Translate

Rabu, 01 Juli 2015

Hati-Hati Gratifikasi!

Karena tidak banyak pekerjaan yang perlu diselesaikan hari ini, juga karena atasan saya sedang tidak berada di kantor (hehe), saya membaca kembali catatan beberapa workshop/pelatihan yang saya ikuti dua bulan terakhir ini. Pada catatan tertanggal 3 Juni 2015, saya menulis judul Pelatihan Pengisian LHKASN (Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara) dan LHKPN (Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara). Materi tersebut disampaikan oleh seorang ibu berusia paruh baya dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KEMENPAN RB).

Saya mencatat bebarapa hal penting dari pelatihan yang diikuti oleh semua auditor dan calon auditor di lingkungan pekerjaan saya ini. Pertama, LHKASN dan LHKPN adalah salah satu upaya untuk secara berkala melihat perkembangan jumlah harta kekayaan Aparatur Sipil Negara dan Pejabat Negara. Dengan begitu, perkembangan jumlah kekayaan yang tidak wajar bisa terlihat. Tujuan utamanya adalah untuk memudahkan pemberantasan tindak korupsi dan sebagai bentuk transparansi ASN/PN. 

Korupsi adalah permasalahan yang terjadi mungkin di semua negara, tak kecuali negara kita. Jenisnya pun beragam: suap, gratifikasi, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, konflik kepentingan dan tindakan lain yang merugikan negara. Dan menurut sejarah, korupsi sudah ada sejak dahulu kala. Di Tiongkok misalnya, pada 100 tahun pertama sejak dibangunnya tembok besar Tiongkok, sudah tiga kali musuh berhasil masuk. Alasannya bukan karena tembok tersebut dirobohkan musuh, melainkan karena penjaga menerima gratifikasi dari musuh.  


sumber : presentasi dari KEMENPAN RB 
Selanjutnya, pemateri memaparkan fakta-fakta tentang korupsi di negara kita. Menurut rilis data dari acch.kpk.go.id sampai dengan 30 September 2014, sebanyak 115 pejabat eselon dan 76 anggota DPR tersangkut kasus korupsi. Tak ketinggalan, 19 kepala lembaga/ kementerian, 10 hakim, 12 gubernur, 4 duta besar, 41 walikota dan 7 komisioner ikut mengisi daftar kasus korupsi di KPK. Swasta pun ternyata tak sedikit menyumbangkan angka korupsi, tercatat 106 pimpinan perusahaan swasta tersangkut kasus korupsi. 



Melihat angka-angka itu, miris sekali rasanya. Bagaimana bisa negara yang mayoritas berpenduduk muslim mempunyai angka korupsi yang demikian tinggi? Rupanya para muslim (termasuk saya) di negara kita ini belum sepenuhnya mengimplementasikan ajaran agama pada kehidupan sehari-hari. Padahal Islam sudah mengajarkan kita untuk tidak memisahkan agama dengan kehidupan sehari-hari. Artinya, semestinya agama tidak hanya dipraktikkan berupa ritual ibadah tetapi dalam seluruh aspek kehidupan manusia. 

Ritual ibadah yang Allah syariatkan pada manusia pun sebenarnya berisi hikmah-hikmah yang bisa diterapkan dalam kehidupan keseharian. Dari ibadah puasa misalnya, kita bisa mengambil banyak hikmah. Sebagaimana isi ceramah tarawih yang saya dengar di Masjid Bank Indonesia kemarin malam, dari ibadah puasa saja kita bisa mengambil banyak pelajaran hidup. Pelajaran tentang jujur pada diri sendiri misalnya. Saat kita menunggu waktu berbuka puasa, adakah diantara kita yang berbuka sebelum waktu berbuka tiba? Sepertinya semua orang yang berpuasa tidak ada yang nekat berbuka jika waktu buka belum betul-betul tiba. Bahkan, banyak dari kita yang sudah jelas melihat jam menunjukkan waktu berbuka tapi bila belum mendengar adzan berkumandang, masih sekali lagi memastikan kepada orang-orang sekitar adakah yang sudah mendengar adzan. 

Ini berarti kita sudah jujur dengan puasa kita. Harapannya, latihan kejujuran yang kita pelajari dari ibadah puasa ini juga kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Nampaknya itu hal yang sederhana, namun agaknya tidak cukup mudah untuk dipraktikkan. Semoga Allah SWT selalu membimbing kita untuk berfikir, berbicara, bertindak dan mengambil keputusan berdasarkan ajaran Islam, ya kawan!



Tidak ada komentar: