Translate

Jumat, 05 Februari 2016

Beginilah si O

Pada suatu hari di ruang keuangan.

"Mbak Sarah, ini Rencana Penarikan Kas terbaru", kata saya sambil menunjukkan dokumen yang dimaksud. Lalu jawab Mbak Sarah, "Oh ya udah, kasih Bu Siti aja ya!" Cepat-cepat saya menjawab, "Ok!", kemudian ngeloyor ke meja yang ada di ujung ruangan.

"Bu, ini rencana penarikan kas yang terbaru. Kemarin sudah saya kirim ke ke Pak Sekretaris tapi mungkin sekarang belum masuk ke Bagian Keuangan kan ya Bu? Jadi ini saya copy-kan dari arsip yang ada di kami dulu biar segera bisa diolah oleh Bagian Keuangan", saya menjelaskan dengan penuh semangat sedangkan si ibu lawan bicara saya itu manggut-manggut sambil beberapa kali mengiyakan. 

Lalu, Mbak Sarah tiba-tiba memanggil nama saya, "Dita!" Saya pun segera menoleh, "Ya?" sembari memperlihatkan senyum terbaik saya.  "Dokumennya kasih ke Bu Siti, bukan ke Bu Tina, sayang!", seru Mbak Sarah. Saya menarik kepala saya kembali pada Ibu yang ada di depan saya. Dan ternyata, yang di depan saya memang Bu Tina! Kenyataan itu bak sambaran petir di siang bolong nan cerah ceria. Kalian tau kawan, betapa malunya saya? Rasa-rasanya saya segera ingin berlari sambil manangkupkan telapak tangan ke wajah. Tapi saya hanya bisa nyengir dan menggigit bibir sementara seluruh ruangan terbahak-bahak melihat kekonyolan saya.

"Maafkan saya, Bu Tina! Bukannya saya lupa nama Ibu. Tapi entah kenapa ketika tadi Mbak Sarah menyebut nama Bu Siti, wajah Bu Tinalah yang muncul di kepala saya. Mungkin saya kurang minum aqua, Ibu. Hehe." Saya menjelaskan itu pada Bu Tina dengan ekspresi wajah antara ketawa dan hampir nangis karena saking malunya. 

Di hari lainnya, di Direktorat Anak.

Pada seorang bapak saya bertanya, "Maaf Pak, bisa bertemu dengan Mbak Lusi?" Lalu jawab Si Bapak, "O, Mbak Lusi sedang cuti". Saya mengedarkan mata ke ruangan yang tersekat-sekat secara cubicle itu, mencari sosok lain yang ingin saya temui. "Hmm.. kalau Mbak Lea, Pak?" Si Bapak berjalan ke arah cubicle sambil berseru, "Lea mana Lea?" Ekor mata saya mengikuti pergerakan Si Bapak lalu tertangkaplah sosok yang saya maksud. 

Karena siang itu saya sedang terburu-buru, saya berjalan cepat ke arah perempuan muda berkerudung warna coklat itu. Dan apa yang terjadi? Saya tersandung pipa jalur kabel! Saking kerasnya, sandungan itu menghasilkan suara yang dipastikan terdengar oleh seisi ruangan. Saya nyaris jatuh. Seisi ruangan melongokkan kepala ke arah saya sambil berkata, "Hati-hati Mbak!" Saking malunya, saya tak berani mengangkat muka ke arah mereka. Saya menelan ludah, bingung akan menunjukkan ekspresi seperti apa.

Masih terdengar suara orang-orang berbicara tentang saya. Saya bergegas, tidak mau lama-lama di sana karena tak kuasa menanggung malu. "Mbak, ini perolehan infaq hari ini," kata saya pada perempuan di depan saya. "Oh iya, makasih ya udah dikoordinir," jawab Si Mbaknya. Saya buru-buru pamit. Terdengar suara Si Bapak yang pertama kali menerima saya tadi. Karena masih didera oleh rasa malu yang luar biasa (lebay :-p) telinga saya sampai-sampai tidak bisa terfokus pada perkataan Si Bapak. Seolah dikomando oleh alam bawah sadar, kaki saya terus melangkah ke luar ruang.

Kembali ke ruang kerja, saya duduk sejenak, minum air putih dan menormalkan nafas yang tersengal. Dalam suasana hati yang lebih tenang, terlintas kejadian yang baru saya alami. Saya baru sadar bahwa yang saya serahi infaq tadi bukan Mbak Lea, tapi Mbak Rahma! Pikiran saya kemudian terlempar pada kata-kata Si Bapak tadi. Kata-kata yang tak terdengar jelas di telinga saya. Bisa jadi, Si Bapak tadi menjelaskan bahwa yang saya ajak bicara tadi Mbak Rahma, bukan Mbak Lea. *tepok jidat!

Kata Selvi, teman kerja saya, orang bergolongan darah O memang terkadang kurang kontrol seperti ini. Jadi, kalau kalian punya teman yang semacam saya ini, coba tanyakan mungkin golongan darahnya O. :-D 


sumber gambar : renungankopi.wordpress.com

1 komentar:

Lia Wibyaninggar mengatakan...

"Jadi kamu kapan pulang ke Kediri?"
Saya mengernyitkan kening membaca pesannya, orang ini typo kok jauh banget. Bagaimana bisa Madiun berubah jadi Kediri?
"Madiun, maksudku. Hadeeh, tadi aku kepikiran Kendari, trus jadi nulis Kediri."
"Hahaha. Kurang piknik atau butuh aqua itu?"
"Kurang piknik."
Iya, dia O. Seseorang.

:P