Translate

Sabtu, 29 November 2014

Dita Jalan-Jalan #1

Duh, sebenarnya nggak enak mau nulis ini di blog. Nanti dikira pamer, walaupun sebenarnya sedikit terblesit pamer juga sih. Tapi nggak apa-apa lah ya? Hehe.. Cuma mau merekam tempat-tempat keceh yang pernah saya kunjungi. 

Nah, kita mulai dari yang domestik dulu ya! Ternyata negara kita Indonesia tercinta ini sungguh cantik alam dan budayanya. Sebelum kalian berkeliling dunia, saya sarankan kalian khatamkan Indonesia dulu deh. Kalau udah bisa nabung buat jalan-jalan, jangan buru-buru mikir buat pergi ke luar negeri. Kalau udah atleast beberapa tempat keceh domestik yang kita kunjungi, nanti kalau kita punya kesempatan buat mbolang ke negeri orang, kita bakal makin bersyukur dan cinta sama negara kita. Itu menurut saya. Hehe. Baiklah, saya mulai tulis tempat-tempat keren yang pernah saya kunjungi ya! Oh ya, ini yang saya tulis adalah yang saya kunjungi mulai waktu kuliah. Jadi, tempat-tempat piknik keluarga yang saya kunjungi saat saya kecil sampai SMA, nggak usah ditulis ya! Hehe.

1. LOMBOK


Pada pertengahan tahun 2010 saya mengikuti KKN di lereng Gunung Rinjani, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Sumpah, tempat ini cuantik banget. Mau cari pantai yang pasirnya paling putih? Ada. Mau snorkeling dan diving? Bisa. Mau cari perkebunan strawberry? Ada. Mau makan berbagai jenis ikan? Melimpah. Mau mandi di bawah air terjun? Bisa banget. Mau lihat Segara Anakan di puncak Rinjani? Dipersilahkan.



Gili Kondo (Gili berarti pulau)
Sayang banget waktu itu saya masih cupu (padahal sekarang masih, hehe). Namanya KKN ya KKN, nggak usah neko-neko. Selain itu, Ibu saya juga melarang saya untuk main ke tempat yang jauh dari lokasi KKN. Jadi, saya dan beberapa teman hanya bisa jalan-jalan waktu hari Minggu saja dan itu hanya di sekitar Lombok Timur. Beberapa teman yang punya nyali lebih besar, nekat naik ke puncak Rinjani, diving ke Gili Trawangan dan wisata budaya ke Desa Sade. Yah, nggak apa-apa. Saya sudah cukup puas mengunjungi beberapa pulau, pantai dan air terjun di wilayah Lombok Timur.

2. BROMO


Tempat yang satu ini konon dinobatkan sebagai gunung tercantik di Pulau Jawa. Berada di Perbatasan Kabupaten Probolinggo, Malang, Pasuruan dan Lumajang memungkinkan gunung yang terkenal dengan lautan pasirnya ini bisa diakses dari beberapa arah. Saking cintanya sama tempat ini, sejak Maret 2011 sampai sekarang (Akhir tahun 2014) saya sudah 4 kali berkunjung ke sana. Ini karena di Desa Ngadirejo, salah satu desa di Lereng Bromo, saya mempunyai kenalan beberapa warga yang sudah saya anggap sebagai keluarga saya. Jadi, ketika berkunjung ke Bromo, saya dan teman-teman saya bisa menginap di rumah mereka.

Untuk bisa mencapai Bromo, saya lebih suka naik bus dari Jogja. Berangkat jam 22.00 dari Jogja, tiba di terminal Bungurasih, Surabaya pas Subuh. Cari mushola untuk sholat, lalu sarapan dan lanjut naik bus ke arah Probolinggo kurang lebih 3 jam. Sesampainya tiba terminal probolinggo, bisa naik mobil elf yang ongkosnya Rp 50.000 (tahun 2013). Tapi, karena mobil ini sehari hanya ada beberapa saja, saya biasanya menelpon kenalan saya yang ada di Desa Ngadirejo untuk menjemput saya dengan motor. Jadi saya tinggal kasih uang bensin yang kira-kira sama dengan ongkos elf. Ini lebih enak dan bisa memberi penghasilan tambahan untuk warga Ngadirejo.


Keluarga di Ngadirejo
Di Ngadirejo saya menginap layaknya di homestay. Jadi, nanti saat saya mau pulang, saya kasih uang pengganti biaya makanan yang meraka berikan untuk saya. Nggak banyak, tapi nggak dikit-dikit banget lah. Dikira-kira saja biar ada bagian uang lelah juga untuk mereka walaupun mereka sebanarnya nggak mau menerima uang itu karena sudah menganggap saya sebagai keluarga mereka. Tapi saya harus paksa berikan uang  itu.

Kalau mau jalan-jalan ke Gunung Bromo, saya juga bisa meminta tukang ojek warga setempat untuk mengantar saya. Tahun 2013 saya ke sana, tarifnya Rp 150.000 untuk 1 paket wisata penuh, dari jam 03.00 dini hari untuk melihat sunrise di Penanjakan, naik ke puncak Bromo, foto-foto di Pura, pasir berbisik (lautan pasir), savana dan bukit Teletubbies. Kira-kira jam 12 siang, baru kembali ke Ngadirejo. Murah kan? Kalau kalian mau ke Bromo, menginap saja di Ngadirejo. Itung-itung bisa membantu mereka buat nambah penghasilah. FYI, Ngadirejo ini nggak seperti Ngadisari yang merupakan jalur wisata. Jadi, Ngadirejo itu perekonomian warganya agak kurang baik jika dibandingkan dengan Ngadisari. Sebagian besar penduduknya berprofesi sebagi petani dan buruh di perkebunan jamur. Karena bukan merupakan jalur wisata, suasana perkampungan di Ngadirejo sangat tenang sehingga cocok banget untuk kontemplasi.


Salah satu bukit untuk memandang Bromo dari Kejauhan

Suasana Desa Ngadirejo


3. TANA TORAJA DAN PULAU SAMALONA


Dari Jawa, kita loncat ke Pulau Celebes yuk! Kita jelajahi Tana Toraja yang kondang itu. Saya berkunjung ke tempat itu pada Mei 2011. Ternyata tempatnya jauh banget dari Makassar oey! Dari Ibukota propinsi Sulawesi Selatan itu, saya dan teman-teman harus menyewa mobil untuk menuju Toraja yang waktu itu kami tempuh sekitar 9 jam. Perjalanan 9 jam itu ternyata sama-sekali tidak membosankan karena bisa melihat pemandangan perbukitan, persawahan dan perkampungan yang berbeda dengan yang saya lihat di Jawa.

Waktu itu kami kesana berdelapan. Salah satu dari kami ibunya sedang bertugas di Kota Pollopo sehingga kami singgah semalam di kota kecil nan damai itu untuk pesta durian dan kapurung (sejenis sagu). Kalau kalian sempat singgah di Pallopo dan kebetulan sedang musim durian, harus mencicipi durian asli sana. Juga, perlu dicoba makan kapurung dengan kuah masakan ikan yang rasanya agak pedas. Enak banget deh.
Pesta Durian

Sudah semalam menginap di Pallopo, esok harinya kami bersiap-siap menuju Toraja. Ada banyak tempat yang kami kunjungi di sana. Saya lupa nama-namanya, hehe. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah goa dimana tengkorak orang-orang yang sudah meninggal dibiarkan begitu saja tergelatak di dasar gua. Baru sampai di pintu goa saja bulu kudu saya sudah bergidik. Ngeri sekali rasanya. Lebih ngeri saat kami masuk ke dalam guanya yang hanya dengan penerangan senter dari pemandu kami. Hawa mistis semakin terasa. Karena sangat penasaran ingin melihat isi goa itu, saya paksakan untuk ikut masuk.

Tempat selanjutnya yang kami kunjungi adalah kuburan leluhur yang ada di bukit batu. Beberapa peti mati tertanam di bukit-bukit itu sehingga hanya satu sisi sampingnya yang terlihat. Di samping peti itu terpasang patung berwajah orang yang meninggal itu. Selain dua tempat tadi, ketika berkunjung ke Tator, sebutan singkat untuk Tana Toraja, mata kita akan disuguhi rumah adat khas Tator yang menjulang tinggi dan berhiaskan tanduk kepala kerbau. Semakin kaya seseorang, semakin besar pula ukuran rumahnya dan semakin banyak jumlah tanduk kerbau yang menghiasinya. Tanduk-tanduk kerbau itu diperoleh saat ada anggota keluarga yang meninggal. Menurut tradisi Tator, ketika ada warga yang meninggal, kerbau harus disembelih saat upacara pemakamannya. Semakin kaya seseorang, semakin banyak kerbau yang disembelih.

Puas menjelajahi sisi Tator, kami bertolak kembali ke Makassar. Di perjalanan, kami mampir makan ikan Pare-Pare, tempat kelahiran Pak Habibie. Tiba-tiba saya teringat Beliau yang sangat saya kagumi itu, hehe.

Sebelum kembali terbang ke Jogja, kami mampir berwisata bahari di Pulau Samalona yang berjarak kurang lebih 50 menit naik perahu motor dari pelabuhan Makassar. Peraian di pulau ini airnya sangat jernih, pasirnya putih bersih dan banyak keong laut yang bentuknya lucu-lucu. Kalau kalian berkunjung ke Makassar, mampirlah ke Pulau Samalona untuk sedikit merasakan damainya pantai.







Samalona Island
Samalona Island

4. PULAU SEBESI DAN GUNUNG KRAKATAU


Perjalanan dari Dermaga Canti menuju Pulau Sebesi
Hayo, ada yang tahu Gunung Krakatau ada dimana? Haha, pasti sudah pada tau ya! Gunung yang letusannya pernah mengguncangkan dunia dengan efek tsunami yang ditimbulkannya itu, kini sudah beranak. Serius, beranak? Iya, si gunung aslinya sudah habis waktu letusan dahsyat pada tahun 1883 itu. Nah, yang ada sekarang adalah anaknya yang sedang dalam masa pertumbuhan, hehe.

Dari Jogja, saya dan rombongan naik kereta ekonomi Progo yang saat itu harganya masih Rp 30.000 (Juli 2011). Turun di stasiun Pasar Senen dan lanjut naik KRL ke Stasiun Tanah Abang. Dari Tanah Abang, kami naik kereta ekonomi tujuan Merak seharga Rp 5000. Ini adalah kereta yang benar-benar ekonomi karena pintunya tidak bisa dititup sepanjang perjalanan 4 jam itu. Penumpang penuh berjubel dan hampir semuanya berdiri karena tidak kebagian kursi. Aneka macam pedagang keliling dan pengamen hilir mudik di antara penumpang yang berdesakan itu. Sepanjang hidup saya, itu adalah pengalaman naik kendaraan umum terburuk yang pernah saya alami.

Tiba di Merak, kami naik kapal ferry melintasi Selat Sunda selama lebih kurang 2 jam menuju pelabuhan Bakauheni. Karena sudah menjelang malam, kami tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Pulau Sebesi karena dalam sehari hanya ada 2 perahu menuju pulau itu yaitu pada siang hari saja. Kami singgah semalam di rumah salah seorang kenalan kami di Lampung Selatan. Esok harinya, kami baru menuju dermaga Canti, tempat dimana kami akan menyeberang ke Pulau Sebesi dengan perahu motor selama 2 atau 3 jam tergantung dari kondisi ombak laut.





Pulau Sebesi adalah tempat yang biasanya dijadikan tempat transit bagi wisatawan yang akan pergi ke Gunung Krakatau. Karena di Sebesi kami sedang mengerjakan project perpustakaan, kami tidak sempat mampir ke Krakatau. Walaupun begitu, kami cukup puas menjelajahi pulau Sebesi dari bibir pantainya, hutan bakau, perkebunan kelapa, perkampungan warga dan melihat nelayan turun dari melaut membawa berbagai ikan hasil tangkapan. Kami juga sudah cukup puas memandangi Krakatau dari salah satu sisi pantai di Sebesi. Ah, nanti kalau ada waktu dan rezeki lagi, ingin sekali saya menginjakkan kaki di Krakatau.



5. SEMERU
Bagi orang yang hobi mendaki gunung, Semeru adalah salah satu gunung yang ingin ditakhlukkan. Betapa tidak, gunung yang terkanal dengan sebutan "atapnya Pulau Jawa" itu adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa. Adakah diantara kalian yang sudah pernah mencapai puncak Mahameru-nya?

Oktober 2011 saya dan teman-teman komunitas BOOK FOR MOUNTAIN kembali membuat project perpustakaan di SDN Ranu Pane, lereng Semeru. Secara administratif, Ranu Pane masuk dalam wilayah Labupaten Lumajang. Mengawali perjalanan dari Jogja tercinta, kami menumpang kereta api Sri Tanjung menuju Stasiun Semut, Surabaya. Dari sana, kami naik kereta lagi menuju Stasiun Malang yang kemudian sambung naik angkot menuju Pasar Tumpang. Dari sana, hanya ada 2 pilihan untuk menuju ke Ranu Pane (Desa tertinggi di Semeru) yaitu dengan naik Jeep atau menumpang truk sayur. Hampir semua pendaki gunung yang akan mendaki ke Semeru, harus melewati Ranu Pane itu. Karena kondisi keuangan kami yang pas-pasan, kami memutuskan untuk menumpang truk sayur yang mana kami cukup mengeluarkan uang sebesar Rp 25.000 saja. Truk-truk sayur ini biasanya mulai jalan dari Pasar Tumpang pada siang hari dalam keadaan kosong muatan. Jadi, kami bisa menumpang sampai di Ranu Pane. Dua jam waktu yang kami butuhkan untuk menuju desa yang mayoritas penduduknya merupakan petani sayur seberti kubis, daun bawang dan wortel itu. Ternyata seru sekali melihat pemandangan sepanjang perjalanan di atas truk itu.

Awalnya kami berencana akan muncak ke Mahameru setelah project kami selesai. Namun, karena setelah seminggu berada di sana sebagian besar dari kami sakit, maka kami urungkan niat itu. Walaupun tidak sampai ke puncak, kami cukup senang karena bisa menjelajah ranu-ranu (ranu berarti rawa) seperti Ranu Pane dan Ranu Regula. Ketika kami datang ke sana, kebetulan sedang ada perayaan hari raya Karo sehingga kami bisa mengikuti rangkaian acaranya. Bagi saya, yang paling berkesan adalah pertunjukkan Reog Singo Barong karena itu adalah pertama kalinya saya melihat orang kesurupan lalu memakan kemenyan dan kelapa tanpa dipecah. So Amazing.

Pertunjukan Reog Saat Hari Raya Karo


Bunga di Tepi Jalan

Pura di Ranu Pane



Kami juga senang karena selama kami di sana, kami bertemu dengan relawan mahasiswa dari Universitas Brawijaya yang aktif membersihkan Ranu Pane dari gulma pengganggu yang menghambat kehidupan ekosistem rawa. Juga, ada sepasang bule dari Perancis yang sedang mengadakan penelitian Landscap Ranu Pane. Sepuluh hari yang menarik. Oh ya, selama 10 hari di sana, saya hanya mandi 2 kali karena udara yang sangat amat dingin. Hehe.


Capek juga ngetik sebanyak ini. Lima tempat dulu ya, insyaAllah saya lanjut nanti.

Tidak ada komentar: