Tahun ajaran baru ini, dua anak Bima kembali lolos dalam seleksi Nasional Beasiswa Smart Ekselensia Dompet Dhuafa. Mereka adalah Muhammad Isnaini dan Muhammad Abdillah. Ini berarti, sejak empat tahun lalu, sudah ada 10 anak Bima yang bersekolah di SMP-SMA Smart Ekeselensia Dompet Dhuafa dengan beasiswa penuh.
Sebuah kabar datang kepada kami sehingga membuat kami semakin merasa sangat bahagia. Tahun ini Dompet Dhuafa bekerjasama dengan Lembaga Insan Cendikia Madani untuk memberikan beasiswa kepada siswa peserta seleksi beasiswa Smart Ekselensia Indonesia (SEI) yang memenuhi kriteria (SEI) namun tak bisa diterima karena keterbatasan kuota. Ia adalah Muhammad Aidin, dari SDN Karumbu, Kecamatan Langgudu, Bima.
Beberapa bulan lalu Aidin dan puluhan anak Bima lainnya mengikuti serangkaian tes seleksi beasiswa SEI. Dua anak, yaitu Isnaini dan Abdillah berhasil lolos dan berhak bersekolah di SMP-SMA SEI di Parung, Bogor. Kala itu Aidin yang sudah masuk ke tes tahap 3 sempat sedih karena namanya tidak dinyatakan lolos sebagai penerima beasiswa SEI. Beberapa hari berselang, tanpa kami duga sebelumnya, sebuah kabar bahagia datang: Aidin berhak mendapatkan beasiswa penuh (asrama dan sekolah) dari program subsidi silang di Lembaga Pendidikan Insan Cendikia Madani (ICM), Serpong Tangerang.
ICM adalah sekolah yang terkenal dengan kualitas yang sangat baik dan biaya yang mahal. Tahun ini, siswa baru dikenai biaya masuk sebesar Rp 85.000.000 dan SPP Rp 6.000.000/bulan. SPP tersebut sudah termasuk biaya hidup di asrama dan sekolah beserta seluruh fasilitasnya yang serba lengkap, dari perpustakaan, aneka laboratorium dan fasilitas olah raga seperti lapangan tenis, basket, sepak bola dan kolam renang. Dari biaya yang dibayarkan oleh siswa-siswa kelas elit itu, sebagian diambil untuk menjadi dana subsidi silang bagi anak-anak pintar dari berbagai daerah yang kurang mampu secara finansial.
Sabtu kemarin, saya dan dua alumni Pengajar Muda Kabupaten Bima, Riri dan Doni meluangkan waktu untuk menjenguk Aidin di ICM, Serpong. Ini adalah pertama kali kami mengunjunginya setelah 2,5 bulan ia resmi bersekolah di ICM. Rasa haru memenuhi ruang hati kami begitu anak Bima ini keluar dari asrama untuk menyambut kami. Senyumnya lebar, tatapan matanya penuh semangat. Dengan lancar ia kemudian menceritakan aktivitasnya dari bagun pukul 03.30 sampai tidur lagi di malam hari. "Kurikulum di sekolah ini pakai Kurikulum Cambridge, jadi belajarnya pakai Bahasa Inggris. Tapi kami yang dari daerah ini masuk kelas tersendiri yang pakai setengah-setengah Bahasa Indonsia karena kami belum lancar Bahasa Inggris," cerita Aidin pada kami.
Sabtu siang itu, agenda kami adalah membawa Aidin untuk mengunjungi teman-temannya di SEI, Parung. Tak disangka, 3 orang teman Aidin yang sama-sama penerima beasiswa ingin ikut bersama kami karena mereka juga ingin berjumpa dengan teman-teman sedaerah yang mendapat beasiswa di SEI. Akhirnya, berangkatlah kami ke Bogor bersama 3 teman Aidin itu: Rizki dari Pontianak, Isbi dari Kendari, dan Rizki lagi dari Medan.
Sepanjang perjalanan, kami mengobrol banyak hal, tentang kegiatan di sekolah, teman-teman, keluarga di Kampung dst. "Riski ini kemarin ikut lomba nyanyi Kun Anta Bu, tapi pengumuman juaranya baru besok Senin", kata salah satu dari mereka. "Kalau Aidin kemarin ikut stand up comedy Bu. Gini kata Aidin, saya akan membawakan cerita berbahasa Bima, begini ceritanya. Lalu Aidin diam lama sekali Bu. Lalu tiba-tiba dia bilang, sekian terima kasih. Semua orang yang nonton itu ketawa."
Bulan ini di sekolah ICM memang sedang banyak kegiatan perlombaan. Namun ini tidak mengganggu kegiatan rutin anak-anak. Kegiatan tahsin, tahfiz dan taklim tetap berjalan seperti biasa. Saat saya tanyakan tentang hafalan Quran mereka, dengan bangganya mereka menyebutkan surat-surat yang sudah mereka hafal. Kebanyakan dari mereka sedang menghafal juz 29 dan 30 serta beberapa surat pilihan. Sepanjang perjalanan pulang dari SEI, kami bermuroja'ah hafalan kami. Hasilnya adalah hafalan mereka lebih baik daripada hafalan kami. Saya pun hanya bisa menelan ludah.
Saya pun kembali harus menelan ludah saat di depan asrama, ekor mata saya tiba-tiba mengikuti dua anak laki-laki yang sedang berjalan berdampingan. Anak yang lebih tinggi merangkul pundak anak yang lebih pendek. Anak yang lebih pendek itu melantunkan ayat-ayat Al-Quran sambil terus berjalan. Dan anak yang lebih tinggi nampaknya sedang menyimak hafalan Al-Quran dari temannnya itu. Saya yang sama-sama sedang berjalan ke arah asrama tiba-tiba tersandung dan nyaris jatuh sebab saya terlalu terkesima dengan dua anak tersebut. MasyaAllah, saya betul-betul takjub. Dalam hati saya berkata, "Wah sayang ya, saya lahir jauh lebih dulu dari mereka." *memangnya kalau seumuran sama mereka, mau apa? :-p
Karena terjebak macet yang cukup lama dari Serpong ke Parung, akhirnya kami tidak bisa berlama-lama membersamai anak-anak di SEI. Tapi, melihat mereka bercerita dengan semangat, tumbuh dengan sehat dan santun, itu sudah membuat kami bahagia. Alhamdulillah!
Perjalanan mereka masih panjang. Sebentar lagi Abdullah, anak Bima yang pertama kali mendapat beasiswa ini harus mempersiapkan diri untuk seleksi masuk universitas. Awaluddin akan masuk kelas IV, kelas dimana ia harus menentukan pilihan akan masuk kelas IPA atau IPS. Edy, Zakir, Sabran, Dayat, Imam, harus fokus pada berbagai kompetisi. Sementara si bungsu, Abdillah, Isnaini dan Aidin, masih perlu menyesuiakan diri dengan lingkungan belajar dan pertemanan yang baru.
Lolosnya mereka dalam beasiswa SEI dan ICM adalah sebuah keberhasilan. Namun, ternyata keberhasilan itu adalah awal dari perjalanan menuju keberhasilan lainnya. Ada anak tangga lainnya yang perlu mereka naiki. Ada puncak-puncak lainnya yang harus mereka takhlukkan. Semoga meraka bisa!
Sebuah kabar datang kepada kami sehingga membuat kami semakin merasa sangat bahagia. Tahun ini Dompet Dhuafa bekerjasama dengan Lembaga Insan Cendikia Madani untuk memberikan beasiswa kepada siswa peserta seleksi beasiswa Smart Ekselensia Indonesia (SEI) yang memenuhi kriteria (SEI) namun tak bisa diterima karena keterbatasan kuota. Ia adalah Muhammad Aidin, dari SDN Karumbu, Kecamatan Langgudu, Bima.
Beberapa bulan lalu Aidin dan puluhan anak Bima lainnya mengikuti serangkaian tes seleksi beasiswa SEI. Dua anak, yaitu Isnaini dan Abdillah berhasil lolos dan berhak bersekolah di SMP-SMA SEI di Parung, Bogor. Kala itu Aidin yang sudah masuk ke tes tahap 3 sempat sedih karena namanya tidak dinyatakan lolos sebagai penerima beasiswa SEI. Beberapa hari berselang, tanpa kami duga sebelumnya, sebuah kabar bahagia datang: Aidin berhak mendapatkan beasiswa penuh (asrama dan sekolah) dari program subsidi silang di Lembaga Pendidikan Insan Cendikia Madani (ICM), Serpong Tangerang.
ICM adalah sekolah yang terkenal dengan kualitas yang sangat baik dan biaya yang mahal. Tahun ini, siswa baru dikenai biaya masuk sebesar Rp 85.000.000 dan SPP Rp 6.000.000/bulan. SPP tersebut sudah termasuk biaya hidup di asrama dan sekolah beserta seluruh fasilitasnya yang serba lengkap, dari perpustakaan, aneka laboratorium dan fasilitas olah raga seperti lapangan tenis, basket, sepak bola dan kolam renang. Dari biaya yang dibayarkan oleh siswa-siswa kelas elit itu, sebagian diambil untuk menjadi dana subsidi silang bagi anak-anak pintar dari berbagai daerah yang kurang mampu secara finansial.
Sabtu kemarin, saya dan dua alumni Pengajar Muda Kabupaten Bima, Riri dan Doni meluangkan waktu untuk menjenguk Aidin di ICM, Serpong. Ini adalah pertama kali kami mengunjunginya setelah 2,5 bulan ia resmi bersekolah di ICM. Rasa haru memenuhi ruang hati kami begitu anak Bima ini keluar dari asrama untuk menyambut kami. Senyumnya lebar, tatapan matanya penuh semangat. Dengan lancar ia kemudian menceritakan aktivitasnya dari bagun pukul 03.30 sampai tidur lagi di malam hari. "Kurikulum di sekolah ini pakai Kurikulum Cambridge, jadi belajarnya pakai Bahasa Inggris. Tapi kami yang dari daerah ini masuk kelas tersendiri yang pakai setengah-setengah Bahasa Indonsia karena kami belum lancar Bahasa Inggris," cerita Aidin pada kami.
Sabtu siang itu, agenda kami adalah membawa Aidin untuk mengunjungi teman-temannya di SEI, Parung. Tak disangka, 3 orang teman Aidin yang sama-sama penerima beasiswa ingin ikut bersama kami karena mereka juga ingin berjumpa dengan teman-teman sedaerah yang mendapat beasiswa di SEI. Akhirnya, berangkatlah kami ke Bogor bersama 3 teman Aidin itu: Rizki dari Pontianak, Isbi dari Kendari, dan Rizki lagi dari Medan.
Sepanjang perjalanan, kami mengobrol banyak hal, tentang kegiatan di sekolah, teman-teman, keluarga di Kampung dst. "Riski ini kemarin ikut lomba nyanyi Kun Anta Bu, tapi pengumuman juaranya baru besok Senin", kata salah satu dari mereka. "Kalau Aidin kemarin ikut stand up comedy Bu. Gini kata Aidin, saya akan membawakan cerita berbahasa Bima, begini ceritanya. Lalu Aidin diam lama sekali Bu. Lalu tiba-tiba dia bilang, sekian terima kasih. Semua orang yang nonton itu ketawa."
Bulan ini di sekolah ICM memang sedang banyak kegiatan perlombaan. Namun ini tidak mengganggu kegiatan rutin anak-anak. Kegiatan tahsin, tahfiz dan taklim tetap berjalan seperti biasa. Saat saya tanyakan tentang hafalan Quran mereka, dengan bangganya mereka menyebutkan surat-surat yang sudah mereka hafal. Kebanyakan dari mereka sedang menghafal juz 29 dan 30 serta beberapa surat pilihan. Sepanjang perjalanan pulang dari SEI, kami bermuroja'ah hafalan kami. Hasilnya adalah hafalan mereka lebih baik daripada hafalan kami. Saya pun hanya bisa menelan ludah.
Saya pun kembali harus menelan ludah saat di depan asrama, ekor mata saya tiba-tiba mengikuti dua anak laki-laki yang sedang berjalan berdampingan. Anak yang lebih tinggi merangkul pundak anak yang lebih pendek. Anak yang lebih pendek itu melantunkan ayat-ayat Al-Quran sambil terus berjalan. Dan anak yang lebih tinggi nampaknya sedang menyimak hafalan Al-Quran dari temannnya itu. Saya yang sama-sama sedang berjalan ke arah asrama tiba-tiba tersandung dan nyaris jatuh sebab saya terlalu terkesima dengan dua anak tersebut. MasyaAllah, saya betul-betul takjub. Dalam hati saya berkata, "Wah sayang ya, saya lahir jauh lebih dulu dari mereka." *memangnya kalau seumuran sama mereka, mau apa? :-p
Karena terjebak macet yang cukup lama dari Serpong ke Parung, akhirnya kami tidak bisa berlama-lama membersamai anak-anak di SEI. Tapi, melihat mereka bercerita dengan semangat, tumbuh dengan sehat dan santun, itu sudah membuat kami bahagia. Alhamdulillah!
Perjalanan mereka masih panjang. Sebentar lagi Abdullah, anak Bima yang pertama kali mendapat beasiswa ini harus mempersiapkan diri untuk seleksi masuk universitas. Awaluddin akan masuk kelas IV, kelas dimana ia harus menentukan pilihan akan masuk kelas IPA atau IPS. Edy, Zakir, Sabran, Dayat, Imam, harus fokus pada berbagai kompetisi. Sementara si bungsu, Abdillah, Isnaini dan Aidin, masih perlu menyesuiakan diri dengan lingkungan belajar dan pertemanan yang baru.
Lolosnya mereka dalam beasiswa SEI dan ICM adalah sebuah keberhasilan. Namun, ternyata keberhasilan itu adalah awal dari perjalanan menuju keberhasilan lainnya. Ada anak tangga lainnya yang perlu mereka naiki. Ada puncak-puncak lainnya yang harus mereka takhlukkan. Semoga meraka bisa!
di depan asrama putra ICM |
di lobi sekolah ICM |
anak-anak Bima minus Abdillah (sedang ditelpon ibunya) dan Imam (sedang ikut LDK) |
anak-anak Bima, Riri, Doni dan saya |
2 komentar:
Assalamualaikum. Mba mau tanya, kalau di ICM itu ada beasiswa apa saja ? Bagaimana prosedurnya ? Terima kasih. Jazakumullah khair
Assalamualaikum. Mba mau tanya, kalau di ICM itu ada beasiswa apa saja ? Bagaimana prosedurnya ? Terima kasih. Jazakumullah khair
Posting Komentar