Bagi seorang muslim, yang layak dijadikan idola nomor wahid tentu saja hanya Rasulullah Muhammad. Perangai Rasulullah sedikitpun tak ada cacatnya. Jika kita cari sesosok yang kebaikan budinya melebihi Beliau, mungkin kita tidak akan menemukannya.
Setelah Rasulullah, kita boleh mengidolakan yang lain misalnya para sahabat Rasulullah, ulama, tokoh-tokoh besar atau bahkan orang-orang di sekitar kita. Sebagai seorang muslim, alangkah baiknya jika sosok yang menjadi idola kita adalah yang memberi inspirasi kita untuk terus mempebaiki diri. Siapapun boleh kita idolakan tak peduli latar belakang agama atau bangsanya. Asalkan, dari mereka kita bisa memperoleh sesuatu yang menjadikan diri kita semakin baik dan berilmu. "Dengarkan apa yang dikatakan, bukan siapa yang mengatakan", begitu bunyi pepatah lama. Jadi, yang terpenting adalah bukan siapa yang berbicara dan berkarya, melainkan apa yang keluar dari lisaannya dan apa yang yang ia karyakan.
***
Beberapa waktu lalu saya bergabung di sebuah grup teman-teman yang gemar menulis. "PM (Pengajar Muda) Suka Menulis", nama grupnya. Anggota grup ini adalah alumni Pengajar Muda Indonesia Mengajar angkatan I sampai VII (saat ini baru sampai VII) yang mempunyai minat menulis. Bulan Februari ini kami berencana akan berdiskusi langsung untuk yang pertama kalinya. Maka beberapa teman mengusulkan nama-nama penulis yang akan kami undang untuk menjadi pembicara utama di acara diskusi kami itu. Muncullah salah satu usulan nama, Fahd Djibran, penulis buku "Perjalanan Rasa". Lalu teman yang mengusulkan nama Fahd Djibran itu menuliskan web pribadi Fahd, www.fahdpahdepie.com Karena saya belum pernah mendengar nama itu, maka saya segera membuka link tersebut. Saya baca satu persatu tulisan Bang Fahd, begitu Fahd Djibran sering disapa oleh para pembaca tulisannya.
Saya hampir membaca semua tulisan yang Bang Fahd tulis di web pribadinya. Saya mendapat banyak inspirasi, pengingat dan pemahaman baru. Tentang pengembangan diri misalnya, saya mencatat quote ini, "Bukan tentang menjadi apa dan siapa, tetapi tentang bagaimana kita menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri." Tentang masa lalu, Bang Fahd memberi penjelasan yang membuat saya selangkah lebih maju untuk berdamai dengan masa lalu saya, "Masa lalu, jejak yang terlanjur terpacak, tak perlu dihapus. Masa lalu adalah milik masa lalu, masa kini milik kita dan masa depan selalu menarik sebagai rahasia."
Lalu, tentang kepenulisan, bang Fahd memberi keterangan yang ringkas namun sangat bermakna. Dikatakannya bahwa penulis profesional adalah penulis yang tidak pernah berhenti membaca. Sepenangkapan saya, kalau kita mau menjadi penulis yang profesional, kita harus memperbanyak bacaan kita. Saya menjadi semakin semangat membaca.
Sebagian besar tulisan Bang Fahd berkisar tentang cerita sehari-hari yang penuh makna. Pilihan diksinya sederhana dan susunannya pas. Gaya berceritanya hidup dan menyentuh hati. Temanya tentang keluarga, humanisme, cinta, dan Islam. Itu mungkin yang membuat saya jatuh hati pada karya-karya ayah dari dua anak ini. Dan yang paling menjadi perhatian saya adalah, nafas Islam yang dibawanya dalam karya-karya itu. Salah satu kutipan tentang Islam yang saya suka adalah, "Islam adalah ketika kau menemukan sebuah batu di tengah jalan, kau menyingkirkan batu itu karena khawatir ia akan mencelakakan pejalan kaki yang lain. Siapapun pejalan kaki itu. Kemudian kau mencari seseorang untuk berdiskusi, membicarakan berbagai kemungkinan dan solusi terbaik agar batu itu bisa bermanfaat untuk orang lain."
Maka, setelah membaca tulisan-tulisan Bang Fahd, saya tidak ragu lagi menjadikannya sebagai idola baru saya. Saya mengidolakannya karena ia menginspirasi saya untuk terus belajar dan berkarya demi kebermanfaatan banyak orang. Terima kasih Bang Fahd Pahdepie, idola baru saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar