Translate

Jumat, 17 Oktober 2014

Jaringan Kebaikan

Jumat itu, sama seperti Jumat-Jumat sebelumnya di semester gasal tahun ajaran 2004/2005. Tepat jam 11.00 siang berbunyilah bel tanda pulang sekolah. Bagi kami, bunyi bel yang hanya sepersekian menit itu adalah kemerdekaan. Ya, kemerdekaan dari soal-soal yang membuat kepala penat, kemerdekaan dari seharian duduk berjubel 40 siswa dalam sekelas, juga kemerdekaan dari guru yang killer.

Jumat itu, seperti biasa, Mariana, cepat-cepat bergegas mecegatku dan teman-teman putri lainnya yang menjadi anggota ROHIS. Untuk apa? Di sekolah kami, setiap Jumat sepulang sekolah selalu ada kajian kemuslimahan. Pesertanya adalah semua siswi yang menjadi anggota ROHIS. Sebagai anak kelas X, Mariana tergolong yang paling rajin hadir dalam kajian itu dan bahkan sangat bersemangat mengajak teman-teman lainnya. Seperti Jumat itu, ia sengaja datang ke kelasku dan berkata, "Jangan pulang dulu Dit. Ikut kajian dulu ya!"
Kok ada ya, orang yang sesemangat itu ikut kajian? Ikut kajian kan bikin ngantuk?, pikirku. Aku pribadi, tidak cukup antusias ikut kajian rutin tiap hari Jumat itu. Jadilah beberapa kali aku bolos dari kajian yang dipandu oleh alumni itu. Hehee.

Sejak kecil ibuku memang getol mendidikku untuk sholat 5 waktu dan puasa wajib. Akan tetapi, untuk hal-hal semacam mengikuti pengajian atau memakai jilbab, ibuku tidak terlalu fokus. Sejak masuk SMA aku memang sudah mulai memakai jilbab saat di sekolah. Tapi, itu bukan atas saran ibuku melainkan saran guru SMP-ku.

Semua pemahaman agama yang yang aku peroleh hingga hari ini adalah peran dari ibuku dan orang-orang di sekitarku, tak terkecuali Mariana. Ia, Mariana, punya peran besar dalam pembentukan karakterku sampai saat ini. Sejak kelas X ia tak pernah lelah membujukku ikut kajian. Pada semester 2, ia mengajakku mengikuti kegiatan Bina Remaja Muslim (BRM) di UNS Solo. Kegiatan itu diinisiasi oleh lembaga dakwah kampus UNS (JN UKHMI) yang bermarkas di masjid Nurul Huda. Di kegiatan yang hanya berlangsung 3 hari 2 malam itu aku mendapatkan banyak ilmu baru. Di sana, untuk pertama kalinya aku melihat video kondisi Palestina yang sesungguhnya. Aku sangat tersentuh, benar-benar tidak terlupakan sampai saat ini. Di sana pula, aku belajar tentang nikmatnya sholat tahajud. Juga, aku mulai paham tentang ukhuwah Islam. Bahwa umat Islam itu seperti satu tubuh. Jika ada satu bagian yang sakit, maka bagian tubuh lainnya akan merasakan sakit juga. Saat itulah aku untuk pertama kalinya merasa sangat bangga menjadi muslim dan mencintai teman-temanku karena mereka muslim.

Saat kelas XI, aku dan Mariana sama-sama belajar di kelas Bahasa. Kami menjadi semakin akrab. Pada suatu hari, ia mengajakku untuk mendaftar sebagai penyiar radio di 106.7 Islamic Center Ibnu Abbas, Klaten. Alhamdulillah kami diterima. Disanalah aku punya kesempatan untuk belajar lebih banyak tentang Islam. Lewat ajakan Mariana pulalah aku menjadi anggota FARISKA (Forum Rohani Islam Klaten) walaupun tidak terlalu aktif. Begitulah Mariana, ia selalu punya jaringan kebaikan dan selalu punya cara untuk menggandakan jaringan kebaikan itu.

Dan yang tidak bisa kulupakan dari masa SMA kami adalah, kenekatan kami untuk tetap mengenakan jilbab saat foto ijazah. Waktu itu, kepala sekolah melarang siswa-siswa untuk memakai jilbab untuk foto ijazah. Bagi yang tetap mau mengenakan jilbab, harus membuat pernyataan bahwa ia akan menanggung segala resiko yang timbul dari foto ijazah dengan jilbab. Karena Mariana keukeh dengan jilbabnya, aku pun mengikutinya. Pada saat itu, aku adalah anak yang selalu cukup berani mengambil resiko, pun untuk menandatangi surat itu. Aku tidak masalah. Tapi, mungkin aku tidak akan menandatangi surat itu dan justru mau melepas jilbab jika aku tidak tahu tentang esensi jilbab. Sekali lagi, lewat Mariana lah aku paham tentang jilbab dan esensinya. Masa SMA yang ditutup dengan pemahaman baru.
Mungkin, kita tidak menyadari bahwa ada tindakan kita di masa lalu yang membuat orang lain berproses menjadi lebih baik. Karenanya, aku menulis ini untuk sahabatku Mariana Suci Swastika yang sudah menjadi jalan bagiku untuk mengantongi pemahaman demi pemahaman. Terima kasih sahabat, semoga Allah selalu meringankan langkamu untuk menebarkan kemaslahatan untuk sebanyak-banyak orang sehingga jaringan kebaikanmu selalu berlipat ganda. Barakallah, sahabat.


1 komentar:

Cerita Mari mengatakan...

Tak tahu harus berkata apa, air mata menetes setelah membaca ini. Saat ini, membayangkan aku yang dulu seperti ada dunia yang berbeda. Dalam kekinian yang kuhadapi, banyak pelajaran baru dan menuntut perubahan sikap. Namun, semangat yang dulu kupunya, semangat berbagi kebaikan dan berhati-hati dalam berbuat yang sangat aku rindukan. tulisan ini akan menjadi "cambuk" yang tak menyakiti, namun mencoba membangkitkan "spirit" yang tertidur. terima kasih my dearest best friend..:)