"Tam, pokoke aku harus ke Bukittinggi tahun ini!", sebaris pesan saya layangkan pada Tami melalui aplikasi WhatsApp pagi ini. Ah, barangkali Tami sudah bosan mendengar kicauan saya tentang keinginan ini. Pasalnya hari-hari lalu entah sudah berapa kali saya merusuhi harinya dengan pesan yang mengandung dua kata kunci itu: "Bukittinggi" dan "tahun ini". Jangan bosan ya Tam! Hehe
Keinginan ini bukan datang tiba-tiba. Entah kebetulan atau bukan, beberapa bulan terakhir ini buku-buku yang saya baca kebanyakan adalah buku yang ditulis oleh orang Minang: Bung Hatta, Buya Hamka dan A. Fuadi. Dari karya-karya mereka saya memperoleh gambaran tentang alam dan budaya Sumatra Barat. Jujur, saya jatuh cinta! Sungguh!
Dulu, saat masih menjadi Tutor Bahasa Indonesia bagi mahasiswa asing di Indonesian Cultural and Language Learning Service (INCULS), UGM, saya mempunyai seorang mahasiswa dari negeri kangguru yang mengambil matakuliah Etnografi Minangkabau. Sebagai tutornya, salah satu tugas saya adalah mengecek tugas kuliahnya, yang umumnya berupa esai/makalah, sebelum dikumpulkan pada dosennya. Dari sanalah saya mulai berkenalan dan menaruh ketertarikan pada serba-serbi Minangkabau.
Dan beberapa bulan terakhir ini, setelah membaca buku-buku karangan orang Minang, ketertarikan itu berkembang sempurna, bak sakura di bulan April. Ya, saya ingin ke Sumatra Barat! Tahun ini! Bersama siapa? Naik apa? Gampanglah. Bismillah, pasti ada jalan!
Dari semua daerah di Sumatra Barat, yang paling ingin saya kunjungi adalah Bukittinggi. Kenapa? Karena ini adalah kotanya Bung Hatta, salah satu tokoh inspiratif saya. Apa saja yang ingin saya lakukan di Bukittinggi? Pertama-tama saya akan berkunjung ke tempat-tempat yang ada hubungannya dengan Bung Hatta seperti Perpustakaan Proklamator Bung Hatta, Istana Bung Hatta dan Taman Monumen Bung Hatta. Lalu tempat-tempat bersejarah lainnya seperti Benteng Fort de Kock, Lobang Jepang dan Jam Gadang. Tak ketinggalan juga Ngarai Sianok. Di sela-sela mengunjungi tempat itu, saya ingin mampir ke tiga Sekolah Dasar yang letaknya di pinggiran kota. Di sana saya ingin mengajar dan berbagi semangat pada anak-anak barang sejam atau dua jam untuk masing-masing SD.
Apakah cita-cita ini bisa terwujud? Ataukah sekedar utopia belaka? Dalam bukunya yang berjudul Pribadi Hebat, Buya Hamka pernah mengutip kata-kata Mark Twain, "Periharalah cita-citamu baik-baik! Karena jika cita-cita padam, samalah artinya dengan mati." Yosh, saya akan pelihara cita-cita saya ini, juga cita-cita yang lainnya!
Jadi, siapa yang mau menemani saya ke Bukittinggi? :-D
Keinginan ini bukan datang tiba-tiba. Entah kebetulan atau bukan, beberapa bulan terakhir ini buku-buku yang saya baca kebanyakan adalah buku yang ditulis oleh orang Minang: Bung Hatta, Buya Hamka dan A. Fuadi. Dari karya-karya mereka saya memperoleh gambaran tentang alam dan budaya Sumatra Barat. Jujur, saya jatuh cinta! Sungguh!
Dulu, saat masih menjadi Tutor Bahasa Indonesia bagi mahasiswa asing di Indonesian Cultural and Language Learning Service (INCULS), UGM, saya mempunyai seorang mahasiswa dari negeri kangguru yang mengambil matakuliah Etnografi Minangkabau. Sebagai tutornya, salah satu tugas saya adalah mengecek tugas kuliahnya, yang umumnya berupa esai/makalah, sebelum dikumpulkan pada dosennya. Dari sanalah saya mulai berkenalan dan menaruh ketertarikan pada serba-serbi Minangkabau.
Dan beberapa bulan terakhir ini, setelah membaca buku-buku karangan orang Minang, ketertarikan itu berkembang sempurna, bak sakura di bulan April. Ya, saya ingin ke Sumatra Barat! Tahun ini! Bersama siapa? Naik apa? Gampanglah. Bismillah, pasti ada jalan!
Dari semua daerah di Sumatra Barat, yang paling ingin saya kunjungi adalah Bukittinggi. Kenapa? Karena ini adalah kotanya Bung Hatta, salah satu tokoh inspiratif saya. Apa saja yang ingin saya lakukan di Bukittinggi? Pertama-tama saya akan berkunjung ke tempat-tempat yang ada hubungannya dengan Bung Hatta seperti Perpustakaan Proklamator Bung Hatta, Istana Bung Hatta dan Taman Monumen Bung Hatta. Lalu tempat-tempat bersejarah lainnya seperti Benteng Fort de Kock, Lobang Jepang dan Jam Gadang. Tak ketinggalan juga Ngarai Sianok. Di sela-sela mengunjungi tempat itu, saya ingin mampir ke tiga Sekolah Dasar yang letaknya di pinggiran kota. Di sana saya ingin mengajar dan berbagi semangat pada anak-anak barang sejam atau dua jam untuk masing-masing SD.
Apakah cita-cita ini bisa terwujud? Ataukah sekedar utopia belaka? Dalam bukunya yang berjudul Pribadi Hebat, Buya Hamka pernah mengutip kata-kata Mark Twain, "Periharalah cita-citamu baik-baik! Karena jika cita-cita padam, samalah artinya dengan mati." Yosh, saya akan pelihara cita-cita saya ini, juga cita-cita yang lainnya!
Jadi, siapa yang mau menemani saya ke Bukittinggi? :-D
Sumber gambar : bukittinggiwisata.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar