Saya mengenal Mas Ardi Wilda dari grup jejaring sosial "PM Suka Menulis", yaitu grup yang beranggotakan para alumni Pengajar Muda (PM) yang gemar menulis. Meski sekalipun belum pernah bertemu langsung dengannya, saya sudah mendapatkan banyak sekali inspirasi dan ilmu terkait dunia tulis-menulis dari pemuda yang pernah bertugas sebagai PM di Kabupaten Tulang Bawang Barat ini.
Pertama kali membaca laman pribadi milik Mas Awe, begitu ia sering disapa, tanpa pikir panjang saya langsung mem-follow laman tersebut. Sejak itu, saya selalu mendapatkan notifikasi secara otomatis melalui e-mail tiap kali Mas Awe mengunggah tulisan terbarunya. Momen saat datangnya notifikasi itu menjadi salah satu momen yang saya tunggu-tunggu. "Hari ini akan belajar apa lagi ya dari Mas Awe?" begitu tanya saya dalam hati tiap akan membaca tulisan terbaru dari Mas Awe.
Ada dua hal utama yang saya pelajari dari tulisan-tulisan Mas Awe yaitu tentang teknik bercerita (termasuk proses kreatifnya) dan tentang konten. Sebagai pencerita yang masih tengah mencari "gaya" yang khas, saya banyak belajar dari teknik bercerita Mas Awe. Saya suka alur berfikir yang Mas Awe gunakan dalam bercerita. Cerita selalu diawali dengan evidence yang nyata sehingga pembaca bisa membayangkan dan melibatkan perasaannya dalam merespon evidence tersebut. Karena evidence-nya nyata, maka cerita tersebut mampu menyusup dalam memori jangka panjang para pembaca tanpa mereka sadari. Maka, secara otomatis pula, "pesan" yang disampaikan lewat cerita tersebut akan sampai kepada para pembaca.
Lalu, dari segi konten, Mas Awe sangat lincah memadukan berbagai informasi ke dalam sebuah tulisan sehingga cerita yang dihasilkan pun mengalir dengan smooth dan enak dibaca. Dari segi konten ini juga, saya jadi tau buku-buku yang pernah dibaca oleh Mas Awe. Jika buku-buku tersebut menarik hati saya, maka saya tidak bisa tidak tergoda untuk ikut membacanya. Dengan kata lain, membaca tulisan-tulisan Mas Awe menginspirasi saya untuk membaca buku-buku yang lain.
Membaca tulisan-tulisan Mas Awe kerap kali juga membuat saya termotivasi untuk menulis. Seperti siang ini, saat saya membaca tulisannya yang berjudul Jeda Viriya. Di akhir tulisan tersebut, Mas Awe mengutip tulisan Budi Darma, "Bagi saya, kekuatan imajinasi identik dengan kepekaan seorang pengarang. Makin tajam kepekaan seorang pengarang, makin berkelejatanlah imajinasinya. Dan makin tumpul kepekaannya, makin malas imajinasinya, kemudian mengantuk, kemudian tidur, dan bahkan mungkin mampus."
Berkali-kali saya membaca kutipan itu hingga mata saya menangkap dua kata kunci, kepekaan dan imajinasi. Saya kemudian sadar bahwa sebulan terakhir ini intensitas menulis saya menjadi sedikit menurun. Taulah sekarang saya sebabnya. Mungkin akhir-akhir ini saya menjadi kurang peka sehingga imajinasi/ide-ide untuk menulis susah sekali muncul. Saya terlalu larut pada pekerjaan baru saya. Saya kekurangan waktu untuk membaca buku. Dan ya, satu lagi, akhir-akhir ini hati saya sedang sibuk dengan perasaan-perasaan negatif semacam jengkel dan marah sehingga itulah yang menutup hati saya dari kepekaan.
Ah, untungnya siang ini saya membaca tulisan "Jeda Viriya"-nya Mas Awe. Sepertinya saya memang perlu mengasah kepekaan dengan cara lebih banyak mendengar, berempati dan peduli.
Pertama kali membaca laman pribadi milik Mas Awe, begitu ia sering disapa, tanpa pikir panjang saya langsung mem-follow laman tersebut. Sejak itu, saya selalu mendapatkan notifikasi secara otomatis melalui e-mail tiap kali Mas Awe mengunggah tulisan terbarunya. Momen saat datangnya notifikasi itu menjadi salah satu momen yang saya tunggu-tunggu. "Hari ini akan belajar apa lagi ya dari Mas Awe?" begitu tanya saya dalam hati tiap akan membaca tulisan terbaru dari Mas Awe.
Ada dua hal utama yang saya pelajari dari tulisan-tulisan Mas Awe yaitu tentang teknik bercerita (termasuk proses kreatifnya) dan tentang konten. Sebagai pencerita yang masih tengah mencari "gaya" yang khas, saya banyak belajar dari teknik bercerita Mas Awe. Saya suka alur berfikir yang Mas Awe gunakan dalam bercerita. Cerita selalu diawali dengan evidence yang nyata sehingga pembaca bisa membayangkan dan melibatkan perasaannya dalam merespon evidence tersebut. Karena evidence-nya nyata, maka cerita tersebut mampu menyusup dalam memori jangka panjang para pembaca tanpa mereka sadari. Maka, secara otomatis pula, "pesan" yang disampaikan lewat cerita tersebut akan sampai kepada para pembaca.
Lalu, dari segi konten, Mas Awe sangat lincah memadukan berbagai informasi ke dalam sebuah tulisan sehingga cerita yang dihasilkan pun mengalir dengan smooth dan enak dibaca. Dari segi konten ini juga, saya jadi tau buku-buku yang pernah dibaca oleh Mas Awe. Jika buku-buku tersebut menarik hati saya, maka saya tidak bisa tidak tergoda untuk ikut membacanya. Dengan kata lain, membaca tulisan-tulisan Mas Awe menginspirasi saya untuk membaca buku-buku yang lain.
Membaca tulisan-tulisan Mas Awe kerap kali juga membuat saya termotivasi untuk menulis. Seperti siang ini, saat saya membaca tulisannya yang berjudul Jeda Viriya. Di akhir tulisan tersebut, Mas Awe mengutip tulisan Budi Darma, "Bagi saya, kekuatan imajinasi identik dengan kepekaan seorang pengarang. Makin tajam kepekaan seorang pengarang, makin berkelejatanlah imajinasinya. Dan makin tumpul kepekaannya, makin malas imajinasinya, kemudian mengantuk, kemudian tidur, dan bahkan mungkin mampus."
Berkali-kali saya membaca kutipan itu hingga mata saya menangkap dua kata kunci, kepekaan dan imajinasi. Saya kemudian sadar bahwa sebulan terakhir ini intensitas menulis saya menjadi sedikit menurun. Taulah sekarang saya sebabnya. Mungkin akhir-akhir ini saya menjadi kurang peka sehingga imajinasi/ide-ide untuk menulis susah sekali muncul. Saya terlalu larut pada pekerjaan baru saya. Saya kekurangan waktu untuk membaca buku. Dan ya, satu lagi, akhir-akhir ini hati saya sedang sibuk dengan perasaan-perasaan negatif semacam jengkel dan marah sehingga itulah yang menutup hati saya dari kepekaan.
Ah, untungnya siang ini saya membaca tulisan "Jeda Viriya"-nya Mas Awe. Sepertinya saya memang perlu mengasah kepekaan dengan cara lebih banyak mendengar, berempati dan peduli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar