Translate

Sabtu, 19 September 2015

Melihat Diri Kita dari Mereka


Mari : Dituuuul... Mo nanya. Menurutmu, kelebihanku apa?
Saya : Kelebihanmu?? Tinggi badan ;-p
Mari : Serius kii, '(

Itu percakapan saya dengan Mari beberapa waktu lalu. Mari sedang mengikuti training for trainer yang diisi oleh Pak Jamil Azzaini. Katanya, maestro trainer ini meminta semua peserta untuk bertanya pada orang lain tentang kelebihan mereka. Nah, sebagai salah satu partner in crime selama lebih dari satu dasawarsa, saya mendapat kehormatan menjawab pertanyaan ini. #Apasih?

Setelah sesaat berkontemplasi, memutar ulang memori tentang Mari, dengan mantap saya menuliskan jabawan pertanyaan itu. "Pertama, kamu itu kalau menganalisis sesuatu bisa mendalam dan komphrehensif. Kedua, kamu itu kreatif, punya banyak ide. Ketiga, kamu itu kalau mengerjakan sesuatu, lebih dari yang diminta."

Pertanyaan semacam ini memang sering kali muncul dalam pelatihan-pelatihan pengembangan diri, tes masuk kerja dan psikotes. Ada yang memang perlu dijawab oleh diri sendiri, ada pula yang perlu dijawab oleh orang lain di sekitar kita. Dan sore itu, setelah saya menjawab pertanyaan Mari, saya merasa kembali diingatkan betapa pentingnya teman dalam hidup kita. Kadang, ada hal-hal tertentu dalam hidup kita yang kurang kita pahami namun justru lebih dipahami oleh teman kita. 

Saat saya berada dalam kondisi terlemah misalnya, teman-teman, tak terkecuali Mari, selalu punya cara untuk membangkitkan semangat saya. Mereka menguatkan saya, "Kamu itu kuat, Dita. Kamu tangguh." Mereka kemudian menceritakan titik-titik tertinggi yang pernah berhasil saya lalui di masa lampau. Mendengar kalimat motivasi seperti itu, semangat saya pun perlahan muncul kembali. 

Di lain kesempatan, saya belajar banyak hal dari teman-teman saya. Mereka mengajari saya banyak hal tanpa mereka sadari. Keteguhan mereka memegang prinsip, semangat mereka dalam berkarya untuk umat, keistiqomahan mereka dalam memperbaiki diri, diam-diam saya contoh. Tanpa sepengetahuan mereka, saya menduplikasi kebaikan mereka. 

Seperti hari ini, ketika saya bertanya kepada teman saya lainnya, Tami, tentang kegiatan apa saja yang ia lakukan hari ini, ia menjawab, "..... memberi hadiah pada anak kecil...." Maka, saya menjadi termotivasi dan tergerak untuk melakukan kebaikan lainnya. Saya menduplikasi kebaikan Tami.

Ibnu Katsir pernah berkata, "Kebaikan itu akan melahirkan kebaikan-kebaikan baru, seperti halnya keburukan itu akan melahirkan keburukan-keburukan berikutnya." Dan ya, ini terbukti benar. Secara subyektif saya mengartikan perkataan Ibnu Katsir tersebut bahwa kebaikan seseorang akan menular pada orang lain. Oleh karenanya, saya selalu mengapresiasi teman-teman yang melakukan kebaikan. Dari sanalah saya terinspirasi dan mau melakukan hal yang semacamnya. 

Al mu'minu miratul mu'mini, seorang mukmin adalah cermin bagi mu'min lainnya (HR. Abu Daud dan Al Bukhori). Dari teman-teman, kita bercermin, melihat diri kita. Apakah kebaikan yang ada pada teman kita sudah ada pula pada diri kita? Ketika teman kita terus bertransformasi menjadi seseorang yang lebih baik, sudahkah kita mengikutinya sehingga bayangan yang dihasilkan oleh cermin itu sama baiknya? Sebaliknya, ketika teman kita itu melakukan kesalahan, siap sediakah kita hadir mengingatkannya? 

Tidak ada komentar: