Translate

Kamis, 30 Juni 2011

Catatan dari Ponre-Ponre


Rabu, 27 April 2011
            
Hari ini akan menjadi hari yang tak kan terlupakan bagiku. Kenapa? Karena ini adalah pertama kalinya kuinjakkan kakiku di bumi Celebes, buminya Pangeran Hasanuddin. Hari ini menjadi semakin istimewa karena aku datang ke sini tidak sendirian tetapi bersama teman-teman BOOK FOR MOUNTAIN, teman-teman yang mencintai buku dan ingin anak-anak di pelosok negeri ini juga mencintai buku. Tujuh orang berangkat dalam aksi kali ini, Aku sendiri, Lambang Wicaksono, Niniek Febriani, Russelin Edhyati, Khofif Duhari Rahmat, Arni Rohimatun dan Oki Pramudya. Rasanya tidak berlebihan jika aku menyebut mereka, teman-teman satu timku ini sebagai mahasiswa-mahasiswa yang istimewa.
            
Bertujuh kami berangkat dari Jogja dengan semangat yang sama, semangat untuk mengajak anak-anak di pedalaman Bone tersenyum bersama. 120 judul buku kami hadiahkan khusus untuk mereka. Juga, beberapa ketrampilan telah kami siapkan untuk kemudian kami ajarkan kepada mereka. Singkatnya, pagi ini kami benar-benar siap untuk program kami seminggu di Bone. Semoga Allah ridho dengan apa yang kami karyakan di bumi Celebes ini.
            
Sekitar jam 8.30 WITA kami tiba di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Perjalanan selanjutnya kami lanjutkan dengan mobil keluarga mbak Niniek dan sebuah mobil sewaan. Jarak 140 km kami tempuh hingga akhirnya kami sampai di Dusun Lapak Pape, Desa Tompo Bulu, Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Perjalanan selama kurang lebih tiga jam ini begitu mengesankan. Hamparan sawah membentang luas sejak keluar dari kota Makassar, melintasi kabupaten Maros hingga Bone. Secara sepintas nyaris sama dengan suasana persawahan di Jawa. Perbedaanya adalah kita bisa melihat rangkaian pegunungan, bukit-bukit dan tebing-tebing indah yang meliuk-liuk hampir di semua sisi daerah yang kami lalui. Bentuk pegunungan-pegunungan ini mirip dengan pegunungan Halong bay di Vietnam. Benar-benar indah.
            
Sesekali mobil yang kami tumpangi harus melaju diantara bukit-bukit itu. Mobil juga beberapa kali melintasi bukit-bukit yang cukup tinngi. Naik-turun bukit yang dipenuhi pohon-pohon besar, belokan tajam dan jalan yang sempit membuat perjalanan ini cukup menegangkan sekaligus menyenangkan.

Memasuki wilayah Bone pemandangan sedikit berubah. Di kanan-kiri jalan terbentang padang-padang ilalang tempat di mana ratusan bahkan mungkin ribuan sapi dan kuda yang sengaja dibiarkan mencari makan  secara liar oleh pemiliknya.  Seolah-olah bentangan ilalang yang luas itu adalah daerah kekuasaan para kawanan sapi dan kuda semata. Kita, para manusia sepertinya hanya sekedar tamu di negeri para sapi dan kuda ini. Ah, kurasa tidak berlebihan jika kukatakan begitu karena ini adalah pertama kalinya aku melihat sapi dengan jumlah yang sangat banyak. Bisa jadi populasi sapi lebih banyak dari pada penduduk di daerah itu. Betapa tidak? Setelah beberapa hari kami di sana, kami tahu bahwa sebuah keluarga bisa mempunyai 40 ekor sapi.. Hmmm…. Bisa dibayangkan betapa banyaknya?
            
Setelah mampir sejenak di rumah keluarga mbak Niniek, di Desa Bune, kami lanjutkan perjalanan ke Dusun Lapak Pape, Desa Tompok Bulu. Dusun ini tidak begitu jauh dengan desa Bune, hanya kira-kira 10 km. Jam 16.00 akhirnya kami sampai di dusun tujuan kami, Lapak Pape. Kami tidak langsung menuju rumah panggung tempat kami menginap sepekan ke depan. Terlebih dahulu kami pergi ke rumah kepala desa Tompo Bulu yang berjarak kurang lebih 8 km dari dusun Lapak Pape. Perjalanan sejauh 8 km ini ternyata justru membuat mata kami semakin termanjakan oleh keindahan alam Bone. Dalam perjalanan menuju rumah Pak Kepala Desa ini kami melintasi sebuah bendungan raksasa bernama Ponre-Ponre. 

Bendungan ini baru selesai dibangun lima tahun yang lalu. Lengkap sudah keindahan alam daerah itu. Bukit-bukit cantik dengan pepohonan yang hijau, hamparan padang rumput, langit biru yang indah dan bendungan Ponre-Ponre yang memancarkan kesan sejuk dan damai di hati. Semua menyatu membentuk harmoni alam yang mempesona.  Juga,  membuat setiap mata yang memandangnya akan berdecak kagum dan berucap syukur kepada Tuhan yang membuat lukisan alam seindah ini.

Menjelang Maghrib kami tiba di rumah panggung. Rumah yang kami tempati ini adalah rumah yang baru dibangun oleh pemiliknya dan belum ditempati. Di rumah inilah kegiatan kami berpusat selama sepekan ke depan. Tiba di sana, kami disambut oleh ibu Kurni, salah satu guru di sekolah yang kami tuju. Rumah bu Kurni dekat dengan rumah panggung tempat kami menginap, hanya sekitar 100 m. Guru muda inilah yang banyak membantu aktifitas kami selama di Lapak Pape.

Tidak ada komentar: