Translate

Kamis, 27 November 2014

Erika Ayuningsih


Namanya Erika Ayuningsih. Saat itu ia kelas IV, kelas dimana saya mengajar Matematika, Bahasa Inggris dan SBK. Tidak butuh waktu lama untuk saya mengakrabinya. Entah kenapa saya merasa melihat masa kecil saya pada diri gadis Bima ini. Iya berkulit coklat tua (untuk tidak mengatakannya hitam), persis dengan kulit saya. Sangat cerewet ketika berada di kelas, sama seperti saya. Selalu cepat-cepat mengacungkan jari saat guru memberi pertanyaan, ini pun mirip dengan saya.  Mudah tersulut emosinya jika ada anak laki-laki yang ribut di kelas, ini juga hampir sama dengan saya. Selalu ingin mengikuti setiap kompetisi, lagi-lagi ini persis seperti saya.

Ada banyak potensi yang bisa saya kembangkan darinya. Itu yang saya pikirkan saat awal mengenalnya. Ternyata memang benar. Di semester gasal itu, saya coba memberikan berbagai pelatihan padanya dan semua anak-anak kelas IV tentunya. Saya biasakan mereka untuk menulis surat agar mereka belajar menuangkan ide mereka dalam bentuk bahasa tulisan. Dibantu beberapa guru lainnya,  kami membuat ekstra kurikuler kesenian agar anak-anak belajar bermain drama, menari, menyanyi dan memainkan pianika. Kami juga membuat les Matematika, IPA dan IPS untuk persiapan jika sewaktu-waktu ada perlombaan baik di tingkat gugus, kecamatan maupun kabupaten

Sebenarnya perlombaan untuk anak kelas IV belum terlalu banyak ada. Sebagian besar perlombaan yang ada biasanya diperuntukkan bagi anak-anak kelas V dan VI. Namun, kami tetap membuat persiapan untuk anak-anak kelas IV agar nanti ketika mereka sudah duduk di kelas V dan VI mereka sudah mempunyai jam terbang latihan yang cukup.

Selain demi mengikuti kompetisi, berbagai kegiatan yang kami buat itu bertujuan untuk menggali bakat anak-anak dan memunculkan rasa percaya diri. Selama ini anak-anak SDN Soro Afu cukup terkenal dengan sebutan "jago kandang". Maka dari itu, kami, guru-guru, berusaha menghilangkan sebutan itu dengan cara melatih anak-anak agar mereka memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan berani tampil di luar lingkungan sekolah. Ketika ada kompetisi di tingkat gugus atau yang lebih tinggi, motivasi yang kami berikan adalah bahwa mengikuti perlombaan itu bukan semata-mata karena kita mengingikan juara. Tujuan utamanya adalah untuk belajar dan menguji kemampuan diri sendiri.

Maka, usaha kami pun membuahkan hasil. Pada semester ke-2 ada perlombaan mendongeng cerita rakyat Bima. Kegiatan ini seharusnya didahului dengan seleksi di tingkat kecamatan agar diperloleh 3 anak sebagai perwakilan untuk maju ke tingkat kabupaten. Akan tetapi, setelah dikonfirmasi ke pihak UPT Dikpora Kecamatan Langgudu, ternyata tidak ada seleksi karena berbagai kendala. Beliau sudah menunjuk 3 anak dari 3 sekolah terbaik di kecamatan yang mana sekolah saya tidak masuk ke dalam salah satunya. Saya protes agar diadakan seleksi. Namun Beliau tetap tidak mau mengadakan. Waktu itu pelaksanaan lomba di Kabupatem tinggal 10 hari lagi. Maka, saya kemudian meminta agar siswa dari sekolah saya diberi kesempatan untuk ikut mewakili Kecamatan Langgudu tanpa meminta mundur 3 perwakilan lainnya. Dengan demikian, kecamatan kami mengirim 4 anak. "Apakah ini diizinkan oleh panitia?" tanya Kepala UPT. "Saya akan mencoba melobi pihak PERPUSDA sebagai panitia, Pak" jawab saya terlalu percaya diri.

Saya pun menelpon panitia. Alhamdulillah, panitia mengizinkan karena ada kecamatan lain yang hanya mengirim 2 perwakilan sehingga masih ada kursi peserta yang kosong. Mendengar itu, saya dan Ibu Nero, guru Bahasa Indonesia segera membuat persiapan. Awalnya kami melatih 5 anak untuk mendongeng. Dari kelima anak itu kami ambil 1 yang terbaik tanpa mengecilkan semangat 4 anak lainnya. Anak yang kami pilih itu ialah Erika Ayuningsih.

Erika betul-betul tidak mengecewakan. Setiap hari ia bersemangat berlatih. Di latihan terakhir, Ibu kepala sekolah menguji Erika untuk tampil di depan semua siswa dan guru SDN Soro Afu. Setelah sesi latihan ini, kami meyakinkan bahwa tujuan Erika mengikuti lomba adalah untuk belajar. Jadi, ketika besok tidak mendapat juara, itu bukan masalah. Esok harinya, gadis bermata lebar ini tampil dengan percaya diri dan berhasil merebut juara Harapan II mengalahkan puluhan peserta lainnya termasuk dari kecamatan kami sendiri. Ini adalah pertama kalinya perwakilan Kecamatan Langgudu bisa menyambet juara di kegiatan tahunan itu. Biasanya, juara dilahab habis oleh anak-anak dari kecamatan yang lebih maju dan dekat dengan kota kabupaten.

Di bulan-bulan berikutnya, Erika terlihat semakin percaya diri tampil di berbagai acara diantaranya, lomba PILDACIL tingkat kecamatan dan kabupaten, pentas seni tingkat kecamatan, bahkan ia berani tampil di depan Bupati yang waktu itu sedang berkunjung ke kecamatan kami. Sekarang, saat saya sudah lebih dari setahun meninggalkan tanah Bima, hanya doa yang bisa saya berikan untuk Erika. Semoga Allah selalu mengumpulkannya dengan guru-guru dan teman-teman yang selalu memotivasinya untuk maju.









Tidak ada komentar: