Translate

Selasa, 12 Mei 2015

Sempurna

Baru seminggu aku mengenal perempuan muda berparas cantik ini. Tinggi dan berat badannya yang ideal menambah kecantikan parasnya tampak menjadi lebih lengkap. Sorot matanya tajam, melukiskan rasa keingintahuan yang tinggi.

Siang itu Senin yang cukup terik. Aku dan 115 teman lainnya tiba di PUSDIKLAT Kementrian Sosial RI di Kebayoran Lama. Sebelum menjalani rangkaian kegiatan yang dijadwalkan hingga seminggu ke depannya, kami terlebih dahulu diminta untuk memasukkan barang-barang kami ke kamar yang telah disediakan. Aku mendapat kamar 108 bersama Niken dan perempuan muda yang ciri-cirinya aku sebutkan di awal tulisan ini.

Kau tau kawan, siapakah perempuan muda berparas cantik ini? Aku merasa sangat perlu menuliskan tentang teman baruku ini karena seminggu lalu ia telah mengajariku banyak hal, bahkan dengan tanpa suara. Ya, tanpa suara! Karena ia seorang tunarungu.

Walaupun tunarungu, ia bisa berkomunikasi dengan bahasa oral, yaitu dengan gerakan bibir. Jika tidak sedang menggunakan alat bantu dengar, ia sama sekali tidak bisa mendengarkan segala rupa bebunyian di sekitarnya, sekalipun bunyi pintu yang kita gedor sekuat tenaga.

“Aku kuliah S1 jurusan Desain”, perempuan muda itu bercerita. “Lulus kuliah, aku melamar kerja ke 100 lebih perusahaan, tapi aku enggak diterima karena aku tunarungu”, ia melanjutkan cerita dengan tambahan bahasa tubuh karena aku dan Niken cukup kesulitan memahami gerakan bibirnya. “Lalu, aku jadi aktivis untuk teman-teman tunarungu. Tahun 2011 aku ikut kontes Miss World Deaf di Cheko dan mendapat gelar Runner Up”. Menyimak ceritanya ini hatiku berdesir, selaksa kagum menyeruak.

Di kali lainnya, ia bercerita tentang cita-citanya. Kondisinya sebagai tunarungu dan pengalamannya sebagai aktivis mendorongnya untuk membuat  satu LSM lagi suatu hari nanti. LSM itu nantinya akan fokus pada penyediaan beasiswa, peralatan sekolah dan alat bantu dengar untuk para penyandang tunarungu. Ia juga berkeinginan untuk terus menjadi inspirasi bagi anak-anak penyandang disabilitas.

Ah kawan, seandainya kau mengenalnya secara langsung dan sempat bercakap dengannya, tentu kau akan merasakan apa yang aku rasakan. Rasa yang sulit ku uraikan dengan deretan kata.

Dan seminggu pertemuan kami pun ditutup dengan sebuah kejadian yang membuatku harus kembali tergemap. Waktu itu kami semua peserta camp ini mengunjungi Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) di Cibinong, Jawa Barat. Saat tengah berkeliling ke kelas-kelas, terbata-bata ia berkata padaku bahwa ia ingin tampil lima menit di depan anak-anak tunagrahita untuk memberikan motivasi. Ia sampai berkata beberapa kali karena aku kesulitan menangkap maksudnya.

Setelah paham akan maksudnya, aku segera menyampaikan hal ini pada Pak Rahmanto, salah satu panitia kegiatan ini. Gayung pun bersambut. Dibantu oleh Malia sebagai penerjemah bahasa isyarat, dengan penuh semangat dan ekspresi ia tampil menginspirasi anak-anak penyandang tunagrahita.  Saat itulah mulutku terkunci, hatiku penuh.

Kawan, tidakkah kalian ingin mengenal sosok yang luar biasa ini? Baiklah, ku beri tahu siapa namanya. Ia adalah Dian Inggrawati Soebangil. Karena segala prestasi yang telah ia raih selama ini, Ibu Menteri Sosial RI memberikan penghargaan pada Dian sebagai perserta camp yang berprestasi.


Ah Dian, di mataku kau sempurna dalam keadaanmu. 


5 komentar:

tami ahda syahida mengatakan...

Subhanallah..salam untuk dian ya Dit!

Annisa Novita mengatakan...

Inspiratiif ditaaaa. Kapan2 kenaliiin yaa.

Annisa Novita mengatakan...

Inspiratiif ditaaaa. Kapan2 kenaliiin yaa.

Perpustakaan Balita Ceria mengatakan...

Diannya beda tempat tugas sama aku sayangnya tam..

Perpustakaan Balita Ceria mengatakan...

Kalau ada kesempatan, insyaAllah aku kenalin ya Vi!