar di rumah saya. Di sana , dengan koleksi buku-buku anak yang saya miliki, salah satu aktivitas yang ingin saya lakukan adalah mengajak anak-anak di sekitar tempat tinggal saya untuk rajin membaca buku sehingga tumbuh minat baca dan kecintaan mereka akan buku dan ilmu pengetahuan. Saya juga ingin membuat lembaga bimbingan belajar yang secara finansial terjangkau bagi masyarakat di sekitar saya.

Saya ingin menyediakan buku komunikasi khusus antara saya dengan orang tua siswa saya. Di buku tersebut akan ada poin-poin yang perlu diisi oleh orang tua sehingga orang tua terlibat dalam pendidikan putra-putrinya. Dari kegiatan sederhana tersebut saya ingin perlahan membuat gerakan menumbuhkan minat baca dan mengajak orang tua lebih peduli terhadap pendidkkan anak-anaknya.

Minggu, 19 Maret 2017

Tugas ke-8, "Misi Hidup dan Produktivitas"

Saya suka dan bisa mengajar. Itulah salah satu pendorong saya untuk mendaftar sebagai Pengajar Muda Indonesia Mengajar 5 tahun yang lalu. 

Setelah menyelesaikan penugasan sebagai Pengajar Muda, saya bekerja sebagai penerjemah di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Karena senangnya saya dengan kegiatan mengajar, saya mengambil pekerjaan tambahan sebagai pengajar Bahasa Indonesia bagi warga negara asing yang bekerja di Jakarta.

Setahun lebih saya menjalani aktivitas itu hingga saya diterima sebagai PNS di sebuah kantor pemerintahan. Ternyata, kerinduan saya pada "dunia panggung", demikian saya menyebut aktivitas saya mengajar di depan kelas, terus memanggil. Oleh karena itu, sesekali saya menerima tawaran untuk mengajar origami di perpustakaan kantor dan mendongeng di tempat penitipan anak yang juga ada di kantor saya.

Kedepannya, saya ingin menjadi seorang yang ahli di bidang metode pengajaran, terutama pengajaran untuk anak-anak saya. Saya ingin mempunyai dan membaca buku-buku tentang pendidikan anak kemudian mempraktikkannya untuk anak-anak saya dan anak-anak di sekitar saya. Saya ingin memiliki sebuah taman belajar dengan koleksi buku bacaan anak yang beragam dan menarik (terutama buku-buku Islami) sehingga membuat anak-anak saya maupun anak-anak di sekitar tempat tinggal saya menjadi gemar membaca, belajar dan mencintai ilmu pengetahuan.

Di taman belajar itu pula, saya ingin membuka bimbingan belajar yang mana bisa menjadi sarana produktivitas bagi saya. Dalam jangka panjang, ingin saya menjadi seorang pendidik yang menginpirasi sekaligus produktif secara finansial. Karena saya juga menyukai bidang marketing, saya tetap ingin melanjutkan aktivitas marketing sebagai bentuk produktivitas lainnya.

Saya ingin lebih rajin menulis di blog mengenai aktivitas saya sebagai pendidik dan marketer tersebut agar ada manfaat yang bisa diambil oleh pembaca blog saya. Jika Allah mengizinkan, ingin sekali saya menulis buku agar jangkauan kebermanfaatan tulisan saya bisa lebih luas. 

Dalam kurun waktu 5-10 tahun ke depan, saya ingin mempunyai sebuah rumah yang cukup besar dengan halaman yang cukup luas. Di rumah itu, ada bagian yang dikhususkan untuk perpustakaan, bimbingan belajar dan ruang pertemuan yang mana bisa dimanfaatkan oleh warga sekitar saya untuk menggelar kajian keislaman, belajar Al-Quran dan diskusi apa saja, dari parenting, pengembangan bisnis hingga masak-memasak. *Pesan untuk suamiku, semoga Allah mampukan kita memiliki rumah seperti itu ya Mas :-)

Saat ini saya sudah mulai membeli buku-buku bacaan untuk anak-anak sedikit demi sedikit. Mohon doanya, semoga tahun depan kami sudah memiliki taman belajar sederhana yang manfaatnya bisa dirasakan oleh keluarga kami dan warga sekitar kami. 

Sabtu, 11 Maret 2017

Tugas Ke-7, " Tahapan Menuju Bunda Produktif"

Sebelum melangkah ke tahapan bunda produktif, kami diminta untuk melakukan tes bakat untuk menentukan ingin produktif di bidang apa. Adapun hasil tes bakat saya adalah sebagai berikut:



Selanjutknya kami diminta untuk mengisi 4 kuadran aktivitas yang kami suka dan bisa, suka tetapi tidak bisa, tidak suka tetapi bisa, dan tidak suka sekaligus tidak bisa.

         
 
Kuadran I “Saya Suka dan Bisa”
Kuadran II “Saya Suka tetapi Tidak Bisa”

     1.    Membaca
     2.    Menulis (Blogging)
     3.    Mengajar
     4.    Mendongeng
     5.    Memasak
     6.    Berjualan


      1.    Menanam sayur-mayur
      2.    Menggambar
      3.    Membuat desain grafis
      4.    Menjahit
      5.    Berenang
Kuadran III “Saya Tidak Suka tetapi Bisa”
Kuadran IV “Saya Tidak Suka dan Tidak Bisa”

     1.    Menulis laporan
     2.    Membuat analisis masalah yang rumit
     3.    Mencuci
     4.    Menyeterika
     5.    Mengepel

      1.    Mengoperasikan mesin-mesin
      2.     

Minggu, 05 Maret 2017

Tugas ke-6, "Belajar Menjadi Manajer Keluarga Handal"

Materi pekan ini dimulai dari menggali kembali motivasi kami sebagai ibu, apakah hanya asal mengerjakan kewajiban, ingin berkompetisi dengan keluarga lain atau memang sudah benar-benar karena panggilan hati? Jika sudah merupakan panggilan hati, maka kita akan terus memperbaiki kualitas pekerjaan sehingga menjadi seorang yang profesional laiknya seorang manajer. 

Setelah mencerna materi panjang lebar tentang bagaimana menjadi manajer keluarga yang handal, kami diberi beberapa pertanyaan yang memandu kami melangkah sebagai calon manajer yang handal. Mula-mula kami diminta untuk membuat prioritas aktivitas dengan cara memilah 3 aktivitas yang paling penting dan yang paling tidak penting. Bagi saya, 3 aktivitas saya yang paling penting adalah beribadah kepada Allah, mendidik janin dalam rahim saya dan bekerja di ranah publik. Sedangkan aktivitas yang saya anggap kurang penting adalah berlama-lama berselancar di dunia maya, mencuci/menyetrika, dan menonton televisi.

Selama ini waktu saya habis untuk ketiga aktivitas penting tersebut. Namun, terkadang saya masih tergoda untuk berlama-lama bermain FB/IG dan membaca aneka obrolan di WA. Saking asyiknya, kadang saya sampai lupa waktu. Selalu ada penyesalan setiap merasa waktu terbuang sia-sia di depan gadget. Tapi anehnya, saya selalu mengulanginya. Astaghfirullah.

Mulai hari ini, saya akan lebih menambah fokus saya ke aktivitas penting. Waktu penggunaan gadget saya batasi untuk hal-hal penting saja dengan ketentuan:
  1. Saya akan membuka FB dan aneka obrolan hanya untuk keperluan berjualan dan personal branding sebagai marketer
  2. Kalau tidak ada pertanyaan yang sangat mendesak dari customer, saya hanya akan membuka gadget maksimal 10 menit dalam 1 jam.
  3. Pengecualian hanya untuk keluarga inti dan sahabat dekat saja.
Pagi setelah bangun jam 04.00 hingga berangkat ke kantor dan sore pulang kerja hingga tidur jam 21.00 adalah waktu efektif saya di rumah. Saya akan memaksimalkannya untuk beribadah kepada Allah (sholat, tilawah, membaca buku, mendegarkan kajian) dan mendidik janin dalam rahim saya (membacakan cerita dan mendengarkan murotal). Memasak sesekali juga saya kerjakan jika saya belum terlalu lelah setelah pulang dari kantor. Saya akan berusaha untuk tidak mengizinkan agenda yang tak terencana memenuhi jadwal harian saya.

Secara rinci, aktivias tersebut saya uraikan dalam jadwal sebagai berikut,
  1. 04.00-07.00 : Bangun tidur, sholat, tilawah, mendengarkan murotal, membaca buku, bersih-bersih dan siap-siap ke kantor
  2. 16.45 : Pulang kerja, istirahat sebentar lalu memasak jika tidak terlalu lelah dan bersih-bersih.
  3. 18.00-19.30 : Sholat, tilawah, makan malam sambil mendengarkan kajian di youtube, sholat isyak, membuka FB/IG/WA untuk keperluan bisnis kurma.
  4. 19.30-21.00 : Menelpon suami, membacakan cerita untuk anak dan membaca buku sebelum tidur. 
Itu jadwal untuk hari kerja. Untuk akhir pekan, saya biasanya menambah jam istirahat (maklum ibu hamil mudah lelah, hehe), membaca buku, membaca artikel/menambah soft skill dalam berjualan, memasak, menghadiri majelis ilmu dan pergi jalan-jalan kalau suami sedang pulang ke Jakarta.

Selama ini saya sudah menerapkan jadwal tersebut namun terkadang saya masih melanggarnya. Minggu ini saya akan berusaha untuk lebih mematuhinya. Doakan saya kuat, sehat-sehat dan selalu lurus dalam niat ya!!!

Minggu, 26 Februari 2017

Tugas Ke-5, "Membuat Desain Pembelajaran"

Pekan ini, usia kehamilan saya memasuki minggu ke-19. Jika dikonversi dengan hitungan hari, maka usia janin yang saya kandung ini sudah lebih dari 120 hari. Dalam ajaran Islam disebutkan bahwa Allah SWT mulai meniupkan ruh pada janin saat janin tersebut berusia 120 hari dalam kandungan. Artinya, janin tersebut sudah memiliki nyawa. Secara medis, disebutkan bahwa di minggu ke-19 otak janin akan mengembangkan area penciuman, indra rasa, penglihatan, pendengaran dan sensasi raba. Bayi segera bisa mendeteksi kebisingan di luar rahim dan mengenali suara.

Sesuai dengan tahapan milestone anak yang saya susun di Tugas-4, maka saat ini saya sedang berada di tahapan Bunda Sayang, yaitu tahapan dimana saya fokus belajar dan mempraktikkan ilmu-ilmu tentang pengasuhan anak. Berikut ini desain pembelajaran yang telah saya susun dari berbagai sumber, yang insyaallah akan saya laksanakan selama masa kehamilan hingga kelahiran anak saya:

1. Memperbanyak doa untuk kebaikan anak.

Nabi Ibrahim ketika istrinya, Hajar, tengah hamil, beliau memperbanyak doa sebagaimana yang Allah terangkan dalam Q.S As-Shaffat: 100, "Rabbi habli minasshalihin". Yang artinya, "Duhai Tuhanku, anugerahkanlah aku seorang anak yang termasuk orang-orang shalih." 

Selain Nabi Ibrahim, Nabi Zakaria juga memperanyak doa saat istrinya tengah mengandung. Allah rekam doa Nabi Zakaria ini dalam Q.S Ali Imran: 38, "Rabbi habli milladunka dzurriyyatan thayyibatan innaka sami'udu'a". Yang artinya, "Duhai Tuhanku, karuniakan kepadaku dari sisi-Mu seorang anak yang baik, Wahai Rabbi, sesungguhnya Engkau Maha Pengabul Doa." Insyaalah saya akan merutinkan membaca kedua doa tersebut di waktu-waktu mustajab seperti saat sujud terakhir dalam sholat, setelah sholat, setelah tilawah, sepertiga malam terakhir, dst.

2. Memperbanyak beribadah

Ini untuk melatih anak agar terbiasa beribadah kepada Allah dan mendisiplinkan waktu. Misalnya, saat waktu sholat tiba, saya akan mengatakan kepadanya, "Yuk kita sholat dulu ya, Nak", sambil mengelus-elus perut. Begitu seterusnya setiap akan melaksanakan ibadah.

3. Merutikan membaca Al-Quran setiap hari, terlebih menghafalkanya

Di Tugas ke-2 "Indikator Profesionalisme Perempuan",  saya menuliskan salah satu poinnya adalah membaca Al-Quran setiap hari minimal setengah Juz beserta terjemahannya. Itu angka minimal, semoga bisa menambahkannya hingga 1 Juz. Saya juga akan menambahkan membaca surat-surat pilihan yaitu Al-Fatihah, Ar-Rahman, Maryam, Yusuf dan Al-Ikhlas. Berdasarkan penelitian seorang dokter kandungan, dari 114 surat dalam Al-Quran, janin dalam kandungan memberikan respon paling bagus terhadap 5 surat tersebut.

4. Bertutur kata yang baik.

Saya akan berusaha berbicara dengan kata-kata yang positif dan lebih menahan emosi agar tidak mudah melampiaskan kemarahan. Ini agak sulit karena memasuki trimester ke-2 ini emosi saya masih kadang kurang stabil. Tolong doakan saya agar bisa memperbaikinya ya! :-)

Setiap malam sebelum tidur, saya sudah dan akan rutin membacakan buku cerita minimal 10 menit. Temanya berganti-ganti, dari shirah nabawiyah, pengetahuan umum dan budi pekerti. Sumber bacaan sementara ini baru dari buku seri Halo Balita Retail dan Rubrik Permata dalam Majalah Ummi.

Beberapa tahun yang lalu, seorang profesor dari Jepang bernama Prof. Suzuki melakukan sebuah riset yang hasilnya menunjukkan bahwa ibu-ibu hamil yang rajin memberikan stimulus pada janinnya (termasuk stimulus suara) terbukti memiliki anak-anak yang lebih sehat dan lebih cerdas saat mereka dewasa kelak. Inilah yang mendasari saya rutin membacakan cerita untuk anak saya meski masih dalam kandungan.

Sumber:

1. Tayangan Youtube, "Kajian Keluarga Islam: Mendidik Anak Sejak Dalam Kandungan - Ustadz Abdullah Zaen, MA"
2. Tayangan Youtube, "Ummi Nunung Bintari: Mendekatkan Anak dengan Al-Quran sejak dalam kandungan"
3. Ummi Online, "Mendidik Anak dengan Al-Qur’an Sejak dalam Kandungan"
4. Buku "Panduan Kehamilan Muslimah" karya Dr.dr. Imam Rasjidi, Sp.OG (K)Onk