Baru seminggu aku mengenal perempuan muda berparas cantik
ini. Tinggi dan berat badannya yang ideal menambah kecantikan parasnya tampak menjadi
lebih lengkap. Sorot matanya tajam, melukiskan rasa keingintahuan yang tinggi.
Siang itu Senin yang cukup terik. Aku dan 115 teman lainnya
tiba di PUSDIKLAT Kementrian Sosial RI di Kebayoran Lama. Sebelum menjalani
rangkaian kegiatan yang dijadwalkan hingga seminggu ke depannya, kami terlebih
dahulu diminta untuk memasukkan barang-barang kami ke kamar yang telah disediakan.
Aku mendapat kamar 108 bersama Niken dan perempuan muda yang ciri-cirinya aku sebutkan di awal tulisan ini.
Kau tau kawan, siapakah perempuan muda berparas cantik ini? Aku
merasa sangat perlu menuliskan tentang teman baruku ini karena seminggu lalu ia
telah mengajariku banyak hal, bahkan dengan tanpa suara. Ya, tanpa suara!
Karena ia seorang tunarungu.
Walaupun tunarungu, ia bisa berkomunikasi dengan bahasa
oral, yaitu dengan gerakan bibir. Jika tidak sedang menggunakan alat bantu
dengar, ia sama sekali tidak bisa mendengarkan segala rupa bebunyian di
sekitarnya, sekalipun bunyi pintu yang kita gedor sekuat tenaga.
“Aku kuliah S1 jurusan Desain”, perempuan muda itu
bercerita. “Lulus kuliah, aku melamar kerja ke 100 lebih perusahaan, tapi aku
enggak diterima karena aku tunarungu”, ia melanjutkan cerita dengan tambahan
bahasa tubuh karena aku dan Niken cukup kesulitan memahami gerakan bibirnya. “Lalu, aku jadi aktivis untuk teman-teman tunarungu. Tahun 2011 aku
ikut kontes Miss World Deaf di Cheko dan mendapat gelar Runner Up”. Menyimak
ceritanya ini hatiku berdesir, selaksa kagum menyeruak.
Di kali lainnya, ia bercerita tentang cita-citanya. Kondisinya
sebagai tunarungu dan pengalamannya sebagai aktivis mendorongnya untuk
membuat satu LSM lagi suatu hari nanti. LSM
itu nantinya akan fokus pada penyediaan beasiswa, peralatan sekolah dan alat
bantu dengar untuk para penyandang tunarungu. Ia juga berkeinginan untuk terus
menjadi inspirasi bagi anak-anak penyandang disabilitas.
Ah kawan, seandainya kau mengenalnya secara langsung dan
sempat bercakap dengannya, tentu kau akan merasakan apa yang aku rasakan. Rasa
yang sulit ku uraikan dengan deretan kata.
Dan seminggu pertemuan kami pun ditutup dengan sebuah
kejadian yang membuatku harus kembali tergemap. Waktu itu kami semua peserta
camp ini mengunjungi Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) di Cibinong, Jawa Barat. Saat tengah berkeliling ke
kelas-kelas, terbata-bata ia berkata padaku bahwa ia ingin tampil lima menit di
depan anak-anak tunagrahita untuk memberikan motivasi. Ia sampai berkata beberapa
kali karena aku kesulitan menangkap maksudnya.
Setelah paham akan maksudnya, aku segera menyampaikan
hal ini pada Pak Rahmanto, salah satu panitia kegiatan ini. Gayung pun
bersambut. Dibantu oleh Malia sebagai penerjemah bahasa isyarat, dengan penuh
semangat dan ekspresi ia tampil menginspirasi anak-anak penyandang tunagrahita. Saat itulah mulutku terkunci, hatiku penuh.
Kawan, tidakkah kalian ingin mengenal sosok yang luar biasa ini? Baiklah, ku beri tahu siapa namanya. Ia adalah Dian Inggrawati
Soebangil. Karena segala prestasi yang telah ia raih selama ini, Ibu Menteri
Sosial RI memberikan penghargaan pada Dian sebagai perserta camp yang
berprestasi.
Ah Dian, di mataku kau sempurna dalam keadaanmu.
5 komentar:
Subhanallah..salam untuk dian ya Dit!
Inspiratiif ditaaaa. Kapan2 kenaliiin yaa.
Inspiratiif ditaaaa. Kapan2 kenaliiin yaa.
Diannya beda tempat tugas sama aku sayangnya tam..
Kalau ada kesempatan, insyaAllah aku kenalin ya Vi!
Posting Komentar