Beberapa bulan terakhir ini, saya selalu meluangkan waktu Rabu lepas kerja saya untuk mengikuti kajian di Masjid Agung Al-Azhar. Maka, setiap Hari Rabu saya selalu berusaha keluar dari kantor segera setelah jam kantor selesai. Saya bersedia lembur hari apa saja selain Rabu. Saya atur pekerjaan saya sedari awal pekan agar sebisa mungkin tidak menumpuk di Hari Rabu.
Mendatangi masjid, sholat berjama'ah di sana, membaca Al-Quran, mendengarkan kajian bersama ratusan orang lainnya, selalu berhasil membuat hati saya damai. Saya merasa bahagia. Perasaan semacam itulah yang membuat saya keukeuh meluangkan Rabu petang saya.
Sebenarnya, jika saya tak bisa pergi ke Al-Azhar Rabu petang itu pun saya tetap bisa mengikuti kajian melalui aplikasi Periscope secara streaming dari rumah. Namun, tetap saja rasanya berbeda. Menurut saya streaming itu tak hidup, tak ada ukhuwah, tak ada suasana masjid yang syahdu, tak ada pancaran semangat teman-teman yang datang ke majelis ilmu itu.
Di Rabu malam itulah saatnya saya menyerap semangat teman-teman yang datang. Ada Vivi yang selalu tak mau melewatkan Rabu Malam itu jika memang sedang tidak dinas ke luar daerah. Ada Kak Mutia yang selalu tak masalah menembus kemacetan Jakarta demi Rabu Malam itu. Ada Rida yang selalu ingin datang ber-Rabu malam bersama kami walaupun urusan pekerjaan sering menghalangi. Juga, ada semangat ratusan orang lainnya yang mungkin juga sekuat tenaga meluangkan waktu, melawan kemalasan dan hambatan untuk Rabu Malam yang berharga itu.
Semangat mereka itulah yang memicu saya untuk ikut bersemangat juga. Dengan kata lain, mereka menularkan semangat itu pada saya. Saya kemudian mencoba menularkannya kepada teman-teman kantor saya walaupun ternyata ini tidak cukup mudah. Berkali-kali saya mengajak teman-teman kantor saya, tetapi hanya respon datar yang saya dapat. "Yah, jauh banget ke Al-Azhar". "Kok weekday sih acaranya? Kan Kamisnya kerja?". "Kok malam gitu acaranya?"
Tapi, sepertinya Allah kemudian kasihan pada saya yang terus-terusan mendapat respon semacam itu. Sebulan terakhir ini, satu persatu teman kantor saya mau ber-Rabu Malam bersama saya. Awalnya Septa, dua pekan kemudian tambah Mbak Arta. Sepekan selanjutnya tambah Oci. Akhirnya, Rabu Malam di hari terakhir September ini, kami berempat bersama-sama menghabiskan Rabu Malam kami di Masjid peninggalan Buya Hamka itu dengan satu niat, tholabul 'ilmi. Bagi saya, kesempatan semacam ini adalah salah satu kesempatan yang paling membahagiakan.
Hati manusia itu berbolak-balik. Saat ini kami memang sedang dalam semangat penuh untuk mendatangi majelis ilmu. Namun, di waktu-waktu mendatang apakah kami akan bisa tetap istiqomah seperti ini? Tidak ada yang bisa menjamin. Maka, kami titipkan hati kami hanya pada Allah. Pelan-pelan saya mendengaungkan doa rabithoh.
"Ya Allah, sesngguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya kepada-Mu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka bersatu (di jalan)-Mu, dan berjanji setia untuk membela syariat-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, Ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahaya-Mu yang tidak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepada-Mu, hidupkanlah dengan ma'rifat-Mu, dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Amin. Dan semoga sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Muhammad SAW, kepada keluarganya dan kepada semua sahabatnya."
Mendatangi masjid, sholat berjama'ah di sana, membaca Al-Quran, mendengarkan kajian bersama ratusan orang lainnya, selalu berhasil membuat hati saya damai. Saya merasa bahagia. Perasaan semacam itulah yang membuat saya keukeuh meluangkan Rabu petang saya.
Sebenarnya, jika saya tak bisa pergi ke Al-Azhar Rabu petang itu pun saya tetap bisa mengikuti kajian melalui aplikasi Periscope secara streaming dari rumah. Namun, tetap saja rasanya berbeda. Menurut saya streaming itu tak hidup, tak ada ukhuwah, tak ada suasana masjid yang syahdu, tak ada pancaran semangat teman-teman yang datang ke majelis ilmu itu.
Di Rabu malam itulah saatnya saya menyerap semangat teman-teman yang datang. Ada Vivi yang selalu tak mau melewatkan Rabu Malam itu jika memang sedang tidak dinas ke luar daerah. Ada Kak Mutia yang selalu tak masalah menembus kemacetan Jakarta demi Rabu Malam itu. Ada Rida yang selalu ingin datang ber-Rabu malam bersama kami walaupun urusan pekerjaan sering menghalangi. Juga, ada semangat ratusan orang lainnya yang mungkin juga sekuat tenaga meluangkan waktu, melawan kemalasan dan hambatan untuk Rabu Malam yang berharga itu.
Semangat mereka itulah yang memicu saya untuk ikut bersemangat juga. Dengan kata lain, mereka menularkan semangat itu pada saya. Saya kemudian mencoba menularkannya kepada teman-teman kantor saya walaupun ternyata ini tidak cukup mudah. Berkali-kali saya mengajak teman-teman kantor saya, tetapi hanya respon datar yang saya dapat. "Yah, jauh banget ke Al-Azhar". "Kok weekday sih acaranya? Kan Kamisnya kerja?". "Kok malam gitu acaranya?"
Tapi, sepertinya Allah kemudian kasihan pada saya yang terus-terusan mendapat respon semacam itu. Sebulan terakhir ini, satu persatu teman kantor saya mau ber-Rabu Malam bersama saya. Awalnya Septa, dua pekan kemudian tambah Mbak Arta. Sepekan selanjutnya tambah Oci. Akhirnya, Rabu Malam di hari terakhir September ini, kami berempat bersama-sama menghabiskan Rabu Malam kami di Masjid peninggalan Buya Hamka itu dengan satu niat, tholabul 'ilmi. Bagi saya, kesempatan semacam ini adalah salah satu kesempatan yang paling membahagiakan.
Hati manusia itu berbolak-balik. Saat ini kami memang sedang dalam semangat penuh untuk mendatangi majelis ilmu. Namun, di waktu-waktu mendatang apakah kami akan bisa tetap istiqomah seperti ini? Tidak ada yang bisa menjamin. Maka, kami titipkan hati kami hanya pada Allah. Pelan-pelan saya mendengaungkan doa rabithoh.
"Ya Allah, sesngguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya kepada-Mu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka bersatu (di jalan)-Mu, dan berjanji setia untuk membela syariat-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, Ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahaya-Mu yang tidak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepada-Mu, hidupkanlah dengan ma'rifat-Mu, dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Amin. Dan semoga sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Muhammad SAW, kepada keluarganya dan kepada semua sahabatnya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar