"When we give everything, we have nothing to lose"
Saya mendapatkan quote tersebut dari salah satu novel Paulo Coelho, Adultery. Jika kita fikirkan lebih mendalam, kita bisa menginterpretasikannya ke dalam beragam makna.
Jika semua sudah diberikan pada orang lain, kita mau kehilangan apalagi coba? Kan sudah tidak punya apa-apa. Ini interpretasi spontan saya. Tapi logis juga sih, hehe.
Lalu saya mencoba sedikit berfikir agar bisa menerjemahkan ke dalam arti yang lebih dalam. Hmm... begini, kata orang, jika seseorang suka memberi, maka yang terjadi adalah hartanya justru bertambah semakin banyak, bukan semakin berkurang. Jadi, walaupun secara kasat mata harta kita berkurang setelah diberikan kepada orang lain, dalam waktu bersamaan kita sedang dan akan mendapatkan sesuatu yang jauh lebih besar baik berupa kekayaan harta maupun kekayaan batin (seperti kebahagiaan, ketenangan, keselamatan, dsb). Ada yang merasa pernah mengalami ini?
Bukannya mencari analisis yang lebih empiris lagi, ingatan saya malah melayang pada sebuah peristiwa yang pernah dialami oleh ibu saya ketika saya masih duduk di bangku SD. Saat itu sehari sebelum lebaran, saya diajak oleh ibu saya untuk pergi ke pasar naik angkot. Selesai berbelanja, dengan membawa beberapa tas belanjaan yang berisi penuh, kami kembali naik angkot. Saat kami masuk, sudah ada seorang pemuda. Setelah kami duduk dan masuklah beberapa penumpang lainnya, tiba-tiba pemuda itu turun. Beberapa menit kemudian, ibu baru sadar bahwa dompetnya sudah raib entah kemana. Pengambilnya kemungkinan besar adalah si pemuda tadi. Ibu tampak lemas karena di dalam dompet itu masih ada sisa uang sekitar Rp 30.000 (pada saat itu uang sejumlah itu masih tinggi nilainya). Tapi, ibu mengikhlaskannya.
Seingat saya, sejak saya kecil hingga sekarang, itu adalah satu-satunya peristiwa kehilangan harta yang pernah ibu saya alami. Saya pernah berfikir bahwa alasan kenapa ibu hampir tak pernah mengalami kehilangan mungkin karena ibu saya adalah seorang yang sangat suka memberi (tentang kebiasaan ibu yang suka memberi ini saya pernah menceritakannya di tulisan-tulisan sebelumnya). Wallahu'alam.
Tiga tahun lalu, ibu hampir mengalami peristiwa kehilangan. Saat itu ibu sedang membantu memasak di rumah tetangga yang hajatan. Pada saat itu ibu sempat masuk toilet. Sebelum masuk, ibu menaruh HP beliau di sebuah rak kayu di dekat toilet. Saat keluar, ibu lupa mengambil HP-nya hingga dua jam kemudian baru ibu teringat. Kemudian ibu kembali ke rak kayu tersebut namun HP-nya sudah tak ada di sana. Ibu bertanya ke tuan rumah dan beberapa tetangga yang juga sedang ada di sana. Terjadilah kehebohan, semua orang ikut mencarikan namun tak ada yang menemukan. Ibu hanya bisa pasrah dan berusaha mengikhlaskan.
Malam hari, saat ibu akan pulang ke rumah, ibu penasaran dan kembali ke rak kayu dekat toilet itu. Betapa terkejutnya ibu saat menjumpai HP-nya tergeletak di atas rak kayu itu. Semua orang kembali heboh. Bedanya, kali ini mereka hebot menyaksikan keanehan ini. "Mungkin si pengambil HP ini kasihan pada ibu, jadi HP ibu dikembalikan", begitu cerita Ibu pada saya.
Saya kemudian mengulik keanehan ini. Bisa jadi si pengambil HP itu awalnya tidak tau bahwa itu HP ibu saya. Setelah terjadi kehebohan dan tau bahwa ibulah pemilik HP tersebut, maka si pengambil kemudian merasa tidak tega dan akhirnya mengembalikan HP itu. Ia kasihan mungkin karena melihat kehidupan kami yang sangat sederhana. Saking sederhananya sehingga menerbitkan rasa kasihan. Atau bisa jadi, si pengambil merasa tidak enak hati pada ibu saya yang walaupun hidup pas-pasan, tetap suka memberi. Wallahu'alam.
Mungkin quote Paulo Coulho yang saya cantumkan di awal tulisan ini bisa mewakili apa yang terjadi pada Ibu saya itu. Ketika kita memberikan segalanya, maka kita tak akan pernah kehilangan sesuatu. Ya, karena segalanya yang kita miliki telah kita pupuskan menjadi milik orang lain juga. Milikku adalah milikmu juga, seperti itu. Ah seandainya saya sudah sampai pada perasaan seperti itu, alangkah bahagianya saya.
Saya mendapatkan quote tersebut dari salah satu novel Paulo Coelho, Adultery. Jika kita fikirkan lebih mendalam, kita bisa menginterpretasikannya ke dalam beragam makna.
Jika semua sudah diberikan pada orang lain, kita mau kehilangan apalagi coba? Kan sudah tidak punya apa-apa. Ini interpretasi spontan saya. Tapi logis juga sih, hehe.
Lalu saya mencoba sedikit berfikir agar bisa menerjemahkan ke dalam arti yang lebih dalam. Hmm... begini, kata orang, jika seseorang suka memberi, maka yang terjadi adalah hartanya justru bertambah semakin banyak, bukan semakin berkurang. Jadi, walaupun secara kasat mata harta kita berkurang setelah diberikan kepada orang lain, dalam waktu bersamaan kita sedang dan akan mendapatkan sesuatu yang jauh lebih besar baik berupa kekayaan harta maupun kekayaan batin (seperti kebahagiaan, ketenangan, keselamatan, dsb). Ada yang merasa pernah mengalami ini?
Bukannya mencari analisis yang lebih empiris lagi, ingatan saya malah melayang pada sebuah peristiwa yang pernah dialami oleh ibu saya ketika saya masih duduk di bangku SD. Saat itu sehari sebelum lebaran, saya diajak oleh ibu saya untuk pergi ke pasar naik angkot. Selesai berbelanja, dengan membawa beberapa tas belanjaan yang berisi penuh, kami kembali naik angkot. Saat kami masuk, sudah ada seorang pemuda. Setelah kami duduk dan masuklah beberapa penumpang lainnya, tiba-tiba pemuda itu turun. Beberapa menit kemudian, ibu baru sadar bahwa dompetnya sudah raib entah kemana. Pengambilnya kemungkinan besar adalah si pemuda tadi. Ibu tampak lemas karena di dalam dompet itu masih ada sisa uang sekitar Rp 30.000 (pada saat itu uang sejumlah itu masih tinggi nilainya). Tapi, ibu mengikhlaskannya.
Seingat saya, sejak saya kecil hingga sekarang, itu adalah satu-satunya peristiwa kehilangan harta yang pernah ibu saya alami. Saya pernah berfikir bahwa alasan kenapa ibu hampir tak pernah mengalami kehilangan mungkin karena ibu saya adalah seorang yang sangat suka memberi (tentang kebiasaan ibu yang suka memberi ini saya pernah menceritakannya di tulisan-tulisan sebelumnya). Wallahu'alam.
Tiga tahun lalu, ibu hampir mengalami peristiwa kehilangan. Saat itu ibu sedang membantu memasak di rumah tetangga yang hajatan. Pada saat itu ibu sempat masuk toilet. Sebelum masuk, ibu menaruh HP beliau di sebuah rak kayu di dekat toilet. Saat keluar, ibu lupa mengambil HP-nya hingga dua jam kemudian baru ibu teringat. Kemudian ibu kembali ke rak kayu tersebut namun HP-nya sudah tak ada di sana. Ibu bertanya ke tuan rumah dan beberapa tetangga yang juga sedang ada di sana. Terjadilah kehebohan, semua orang ikut mencarikan namun tak ada yang menemukan. Ibu hanya bisa pasrah dan berusaha mengikhlaskan.
Malam hari, saat ibu akan pulang ke rumah, ibu penasaran dan kembali ke rak kayu dekat toilet itu. Betapa terkejutnya ibu saat menjumpai HP-nya tergeletak di atas rak kayu itu. Semua orang kembali heboh. Bedanya, kali ini mereka hebot menyaksikan keanehan ini. "Mungkin si pengambil HP ini kasihan pada ibu, jadi HP ibu dikembalikan", begitu cerita Ibu pada saya.
Saya kemudian mengulik keanehan ini. Bisa jadi si pengambil HP itu awalnya tidak tau bahwa itu HP ibu saya. Setelah terjadi kehebohan dan tau bahwa ibulah pemilik HP tersebut, maka si pengambil kemudian merasa tidak tega dan akhirnya mengembalikan HP itu. Ia kasihan mungkin karena melihat kehidupan kami yang sangat sederhana. Saking sederhananya sehingga menerbitkan rasa kasihan. Atau bisa jadi, si pengambil merasa tidak enak hati pada ibu saya yang walaupun hidup pas-pasan, tetap suka memberi. Wallahu'alam.
Mungkin quote Paulo Coulho yang saya cantumkan di awal tulisan ini bisa mewakili apa yang terjadi pada Ibu saya itu. Ketika kita memberikan segalanya, maka kita tak akan pernah kehilangan sesuatu. Ya, karena segalanya yang kita miliki telah kita pupuskan menjadi milik orang lain juga. Milikku adalah milikmu juga, seperti itu. Ah seandainya saya sudah sampai pada perasaan seperti itu, alangkah bahagianya saya.
sumber gambar : id.gofreedownload.net |
2 komentar:
Suka sama tulisannya :)
Terima kasih, teteh :-)
Posting Komentar