Translate

Jumat, 03 Juli 2015

Berbagi Kursi

Selama Ramadhan ini, pada jam pulang kerja, jalanan ibukota nampak lebih macet daripada bulan-bulan lainnya. Mungkin ini karena orang-orang ingin segera pulang dan berbuka puasa bersama keluarga di rumah. Tak ayal, jam empat sore aneka kendaraan, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum sudah mulai merayap di jalanan utama. Kendaraan umum pun penuh sesak dengan penumpang dari beragam profesi.

Beruntunglah saya yang indekos 200 meter dari kantor tempat saya bekerja sehingga saya tidak perlu merasakan kemacetan semacam itu setiap pulang dan pergi bekerja. Ya, cukup berjalan kaki tak lebih dari 10 menit saya bisa tiba di lobi kantor.

Namun, adakalanya saya tidak langsung pulang ke kos tetapi pergi dahulu saya ke suatu tempat. Seperti Jumat lalu, saya pergi ke Masjid Agung Al Azhar untuk mengikuti kelas tahsin sekalian lanjut buka bersama dan sholat tarawih. Jam 15.30 saya keluar kantor, berjalan kaki menuju Halte Busway Matraman. Tak lama menunggu, bus yang hendak saya tumpangi sudah datang. Walaupun bus penuh penumpang, untungnya saya masih bisa tetap masuk. Berdiri pun tidak masalah, asalkan saya bisa segera sampai ke Al Azhar, begitu pikir saya. Tidak sampai 20 menit saya sudah tiba di Halte Dukuh Atas. Saya kemudian berganti bus Koridor 1: Kota-Blok M. Ternyata bus ini lebih sesak daripada bus Matraman-Dukuh Atas yang sebelumnya saya tumpangi. Dan saya pun harus berdiri bergelantungan lagi. Baiklah, tidak apa-apa. Toh saya tidak setiap hari mengalami yang seperti ini.

Jika jalanan sedang lancar, Dukuh Atas-Al Azhar biasanya hanya sekitar 30 menit. Akan tetapi, sore itu jalanan terlalu macet sehingga beberapa titik jalur busway, yang berbagi ruas dengan jalur nonbusway (karena efek pembangungan jalur monorel), ikut macet. Di situlah saya menyadari bahwa sungguh sangat tidak enak berdiri bergelantungan di dalam bus Trans Jakarta dalam kondisi jalan yang stag seperti itu. Betis dan persendian lutut saya mulai ngilu. Telapak tangan saya kemerahan karena terlalu lama bergelantungan dan menahan beban badan saya. Kepala pun pusing, perut mual. Rasanya seperti hampir pingsan.

Di depan saya, dengan tampak sangat enaknya duduk beberapa perempuan muda. Bahkan, ada yang tertidur lelap. Melihat mereka, muncul perasaan iri bercampur geram di hati saya (ini perasaan negatif ya, tidak boleh ditiru, hehe). Bagaimana bisa mereka tidur terlelap sedangkan di depannya puluhan orang (wanita semua karena saya masuk di bagian khusus wanita) bergelantungan dan berdesak-desakan? Bukankah kita membayar ongkos yang sama sehingga kita punya hak yang sama untuk duduk? Apakah hanya karena meraka lebih dahulu masuk dan mendapat tempat duduk sehingga mereka berhak duduk sampai di halte tempat mereka turun?

Sore itu saya kemudian berjanji dalam hati bahwa jika suatu saat saya mengalami situasi semacam ini dan kebetulan saya mendapat tempat duduk, saya akan duduk bergantian dengan penumpang yang tidak mendapat tempat duduk. Kami bisa bergantian setiap dua atau tiga halte. Mungkin ini akan lebih adil dan menguntungkan untuk saya dan penumpang lain.

Rabu ini, saya punya kesempatan untuk membuktikan niat saya itu. Sore itu saya menghadiri acara penyambutan Pengajar Muda Angkatan VIII di Wisma BNI Slipi. Setelah transit di halte Harmoni, saya berganti bus Koridor 1 dan turun di halte Bendungan Hilir. Saya dapat tempat duduk. Setelah melewati dua halte, Monas dan BI, saya menawarkan untuk bergantian tempat duduk dengan wanita muda yang berdiri tepat di depan saya, "Kita gantian duduk aja Mbak, kita sama-sama bayar soalnya". Si mbak itu nampak heran mendengar ajakan saya, "Oh, mbaknya mau turun ya?". "Enggak sih, saya turun di Benhil, Mbak", jawab saya padanya sambil tersenyum tipis dan dia pun menyambut dengan senyuman tipis pula.

Tanpa saya duga, saat melewati halte Dukuh Atas, Si Mbak justru yang lebih dulu menawarkan untuk bergantian tempat duduk, "Kita mau gantian lagi Mbak?" Saya pun segera menyahut, "boleh", karena kaki saya memang sudah pegal berdiri.  Saya duduk sampai tujuan akhir saya, Benhil, kemudian mengembalikan kursi pada wanita muda itu. Saya puas, saya senang.

Ternyata, hanya dengan ide sesederhana ini, dua orang bisa diuntungkan. Saya membayangkan seandainya semua orang mau berbagi walau hanya dengan hal-hal sederhana semacam ini. Bisa jadi itu akan membawa efek kebaikan yang lebih luas. Bagaimana menurut teman-teman?

sumber gambar : duniaibrahim.wordpress.com

Tidak ada komentar: