Translate

Sabtu, 27 Desember 2014

10 Tempat Paling Keceh di Bima

Pertengahan tahun 2008 desa saya kedatangan mahasiswa KKN dari Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Selama 1 bulan berada di desa kami, mereka membuat banyak kegiatan yang melibatkan semua warga dari anak-anak hingga orang tua. Saya yang saat itu masih berkuliah semester 2 dan kebetulan sedang libur semester, ikut serta dalam beberapa kegiatan yang mas dan mbak KKN itu adakan. Lama-lama saya menjadi akrab dengan mereka. Kebanyakan dari mereka berasal dari pulau yang sama dengan saya yaitu Jawa. Ada satu mahasiswa yang berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Si mas dari Bima itu bercerita bahwa untuk menuju ke Bima dari Yogyakarta, ia biasanya naik bus selama 3 hari 3 malam. "Wow, jauhnyooooo!", saya takjub. 

Tanpa saya duga sebelumnya, 4 tahun berselang setelah saya mendengar tentang Bima, saya mendapat tugas untuk setahun mengajar di daerah itu. Saya girang bukan kepalang. Dalam hati saya berkata, "Akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di sebuah tempat yang dahulu rasanya teramat jauh bagi saya." Maka, setahun itu tidak saya lewatkan dengan sia-sia. Di sela-sela tugas, saya menyempatkan untuk mengunjungi tempat-tempat  menarik di Bima. Dari 10 tempat yang saya tulis ini, sayangnya ada 2 tempat yang belum sempat saya kunjungi yaitu Pulau Ular dan Desa Sambori. Saya tetap menuliskannya di sini setelah mendengar cerita tentang kedua tempat itu dari teman-teman saya yang pernah berkunjung ke sana.

1. Pantai Pasir Putih


Secara administratif, Bima dibagi menjadi 2 pemerintahan yaitu Kota Bima dan Kabupaten Bima. Daerah ini tepat berada di ujung timur Pulau Sumbawa. Sebelah timurnya adalah Pulau Flores yang masuk dalam wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur. 

Bima memiliki garis pantai yang cukup panjang. Jenis pantainya pun beragam, ada pantai pasir putih, pantai pasir coklat, pantai berbatu terjal, pantai bebatuan berselimut lumut, dll. Salah satu pantai yang paling bagus adalah "Pantai Pasir Putih" di Kecamatan Sape. Untuk menuju ke pantai itu, kita bisa menyewa boat dari Pelabuhan Sape. Tidak sampai 15 menit menumpang boat, kita sudah bisa menikmati keindahan Pantai Pasir Putih. Di sana kita bisa bermain-main dengan bintang laut, teripang dan landak laut yang ada di bibir pantai. Airnya yang super jernih juga sangat nyaman untuk snorkelling. Keelokan pantai yang satu ini tidak kalah jika dibandingkan dengan gili-gili yang ada di Lombok.

2. Pantai Batu Berselimut Lumut


Saya sudah mengunjungi beberapa pantai di Sumatra, Jawa, Bali, Lombok dan Sulawesi, namun belum pernah saya menjumpai pantai batu berselimut lumut seperti di Bima ini. Pantai yang satu ini benar-benar masih perawan. Ini tersebab oleh akses menuju tempat ini yang sangat amat sulit. Jika memakai jalur darat, dari Ibukota Kecamatan Lambu kita perlu menyewa ojek. Lebih kurang 1, 5 jam waktu yang ditempuh untuk bisa sampai ke pantai yang ada di Dusun Baku, Desa Sumi ini. Jalanan yang ditempuh pun cukup berbahaya karena masih berupa bebatuan. Kanan kirinya pun masih hutan belantara sehingga kita harus ekstra hati-hati jika sewaktu-waktu ada babi hutan melintas. Namun, kengerian sepanjang jalan itu bisa tertebus dengan keindahan pantai lumut ini.

3. Pantai Amahami


Jika 2 pantai yang saya sebutkan di atas adalah pantai-pantai yang nuansa alaminya masih kental, maka pantai Amahami adalah kebalikannya. Karena berada dekat dengan kota, pantai ini menjadi salah satu tempat nongkrong favorit para muda-mudi. Setiap malam, banyak orang berjualan makanan dan minuman ringan seperti kopi, susu, mie instan dll. Duduk-duduk di atas tikar sambil menikmati deburan ombak dan segelas kopi atau teh hangat di Pantai Amahami ternyata cukup mengasyikkan. 


4. Museum Asi Mbojo

Bagi kamu yang suka berwisata sejarah, museum yang satu ini adalah tempat yang cocok. Berada tepat di pusat kota membuat tempat ini sangat mudah dijangkau. Di sekitar tempat ini juga terdapat banyak hotel sehingga sebelum plesiran ke tempat yang agak jauh, mampirlah sebentar di museum yang menyimpan jejak-jejak sejarah Kesultanan Bima ini. 


5. Dana Traha

Pemandangan Kota Bima dari Dana Traha



Tempat yang satu ini adalah komplek pekuburan sultan-sultan Bima. Letaknya di sebuah bukit yang cukup tinggi sehingga selain berwisata religi, kita juga bisa menikmati lanskap kota Bima dari atas. Garis pantai sepanjang Teluk Bima juga terlihat sangat cantik dari titik ini.






6. Gunung Tambora


Kaldera Tambora

 April 2015 adalah puncak peringatan 200 tahun meletusnya Gunung Tambora. Konon, letusan yang maha dahsyat itu sempat membuat Eropa mengalami musim dingin yang berkepanjangan karena angkasanya tertutup oleh debu vulkanik. Letusan itu juga mengakibatkan 3 kerajaan di sekitar Tambora luluh lantah. Kini, 200 tahun pasca erupsi, kehidupan di Tambora sudah kembali normal. Penduduk di sekitar gunung ini sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani kopi, jambu mede, kacang tanah dan padi. 


Karena sejarah letusannya itu, Tambora mempunyai daya tarik tersendiri bagi para pendaki gunung. Pendaki tidak hanya berasal dari lokal NTB tetapi dari daerah lain juga. Saat saya mendaki bersama teman-teman saya pada Mei 2013, kami berjumpa dengan sejumlah pendaki dari Jakarta. Saat itu, kami memulai pendakian dari Dusun Tambora, Kabupaten Bima sedangkan rombongan dari Jakarta itu memulainya dari Dusun Pancasila, Kabupaten Dompu. (Saat ini Gunung Tambora sebagian masuk dalam wilayah Dompu dan sebagian lainnya masuk dalam wilayah Bima).


7. Pulau Satonda


Dari Desa Kenanga, Kecamatan Tambora, kita bisa menyewa perahu nelayan untuk sampai di Pulau Satonda. Tidak lama, hanya 20 menit waktu yang kita butuhkan untuk menuju pulau yang di tengah-tengahnya ada danau berair asin ini. Tanpa saya duga, pulau ini ternyata menjadi destinasi yang cukup sering dikunjungi oleh turis manca negara. Saat saya berpesiar ke pulau ini, ada berpuluh-puluh turis asing sedang menikmati keindahan pantai di sekitar Satonda dan ada sebagian yang lain tengah berenang-renang di danau air asin itu.

Para wisatawan asing itu biasanya memakai jasa biro perjalanan yang menawarkan berbagai paket wisata. Umumnya mereka berangkat dari Bali atau Lombok, mengunjungi pulau-pulau kecil di sekitar Lombok seperti Gili Trawangan, Gili Air, dll. Kemudian, berlanjut ke arah timur menuju Pulau Moyo dan Satonda, singgah di pantai-pantai di sekitar Pulau Sumbawa dan berlanjut hingga Flores dan gugusan pulau yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Pulau Komodo (Komoda National Park).


8. Pulau Ular

Pulau yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Wera ini adalah salah satu pulau kebanggaan warga Bima. Jika di NTT ada Pulau Komodo, maka di NTB ada Pulau Ular. Di Pulau yang tidak cukup luas ini hiduplah sekawanan ular yang tidak ditemukan di pulau lain selain di Pulau Ular. Kita tidak bisa menuju pulau ini jika tidak didampingi oleh pawang. Para pawang itulah yang membatu kita menemukan ular-ular di pulau tersebut dan tentu saja para pawang itu juga melindungi kita dari serangan ular-ular itu.

9. Masjid Kamina

Masjid Kamina

Menurut penuturan warga setempat, masjid Kamina adalah masjid pertama di Bima. Masjid ini terletak di sebuah perbukitan di desa Kalodu, Kecamatan Langgudu. Dari Desa Karumbu, Ibukota Kecamatan Langgudu, kita bisa pergi ke Kalodu dengan naik motor atau mobil offroad selama 30 menit. Karena berada di atas bukit, jalanan menuju Desa Kalodu berkelok-kelok dan banyak tanjakan yang curam. Selain itu, kontur jalanannya juga masih berupa bebatuan. Ini mengharuskan semua pengendara yang melewati jalan ini untuk selalu berhati-hati secara penuh.

Lanskap Teluk Warorada dilihat dari Kalodu

Sesampainya di Kalodu, kita bisa mengunjungi masjid yang bentuk bangunannya masih dijaga keasliannya ini. Selain menikmati sisi sejarah dan religiusitas masjid Kamina, kita juga bisa menikmati kesejukan udara Kalodu dan menikmati pemandangan Teluk Waworada dan Tanjung Langgudu dari atas bukit. 


10. Desa Sambori

Bima tidak hanya menyuguhkan keindahan alam tetapi juga budaya. Ada sebuah desa yang cukup tersohor tersebab oleh keunikan budayanya, yaitu Desa Sambori, Kecamatan Lambitu. Penduduk di desa ini memiliki Bahasa daerah yang berbeda dengan orang Bima pada umumnya. Rumah adat mereka pun berbeda. Penduduk di Desa Sambori ini dipercaya sebagai penduduk asli Bima sebelum kehadiran para pendatang dari berbagai daerah seperti dari Sulawesi Selatan. 

Tidak ada komentar: