Translate

Rabu, 01 April 2015

Musim Buah

Akhir-akhir ini para pedagang buah di pasar-pasar tradisional sedang kebanjiran buah lokal. Rambutan, duku, durian, manggis, alpukad, sawo, cempedak, nangka dijajakan dengan harga yang cukup murah. Sawo misalnya, beberapa hari lalu saya membeli dengan harga Rp 12.000/ kg. Jika dibandingkan dengan harga buah impor, tentu saja buah lokal jauh lebih murah. 

Tentang buah lokal ini, atasan saya (seorang warga negara Jepang) pernah memuji, "Di Indonesia ada banyak buah lokal ya! Enak-enak rasanya." Dalam hati saya mengamini. Keanekaragaman buah tropis yang kita miliki ini tentu wajib kita syukuri.

Beberapa hari lalu saya menonton tayangan program Satu Indonesia di NetTV yang mana saat itu narasumbernya adalah Mantan Presiden BJ Habibie. Salah satu makanan kesukaan beliau ternyata adalah apel malang. Karena rasanya yang sedikit kecut, beliau biasanya memakannya dengan cara diiris-iris lalu digoreng campur dengan tepung dan gula, mirip seperti pisang goreng. Kenapa beliau tidak memilih apel impor yang besar-besar ukurannya dan manis rasanya? Ternyata alasannya adalah karena beliau ingin membantu petani buah lokal sehingga produksinya terus berlanjut. 

Sebagian kita justru lebih memilih membeli buah impor daripada buah lokal. Alasannya bisa jadi karena buah impor dijajakan di supermarket-supermarket yang bersih dan ber-AC. Buahnya pun dikemas dengan sangat menarik. Sangat berkebalikan dengan buah lokal yang dijajakan di pasar tradisional dan di pinggir jalan yang semrawut. Jangankan dikemas menarik, cara menaruh buahnya pun biasanya asal-asalan. Ini mungkin yang membuat sebagian orang malas melirik buah lokal. 

Atau bisa jadi, orang yang memilih membeli buah impor itu sebenarnya sudah bosan dengan buah lokal. Kebiasaan sebagian manusia memang ingin menikmati yang "berbeda" dengan yang sudah ada. Seperti yang saya baca dalam buku The Naked Traveler yang ditulis oleh Trinity. Saat berlibur ke Pourto Rico, Trinity (orang Indonesia) satu bus dengan rombongan turis dari Amerika. Pemandu wisata mereka menjelaskan bahwa mereka sudah memasuki perkebunan pisang. Seketika itu, para turis Amerika langsung turun dari bus dan dengan penuh antusias berfoto di kebun pisang itu. Trinity hanya duduk di dalam bus. Ia pun kemudian ditanya oleh salah seorang turis lainnya kenapa ia tidak turun. Maka ia pun menjawab, "Aku memiliki kebun pisang di belakang rumahku!"

Jadi, bukankah kita sangat beruntung lahir dan dibesarkan di negeri yang kaya akan buah-buahan tropis? Ayo kita biasakan membeli buah lokal ya!


Sumber gambar : http://spirit.web.id/manfaat-buah-sawo-bagi-kesehatan

Tidak ada komentar: