Tami menanyai semua penghuni kontrakan kami ini satu persatu. Tapi, tak seorang pun merasa memiliki tas yang tak berisi selembar kertas pun itu. Aneh, benar-benar misterius.
Setelah mendapat persetujuan kami bertujuh, tas tersebut untuk sementara waktu akan menjadi hak Tami. Jika suatu saat ada teman dari kami yang mengklaim bahwa itu adalah tasnya yang tertinggal, maka akan diberikan kepada yang bersangkutan. Maka, terkembang mekarlah hati Tami mendapatkan hak pakai atas tas tersebut, macam baru saja memenangkan sengketa Pemilu di MK saja air mukanya. (Ini perumpamaan yang berlebihan, haha). Sejak itu, Tami selalu dengan bangga menyandang tas mungil itu kemana pun ia pergi.
Beberapa bulan terlewati. Kakak ke-2 Tami yang tinggal di Tangerang melahirkan anak pertama. Tami didaulat oleh orang tuanya untuk menengok keponakan yang baru lahir itu dan membawakan aneka makanan dan keperluan lain. Kebetulan saat itu saya berencana pergi ke Perpusnas di Jakarta untuk mencari referensi skripsi saya. Maka, kami kemudian bersepakat untuk melakukan simbiosis mutualisme. Saya menemani Tami pergi ke Tangerang sambil membawakan berkardus-kardus oleh-oleh. Di sisi lain, Tami akan menemani saya bertandang ke Perpusnas di Salemba.
Berangkatlah kami ke Barat mencari kitab suci, eh bukan ding, menunaikan misi maksudnya, hehe. Misi Tami tertunai di awal. Barulah kami, dua anak bertampang ndeso ini mencoba menjelajah Ibukota. Setelah bertanya sana-sini depan belakang dan kanan kiri, sampailah kami di Salemba, daerah yang menurut saya menjalarkan kesan magis karena pernah diabadikan Taufiq Ismail dalam puisinya berjudul Karangan Bunga.
"Wah, besar sekali ya ternyata, Perpusnas", Saya takjub. Tak berapa lama, misi saya pun tercukupkan. Setelah melemparkan pandangan ke sekitar, kami baru menyadari bahwa gedung tinggi yang persis berdiri di sebelah Perpusnas adalah gedung berlogo kementrian yang tak asing bagi kami. Ya, itulah logo yang sama dengan yang terbordir cantik di tas hitam kecil yang beberapa bulan sebelumnya ditemukan oleh Tami di kontrakan kami. Tanpa berfikir lama, terbitlah keinginan kami untuk pergi ke sana. Tapi untuk apa?
Kami berjalan keluar dari area Perpusnas. Mendekati pos satpam kementrian tersebut, niat kami sempat bolak-balik. Pasalnya, kami belum punya alasan yang kuat kenapa mau masuk ke gedung itu. Seandainya ditanya oleh Pak satpam, paling kami hanya bisa menjawab, "Ya pengen aja Pak, hehe." Ah, itu jawaban yang konyol. Kami memutar isi kepala, mencari jawaban yang terdengar agak "pintar". :-)
Di setiap kementrian pasti punya perpustakaan. Entah dari mana hipotesis itu muncul di kepala kami. Meluncurlah jawaban ini saat satpam mencegat kami di pintu masuk dan menanyakan tujuan kami, "Mau ke perpustakaan Pak." Lalu Pak Satpam menudingkan arah pintu masuk yang harus kami tuju. Kami pun segera mengeloyor pergi menuju pintu itu.
Di lobi, pertanyaan yang sama ditanyakan lagi oleh resepsionis. Setelah kami jawab, kami diminta menyerahkan kartu identitas dan dibarter dengan kartu pengenal bertuliskan "pengunjung" (kalau tidak salah ingat, begitulah tulisannya, hehe). "Perpustakaan ada di lantai sekian", kata resepsionis. Dengan takut-takut kami menuju lift. Daaaan... sampai-lah kami di perpustakaan kementrian tersebut. Tak lupa kami mengambil foto seperti di bawah ini.
Setelah kunjungan "gila" ke perpustakaan kementrian tersebut, hati kami semakin tertambat ke kementrian yang kala itu digawangi oleh Pak Salim Segaf Al-Jufri itu. Kami pernah berujar suatu saat bisa bekerja di sana. Dan betapa terkejutnya saya ketika bulan lalu, tanggal 12, saya dinyatakan lolos menjadi staf di sana setelah melalui serangkaian tes. Cerita yang dirancang Allah memang selalu cemerlang.
Untuk Tami, aku menunggumu di tempat ini ya! Aku berdoa untukmu. Pasti Allah punya cerita yang tak kalah cemerlang untukmu, sahabatku. :-)
Tas misterius yang warnanya sudah memudar. Foto diambil Tami pagi tadi. |
2 komentar:
ngekek guling guling aku Dit...
aku nek kelingan iki yo ngekek og Tam.. haha..
Posting Komentar