Translate

Kamis, 14 Mei 2015

Tempat Baru

Terhitung mulai bulan Mei ini saya resmi bekerja di kantor yang baru, di Jalan Salemba no 28 Jakarta Pusat. Untuk memudahkan mobilitas, saya pindah kos di daerah yang dekat dengan kantor baru ini. Tak sampai 10 menit berjalan kaki dari kos, sudah bisa saya tiba di depan kantor.

Kantor baru, kos baru, lingkungan baru dan beberapa hal baru menyambut saya bersamaan. Excited, begitu perasaan saya. Sebab, kata orang, segala sesuatu yang baru selalu menjanjikan harapan baru (tentu saja harapan yang baik). Dalam hati saya mengaminkannya, "Semoga ada hal baik yang teriring bersama hal-hal baru ini."

Sebagaimana kepindahan saya yang sebelumnya, kali ini sanak keluarga pun bergantian menelpon, memastikan saya baik-baik saja di tempat yang baru. Doa-doa mereka rapalkan melalui ujung telepon. "Hati-hati di tempat baru ya",  "jaga diri baik-baik", "semoga semua urusanmu berjalan lancar," dan doa-doa semacamnya. Saya sangat terharu mendengar itu semua teralun dengan tulus.

Rasa haru semakin membuncah saat Bude Ice menelpon, "Semoga di tempat yang baru banyak yang sayang sama Dita ya, jadi teman dan keluarga yang baik!" Glek, tenggorokan saya serasa tercekat. Seingat saya, belum pernah ada yang mendoakan saya dengan doa seindah itu. Seketika, kata-kata itu tersangkut pada memori jangka panjang saya.

Telepon di hari Minggu siang itu memaksa saya untuk sejenak berefleksi. Tentu saja saya mengaminkan doa Bude saya itu. Tetapi, pastilah ada syarat-syarat yang harus saya penuhi sehingga saya menjadi seseorang yang layak disayangi oleh orang-orang di sekitar saya (atau setidaknya keberadaan saya tidak menjadi beban bagi orang lain). Lalu, apa syaratnya? Tidak ada syarat lain kecuali saya menjadi orang baik, orang yang keberadaannya bisa memberikan manfaat, lebih-lebih bisa menjadi orang kehadirannya dinantikan (atau minimal, adanya saya tidak menjadi pembuat masalah, tidak menyebalkan).

Saya jadi teringat dengan salah satu judul buku Asma Nadia, Jangan Jadi Muslimah Nyebelin. Melalui buku ini Mbak Asma mengajak para muslimah untuk terus memperbaiki diri dalam berbagai aspek. Bukan ingin menyamakan muslimah dengan malaikat yang bebas dari salah dan dosa, melainkan ingin mengajak muslimah untuk meminimalisir kesalahannya sehingga bisa menjadi muslimah yang keberadaannya minimal tidak menerbitkan rasa marah, jengkel, sakit hati orang lain.

Untuk menjadi "muslimah yang tidak nyebelin" perlu proses perbaikan diri yang panjang. Dan saya? Sepertinya jalan saya masih panjang. Pesan untuk diri sendiri, "Selamat menapaki perjalanan perbaikan diri ya! Dan lingkungan barumu adalah fase baru yang akan kau tapaki!"



Kantor Baru

Tidak ada komentar: