Translate

Jumat, 20 Februari 2015

Yang Tersembunyi di Balik Hujan

Ternyata sudah seminggu lebih saya tidak menulis. Banyak hal terjadi seminggu belakangan kemarin. Rasanya ingin ditulis semuanya. Baiklah, kita coba urai satu persatu ya! (Ini kok nada tulisannya berlagak kayak mau dibaca banyak orang gitu ya? Anggap saja ada yang baca hehe.)

Hujan mengguyur Jakarta dengan sangat bersemangat sejak akhir minggu lalu. Dan apa yang terjadi setelahnya? Banjir! Yap, benar sekali. Sampai-sampai berita di layar kaca dipenuhi berita hajatan tahunan ibukota ini. Daaaan, beberapa teman dan saudara pun menghubungi saya, "Ditaaa, Ciledug banjir gak?" Hmm.. menurut kalian, saya harus jawab apa? :'(

Sabtu malam Jakarta sudah mulai hujan, hanya rintik-rintik namun berlangsung semalaman sampai Minggu pagi. Saya menginap di kos Rida, sahabat saya. Hari Minggunya kami berencana akan berjalan-jalan ke Galeri Nasioanl, Museum Nasional, Planetarium, Taman Suropati dan Masjid Sunda Kelapa. Karena rencana sudah tersusun rapih, berangkatlah kami berdua Minggu pagi ditemani rintikan hujan yang awet sejak semalam itu. Untungnya, hujan reda setelah kami tiba di Galeri Nasional. Seharian itu pun hujan malas turun dan hanya bertengger di angkasa sebagai awan. Nah, dengan begitu kami justru terlindung dari panasnya mentari siang di Jakarta. Alhamdulillah ya! Cerita tentang tempat-tempat yang kami kunjungi itu, mungkin sebaiknya saya tuliskan lain kali saja ya, hehe.

Minggu malam, tepat saat saya tiba di kos setelah jalan-jalan, hujan kembali turun. Syukurlah, saya justru bisa tidur nyenyak hehe. Benar saja saya tidur dengan amat nyenyak sehingga tidak tahu bahwa hujan turun semalaman. Ini baru saya tahu saat Senin pagi, di bawah rerintik hujan saya mengendarai motor saya ke kantor. Di beberapa titik jalanan sudah tergenang air dan cukup sulit dilewati. Ketika sudah memasuki kawasan Kapuk, air sudah setinggi lutut orang dewasa. Beberapa motor sudah mogok karena menerabas banjir. Saya mulai was-was. Bismillah, pelan-pelan saya lewati itu banjir dan selamatlah saya sampai di kantor.

Jam 11 siang hujan semakin deras. Setelah melihat pantauan banjir di beberapa tempat di Jakarta Utara melalui media massa, atasan saya kemudian memutuskan untuk memulangkan seluruh karyawan karena khawatir ketinggian air semakin bertambah sehingga tidak bisa kami lewati. Horeee, pulang cepat!! Hati saya bercabang dua. Satu cabang saya senang karena pulang cepat (karyawan macam apa ini?), cabang lainnya saya khawatir motor saya mogok menembus banjir.

Sepanjang perjalanan pulang saya melihat orang-orang mendorong motor mereka yang mogok tersebab mesin motornya kemasukan air banjir. Duh, kasihan sekali ya, kata saya dalam hati. Selasa-Rabu, ketinggian air banjir belum juga surut, maka diliburkanlah kami seluruh karyawan. Dua hari libur itu saya manfaatkan untuk melahab 2 buku Muhammad Assad: Note From Qatar 1 dan 2.

Salah satu pelajaran yang saya peroleh dari kedua buku tersebut adalah tentang sedekah. Assad menjelaskan dengan sangat gamblang tetek-bengek tentang sedekah, mulai dari dasar hukum bersedekah, kebiasaannya bersedekah sampai cerita-cerita inspiratif tentang keajaiban setelah bersedekah. Rabu sore, saat kedua buku tersebut saya tamatkan, ada semacam energi yang menggerakkan untuk bersedekah. Saya kemudian pergi ke ATM dan mentrasfer uang Rp 100.000 pada saudara saya yang secara ekonomi pas-pasan. Kebetulan ia baru saja keluar dari Rumah Sakit. Saya katakan padanya agar uang tersebut dipakai untuk membeli makanan yang ia suka agar ia cepat sembuh.

Keesokan harinya, saya berangkat ke Kantor. Banjir ternyata masih cukup tinggi. Namun saya nekad melaluinya. Alhasil, setelah melalui jalanan banjir nan macet itu, motor saya mogok. Saya lalu menuntunnya. Ternyata, menuntun motor di tengah jalanan banjir plus macet itu sungguh berat. Saya pun menangis sepanjang jalan. Ya Allah, rasa-rasanya saya hampir putus asa.

Sampailah saya di jalanan yang sudah tidak banjir. Seorang bapak membantu saya menyalakan motor saya. Motor menyala dan saya melanjutkan perjalanan. Tiba di kantor, saya bersihkan kaki saya dari sisa-sisa air banjir. Saya kemudian sholat dhuha. Mungkin karena keadaan, sholat dhuha saat itu saya tunaikan sepenuh hati. Doa-doa mengalir lancar dari bibir saya.

Menjelang siang, saya membuka website salah satu kementrian dimana saya mendaftarkan diri sebagai calon pegawainya. Betapa terkejutnya saya ketika menjumpai nama saya tertera di urutan teratas pegawai yang lolos seleksi. Saya benar-benar terharu. Karena tidak yakin apakah ini mimpi atau kenyataan, saya tutup website itu kemudian saya buka lagi. Ternyata nama saya memang terpampang di sana. Alhamdulillah ya Allah, semoga ini adalah jawaban dari doa-doaku selama ini. Semoga Kau selalu limpahkan keberkahan di setiap langkahku.

Sungguh benar janji Allah bahwa "sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan"(QS.Al-Insyirah:6). Benar pula janji Allah bahwa, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji, Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”(QS.AlBaqarah:261)

Tidak ada komentar: